Cari Artikel

Sosok Umar Bin Khathab RA



Adakah yang tidak mengenal sosok umar bin Khattab ra?
Beliau termasuk dalam 10 orang yang dijamin masyuk Syurga.
Seorang yang keras dalam membela Islam, tidak pernah sebuah kemungkaran pun berlalu di depan matanya kecuali dengan tangannya sendiri ia akan menumpasnya.

Banyak sekali keutamaan seorang Umar bin Khattab ra.
Rasulullah saw pernah bersabda;
"Sekiranya Allah hendak mengangkat seorang Nabi sepeninggalku maka Umar lah orangnya"

Nabi saw juga pernah bersabda;
"Telah diletakkan Ahlak (kebenaran) di lisan dan di hati pada diri Umar bin Khattab ra"

Dilain waktu Rasulullah saw bersabda;
"Apabila Abu Bakar ra dan Umar bin Al-Khattab ra telah bersepakat dalam suatu urusan maka aku tidak akan menyelisihinya"

Sabda Rasulullah saw yang lain;
"Apabila Umar melewati sebuah gang atau jalan dan Syetan hendak melewati jalan yang sama maka syetan akan lari dan memilih jalan yang lain karena takut kepada Umar bin Khattab ra"

Para sahabat apabila melihat anak-anak mereka susah dinasehati atau bermain melampau batas waktu sering menakut-nakuti bahwa mereka akan memanggil Umar bin Khattab ra, untuk mengingatkan mereka.

Beliau mendapat julukan Al-Faruq yang artinya pembela antara Al-Haq dan Al-Bathil.
Tapi dibalik sifat kerasnya, jauh di lubuk hati Umar bin Khattab ra terdapat hati yang lembut, hati yang sangat tersentuh bila mendengar ayat-ayat Al-Qur'an dibacakan, mata yang sering menangis mengingat azab Allah. Mulut yang jauh dari masakan yang lezat. Tubuh yang jauh dari pakaian yang mahal. Meski ia seorang Khalifah tapi tidak hidup mewah dan tidak mempunyai pengawal. Baginya Allah adalah tempat meminta, memohon dan bersandar atas semua problem yang menimpanya.

Dalam sebuah riwayat dari al-Hasan disebutkan bahwa Umar bin Al-Khattab ra apabila membaca ayat-ayat Al-Qur'an tentang siksa api neraka atau tentang kematian, ia sangat takut. Lalu menangis tersedu-sedu sehingga tubuhnya jatuh ke tanah. Setelah itu, ia tidak keluar rumah selama satu atau dua hari, sehingga orang-orang menyangka bahwa ia sedang sakit.

Abdurrahman bin Syadad berkata;
"Aku mendengar tangisan Umar bin Al-Khattab ra yang tersedu-sedu, padahal saat aku itu berada di barisan yang paling akhir ketika shalat subuh. Ia saat itu membaca surah Yusuf"

Al-Qamah bin Waqash al-Laitsri ra juga berkata;
"Aku pernah shalat di belakang Umar bin Khattab ra. Lalu ia membaca ayat yang menerangkan Nabi Yusuf, ia menangis tersedu-sedu sehingga suara tangisannya itu terdengar dengan jelas, padahal aku saat itu berada di barisan paling belakang"

Suatu hari Umar bin Khattab mendengar orang yang sedang Shalat tahajud membaca surah al-Thur, ketika orang tersebut membaca ayat;
"Sesungguhnya azab Tuhanmu pasti terjadi, tidak seorang pun dapat menolaknya" (Al-Thur: 7-8)
Umar berkata;
"Itu adalah sumpah Allah yang pasti benar"
Mendengar hal itu, ia bergegas menuju rumahnya, dan ia sakit selama satu bulan sehingga orang-orang menjenguknya.

Semoga Allah memberi Taufik untuk mencintai Umar bin Khattab ra.
Semoga Allah memberi kita taufiq untuk meneladani Umar bin Khattab.

Rasulullah saw bersabda;
"Sesungguhnya seseorang akan di bangkitkan dihari kemudian bersama orang-orang yang ia cintai"

Berkah Dari Shodaqoh | Sedekah



Sedekah atau shodaqoh disamping mendapat pahala nanti di akhirat, sedekah juga banyak berkah, manfaat yang bisa di nikmati di dunia tanpa mengurangi pahalanya. Kisah berikut adalah sekelumit dari sekian banyaknya berkah sedekah.

Disalah satu keluarga Arab Saudi yang tinggal di pinggiran kota Riyadh, karena sang istri menderita kanker darah stadium 4, maka keluarga ini merekrut seorang TKW asal Indonesia untuk mendampingi dan merawat sang istri.

Seminggu TKW bekerja di keluarga ini, sang istri yang menderita kanker curiga pada pembantunya karena sering bolak-balik ke kamar mandi dan lama di dalam.

Suatu pagi, ia menanyai si pembantunya;
"Kenapa kamu sering ke kamar mandi dan berlama-lama tidak wajar?"
Sang TKW menjelaskan;
"Begini nyonya, 20 hari yang lalu saya melahirkan anak, karena saya butuh uang saya pun mendaftar menjadi TKW dan ongkos berangkat saya pinjam kepada tetangga saya. Karena kedua payudara saya selalu penuh ASI, maka terpaksa saya harus sering ke kamar mandi untuk mengeluarkan ASInya karena kalau tidak dikeluarkan akan terjadi peradangan" TKW tersebut menceritakan sambil membayangkan kondisi bayinya yang ditinggal di Indonesia.
Sang majikan inipun sangat iba, dan segera membookingkan pesawat.

Keesokan harinya ia memanggil sang TKW sekaligus menyodorkan 2 amplop berisi ticket pesawat, paspor dan gajih selama 24 bulan (sesuai perjanjian kontrak selama 2 tahun)
"Saya tidak tega, saya dapat merasakan perasaan seorang ibu, pulanglah ke kampungmu, jika suatu hari kamu ingin kembali kesini silahkan, dengan senang hati kami akan tetap menerimamu dengan tangan terbuka, ini nomer telpon kami, silahkan hubungi kami jika perlu" Kata sang majikan
Si pembantu gembira sekali dan sangat berterima kasih atas kebaikan hati sang majikannya. Dan dia pun pulang ke tanah air.

Keadaan sang majikan sendiri ternyata tiap hari terus membaik meskipun tanpa pembantu.

Ia pergi ke dokter langganannya periksa. Dokter kaget seolah tidak percaya, untuk meyakinkan dokter tersebut mengulangi CT-scan, indoskopi, periksa darah berulang-ulang. Hasilnya tetap menunjukkan 100% sembuh total, ia bersih dari kanker.
Dokter pun bertanya;
"Bagaimana ini bisa sembuh? Obat apa yang di minum...???"
Dia hanya berkata;
"Pesan Rasulullah saw; “Obatilah yang sakit dengan perbanyak sedekah (Daawuu mardhakum bishshodaqoh)”

Iman Teguh Ilmu Bertambah



Allah SWT telah menganugerahkan akal dan pikiran kepada kita selaku manusia ciptaan-Nya. Hal ini bukan hanya untuk penghias diri dan pembeda saja, melainkan untuk digunakan semaksimal mungkin. Salah satunya untuk mencari ilmu. Ya, ilmu adalah sesuatu yang sangat penting bagi diri kita.
Untuk dapat melakukan segala sesuatu, maka diperlukan ilmunya. Oleh sebab itu, tidak salah lagi bahwa ilmu harus lebih dahulu daripada amal atau perbuatan. Yaitu bekas yang terlukis di otak orang yang berilmu di dalam perkara yang telah diketahuinya. Ibarat seorang tukang gambar yang hendak memulai melukiskan gambarnya, lebih dahulu telah ada rupa gambar itu di dalam otaknya, barulah dilukiskannya.

Tetapi iman atau kepercayaan lebih tua pula dari ilmu. Iman adalah menjadi dasar dari ilmu. Itulah sebabnya, nabi-nabi lebih dahulu menanamkan iman daripada menyiarkan ilmu. Ayat-ayat yang diturunkan Allah di Mekkah lebih banyak mengandung rasa iman, dan yang diturunkan di Madinah lebih banyak mengandung ilmu.
Setelah sempurna iman, mereka disuruh membenarkan, setelah itu dikemukakan segala macam alasan dan dalil, disuruh pula mengiaskan kepada perkara-perkara yang lain. Perkataa ini dikuatkan oleh sahabat Juandab. Dia berkata bahwa sebelum mereka dewasa, lebih dahulu mereka diajarkan iman dan setelah itu baru diajarkan Quran, dan barulah pelajaran iman itu bertambah-tambah.

Permulaan iman itu didengarkan dengan telinga. Setalah mafhum pendengaran, barulah diikrarkan dengan lidah. Apabila telah diikrarkan dengan lidah, maka iman yang telah ada di dalam hati itu bertambah teguhlah. Apabila iman telah teguh, ilmupun bisa pula bertambah, bertambah lama bertambah banyak. Karena pendengaran dengan telinga dan ucapan dengan mulut tidaklah akan bermanfaat kalau urat keyakinan dan makrifat yang ada dalam hati tidak terhujam kuat.

wallahu a'lam

Kata-Kata Bijak Dari Imam Al-Ghazali




2701. Kalau besar yang dituntut dan mulia yang dicari, maka payah melaluinya, panjang jalannya dan banyak rintangannya.

2702. Jadikan kematian itu hanya pada badan kerana tempat tinggalmu ialah liang kubur dan penghuni kubur sentiasa menanti kedatanganmu setiap masa.

2703. Cari dan taklukkan dunia hanya untuk beribadah kepada Allah SWT.

2704. Kecintaan kepada Allah melingkupi hati, kecintaan ini membimbing hati dan bahkan merambah ke segala hal.

2705. Kita tidak dapat mengakui bahawa setiap orang yang mengaku beragama itu pasti mempunyai segala sifat-sifat yang baik.

2706. Ibu segala akhlak ialah tempat kebijaksanaan, keberanian, kesucian diri dan keadilan.

2707. Nasehat itu mudah, yang musykil ialah menerimanya kerana ia pahit terasa kepada si hamba hawa nafsu, sebab barang yang terlarang sangat disukainya.

2708. Lidah yang lepas dan hati yang tertutup dan penuh dengan kelalaian itu alamat kemalangan besar.

2709. Pelajari ilmu syariat untuk menunaikan segala perintah Allah SWT dan juga ilmu akhirat yang dapat menjamin keselamatanmu di akhirat nanti.

2710. Seboleh-bolehnya jangan bertengkar dengan seseorang dalam apapun jua masalah kerana pertengkaran itu mengandungi berbagai penyakit dan dosanya jauh lebih besar daripada faedahnya, riak, takbur, hasad dan dengki.

2711. Janganlah anda menjadi muflis dari sudut amalan dan jangan jadikan dirimu itu kosong daripada perkara yang berfaedah. Yakinlah semata-mata dengan memiliki ilmu belum tentu lagi menjamin keselamatan di akhirat kelak.

2712. Jika nafsu itu tidak engkau kalahkan dengan jihad yang bersungguh-sungguh, maka sekali-kali hatimu tidak akan hidup dengan berma’rifat.

2713. Jika sekiranya sekadar ilmu sahaja telah memadai bagimu, dan tidak ada lagi hajatmu kepada amal di belakang itu, tentulah seruan dari sisi Allah yang berbunyi: “Apakah ada yang memohon? Apakah ada yang meminta ampun? Dan apakah ada yang bertaubat?” itu akan percuma sahaja, tidak ada gunanya.

2714. Janganlah engkau meyimpan harta benda melebihi dari apa yang dibutuhkan. Rasulullah saw. bersabda: “Ya Allah, jadikanlah rizki keluarga Muhammad itu sekadar untuk mencukupi kebutuhan.”

2715. Dunia adalah fitnah dan ujian, kapan pun ia datang/pergi. Jika datang kamu harus bersyukur. Jika pergi kamu harus bersabar.

2716. Orang waspada selalu hati-hati terhadap kemewahan dunia.

2717. Dunia hanyalah tempat tidur pada siang hari untuk pengendara. Dia melaksanakan hajatnya, lalu pergi dari sana.

2718. Apabila kamu dengar kaum kafir kekal di dalam neraka, hati-hatilah kamu, jangan mrasa aman, siapa tahu kamu pun termasuk kafir.

2718. Musibah yang paling berat di dalam neraka adalah kekal di dalamnya.

2719. Jika seorang mengangankan kehidupan kekal, tentu ingatannya tentang maut dan kubur menjadi hilang. Kata-kata wasiat Lukman al-Hakim; "Wahai anakku yang tercinta, janganlah sampai ayam jantan itu lebih bijak daripada engkau. Ia berkokok di waktu sahur sedangkan engkau masih tidur lagi".

2720. Kerja seorang guru tidak ubah seperti kerja seorang petani yang sentiasa membuang duri serta mencabut rumput yang tumbuh di celah-celah tanamannya.

2721. Kebahagiaan terletak pada kemenangan memerangi hawa nafsu dan menahan kehendak yang berlebih-lebihan.

2722. Sembunyikan kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan keburukanmu.

2723. Syahwat akan menjadikan seorang raja menjadi hamba, sementara sabar akan menjadikan seorang hamba sebagai raja.

2724. Berlalulah waktu dan hari-hari, sementara dosa telah diperoleh | Datanglah utusan dan kematian, sementara hati lupa.

2725. Berbahagialah orang yang tidak membuang waktu dengan percuma.

2726. Orang berilmu tidak akan mudah tertipu. Sebaliknya, yang tidak berilmu akan mudah tertipu.

2727. Orang yang sedang dalam keadaan kenyang itu ibarat sedang mengalami kelumpuhan.

2728. Merupakan sesuatu yang layak bagi orang waras untuk meninggalkan dunia untuk menghamba kepada Allah.

2729. Jangan engkau menganiaya orang lemah, sehingga engkau termasuk orang kuat yang paling hina.

2730. Dunia ini bagaikan mimpi atau bayangan dalam sekejap yang segera menghilang.

2731. Kesungguhan cinta membuat orang memilih ucapan, duduk bersama, dan ridho kekasihnya ketimbang orang lain.

2732. Jika aku menunda-nunda beramal hari ini untuk esok, kapan amal hari esok aku kerjakan | Setiap hari aku mempunyai amal yang berlainan.

2733. Amal yang sedikit tapi sempurna lebih baik daripada amalan yang banyak tapi tidak sempurna.

2734. Aku tidak khawatir amalanku diperlihatkan atau tidak kepada orang lain, sebab itu bukan urusan manusia.

2735. Sesungguhnya dalam upaya taat kepada Allah, sangat banyak godaan dan tipu daya setan guna menggagalkannya.

2736. Orang yang jatuh cinta selalu mencari berbagai cara untuk mencapai orang yang dicintainya.

2737. Dalam ibadah bukan banyaknya yang menentukan, melainkan niat dan murninya tujuan ibadah itu.

2738. Waktu akan terasa jauh apabila kita tidak pandai untuk memanfaatkan dengan baik, waktu akan berjalan terus sesuai dangan perputaran dari, dari detik ke menit, dari hari ke minggu dari minggu ke bulan, dari bulan ketahun. Apabila sudah berlalu tidak akan mungkin kembali lagi. seperti pepatah arab mengatakan waktu bagaikan pedang.

2739. Apabila secara kebetulan kamu menjadi orang yang dekat dengan penguasa, maka berhati-hatilah kamu seolah-olah kamu sedang berdiri di atas pedang yang tajam sekali.

2740. Jangan berteman yang hanya mau menemanimu ketika kamu sehat atau kaya, karena tipe teman seperti itu sungguh berbahaya sekali bagi kamu dibelakang hari.

2741. Hal-hal yang bisa menyebabkan badan lemah antara lain sebagai berikut: Banyak makan makanan yang rasanya masam, sering bersedih, banyak minum air tetapi tidak makan sesuatu, serta sering melakukan hubungan seksual.

2742. Barang siapa tidak peduli terhadap nasib agama, berarti ia tidak punya agama, barang siapa yang semangatnya tidak berkobar-kobar jika agama Islam ditimpa suatu bencana, maka Islam tidak butuh kepada mereka.

2743. Orang-orang yang tidak mengikuti keinginan-keinginan hawa nafsunya, maka tidak akan mendapat pujian dari orang banyak.

2744. Aku akan mencari ilmu hanya karena Allah, dan aku tidak akan mencari jika untuk selain Allah.

2745. Kematian kita sadar bahwa kematian adalah susuati yang pasti dan dirasakan oleh setiap orang, kematian tidak bisa ditawar-tawar, tidak bisa dimajukan atau dimundurkan kapan dan dimana saja sperti firaman Allah dalam surat Alimran yang artinya: "Setiap manusia pasti akan merasakan kematian".

2746. Aku tak suka memakai baju baru, hal itu kulakukan karena aku takut timbul iri hati tetangga-tetanggaku.

2747. Teman yang tidak membabantu kesulitan seperti halnya musuh. Tanpa saling membantu maka hubungan teman tak akan lama.

2748. Telah kucari teman sejati dalam setiap masa, akan tetapi usahaku itu siasia belaka.

2749. Ilmu yang berfaedah itu adalah ilmu yang menambahkan perasaan takutmu kepada Allah SWT; menambahkan celik mata hatimu terhadap keaiban-keaiban dirimu, menambahkan nilai ibdahmu kepada Allah SWT dengan sebab makrifatmu kepadaNya, mengurangkan gemar kasih kamu pada dunia, menambahkan gemar kasih kamu pada akhirat, membukakan pandangan mata hatimu terhadap kebinasaan segala amalmu sehingga engkau dapat memeliharakan diri kamu daripadanya, dan ilmu yang menampakkan kepadamu segala perdayaan syaitan dan tipuannya.

2750. Peliharalah matamu terhadap emapt perkara, yaitu: Melihat perempuan yang bukan muhrim, Melihat gambar yang dapat membangkitkan syahwat, Melihat orang lain dengan pandangan penghinaan dan Melihat-lihat aib orang lain. Ingatlah bahwa semua anggota tubuhmu akan bersaksi atas segala perbuatan kamu di padang mahsyar kelak dengan menuturkan perkataan yang lancar dan terang. Anggota tubuhmu akan mengungkapkan segala rahasia kamu di hadapan perhimpunan agung di padang mahsyar.

Ali Bin Abi Thalib RA



Tumbuh dalam Didikan Kenabian Nabi SAW

Ali bin Abi Thalib masih sepupu Nabi SAW, putra dari Abi Thalib bin Abdul Muthalib, paman yang mengasuh beliau sejak usia delapan tahun. Pamannya ini bersama Khadijah, istri beliau menjadi pembela utama beliau untuk mendakwahkan Islam selama tinggal di Makkah, walau Abi Thalib sendiri meninggal dalam kekafiran. Ali bin Abi Thalib lahir sepuluh tahun sebelum kenabian, tetapi telah diasuh Nabi SAW sejak usia 6 tahun.

Sebagian riwayat menyebutkan ia orang ke dua yang memeluk Islam, yakni setelah Khadijah, riwayat lainnya menyebutkan ia orang ke tiga, setelah Khadijah dan putra angkat beliau Zaid bin Haritsah. Bisa dikatakan ia tumbuh dan dewasa dalam didikan akhlakul karimah Nabi SAW dan bimbingan wahyu. Maka tidak heran watak dan karakter Ali bin Abi Thalib mirip dengan Nabi SAW. Dan secara keilmuan, ia mengalahkan sebagian besar sahabat lainnya, sehingga beliau SAW pernah bersabda,
"Ana madinatul ilmu, wa Ali baabuuha…"(Saya kotanya ilmu dan Ali adalah pintunya).
Apalagi, ia kemudian dinikahkan dengan putri kesayangan Nabi SAW, Fathimah az Zahra, sehingga bimbingan pembentukan kepribadian Ali bin Abi Thalib oleh Nabi SAW terus berlanjut hingga kewafatan beliau.


Jiwa Perjuangan dan Kepahlawanan Ali bin Abi Thalib

Salah satu yang terkenal dari Ali bin Abi Thalib adalah sifat ksatria dan kepahlawanannya. Bersama pedang kesayangannya yang diberi nama Dzul Fiqar, sebagian riwayat menyatakan pedangnya tersebut mempunyai dua ujung lancip, ia menerjuni hampir semua medan jihad tanpa sedikit pun rasa khawatir dan takut. Walau secara penampilan fisiknya Ali tidaklah kekar dan perkasa seperti Umar bin Khaththab misalnya, tetapi dalam setiap duel dan pertempuran dengan pedangnya itu ia hampir selalu memperoleh kemenangan. Tidak berarti bahwa ia tidak pernah terluka dan terkena senjata musuh, hanya saja luka-luka yang dialaminya tidak pernah menyurutkan semangatnya. Nabi SAW seolah mengokohkan kepahlawanannya dengan sabda beliau,
"Tiada pedang (yang benar-benar hebat) selain pedang Dzul Fiqar, dan tiada pemuda (yang benar-benar ksatria dan gagah berani) selain Ali bin Abi Thalib…" (Laa fatan illaa aliyyun).

Ali bin Abi Thalib tidak pernah ketinggalan berjuang bersama Rasulullah SAW menerjuni medan pertempuran. Ketika perang Badar akan dimulai, tiga penunggang kuda handal dari kaum musyrik Quraisy maju menantang duel. Mereka dari satu keluarga, Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rab'iah dan Walid bin Utbah. Tampillah tiga pemuda Anshar menyambut tantangan mereka, Auf bin Harits al Afra, Muawwidz bin Harits al Afra dan Abdullah bin Rawahah. Tetapi tokoh Quraisy ini menolak ketiganya, dan meminta orang terpandang dari golongan Quraisy juga. Nabi SAW memerintahkan Ubaidah bin Harits, Hamzah dan Ali bin Abi Thalib. Ali menghadapi Walid, sebagian riwayat menyatakan ia menghadapi Syaibah. Ini adalah pertempuran pertamanya, tetapi dengan mudah Ali mengalahkan lawannya, yang jauh lebih terlatih dan berpengalaman.

Pada perang Uhud, ketika pemegang panji Islam, Mush'ab bin Umair menemui syahidnya, Nabi SAW memerintahkan Ali menggantikan kedudukannya. Tangan kiri memegang panji, tangan kanan mengerakkan pedang Dzul Fiqarnya, menghadapi serangan demi serangan yang datang. Tiba-tiba terdengar tantangan duel dari pemegang panji pasukan musyrik, yakni pahlawan Quraisy Sa’ad bin Abi Thalhah. Karena masing-masing sibuk menghadapi lawannya, tantangan tersebut tidak ada yang menanggapi, ia pun makin sesumbar, dan Ali tidak dapat menahan dirinya lagi. Setelah mematahkan serangan lawannya, ia meloncat menghadapi orang yang sombong tersebut, ia berkata,
"Akulah yang akan menghadapimu, wahai Sa'ad bin Abi Thalhah. Majulah wahai musuh Allah…!!"

Merekapun terlibat saling serang dengan pedangnya, di sela-sela dua pasukan yang bertempur rapat.
Pada suatu kesempatan, Ali berhasil menebas kaki lawannya hingga jatuh tersungkur. Ketika akan memberikan pukulan terakhir untuk membunuhnya, Sa'ad membuka auratnya dan Ali-pun berpaling dan berlalu pergi, tidak jadi membunuhnya. Ketika seorang sahabat menanyakan alasan mengapa tidak membunuhnya, ia berkata,
"Ia memperlihatkan auratnya, sehingga saya malu dan kasihan kepadanya…"

Usai pertempuran, Ali dikerumuni orang-orang yang berusaha mengobati lukanya, tetapi kesulitan karena begitu banyak luka yang dialaminya. Ketika Nabi SAW menghampiri, mereka berkata,
"Wahai Rasulullah, kami merasa kesulitan, kalau kami obati satu lukanya, terbukalah luka lainnya…"

Akhirnya beliau turun tangan ikut membalut luka, dan dengan berkah tangan beliau yang penuh mu'jizat, luka- lukanya dapat diobati dengan mudah.
Setelah itu beliau bersabda,
"Sesungguhnya seseorang yang mengalami semua ini karena membela agama Allah, sungguh telah berjasa besar dan diampuni dosa-dosanya…"

Pada perang Khandaq, sekelompok kecil pasukan musyrik Quraisy berhasil menyeberangi parit, mereka ini antara lain, Amr bin Abdi Wudd, Ikrimah bin Abu Jahal dan Dhirar bin Khaththab. Segera saja Ali bin Abi Thalib dan sekelompok sahabat yang berjaga pada sisi tersebut mengepung mereka. Amr bin Abdi Wudd adalah jagoan Quraisy yang jarang memperoleh tandingan. Siapa pun yang melawannya kebanyakan akan kalah. Ia melontarkan tantangan duel, dan segera saja Ali bin Abi Thalib menghadapinya. Amr bin Wudd sempat meremehkan Ali karena secara fisik memang ia jauh lebih besar dan gagah. Setelah turun dari kudanya, ia menunjukkan kekuatannya, ia menampar kudanya hingga roboh. Namun semua ia tidak membuat Ali gentar, bahkan dengan mudah Ali merobohkan dan membunuhnya. Melihat keadaan itu, anggota pasukan musyrik lainnya lari terbirit-birit sampai masuk parit untuk menyelamatkan diri.

Menjelang perang Khaibar, Nabi SAW bersabda sambil memegang bendera komando (panji peperangan),
"Sesungguhnya besok aku akan memberikan bendera ini pada seseorang, yang Allah akan memberikan kemenangan dengan tangannya. Ia sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya, Allah dan Rasul-Nya pun mencintainya"

Esoknya para sahabat berkumpul di sekitar Rasullullah SAW dan sangat berharap dialah yang akan ditunjuk Beliau untuk memegang bendera tersebut. Alasannya jelas, 'Sangat Mencintai Allah dan Rasul-Nya, Allah dan Rasul-Nya juga mencintainya', derajad apalagi yang lebih tinggi daripada itu, dan itu diucapkan sendiri oleh beliau. Pandangan Rasulullah SAW berkeliling untuk mencari seseorang, para sahabat mencoba menunjukkan diri dengan harapan akan ditunjuk beliau.Tetapi beliau tidak menemukan yang dicari, maka beliau bersabda,
"Dimanakah Ali bin Abi Thalib?"

Seorang sahabat menjelaskan kalau Ali sedang mengeluhkan matanya yang sakit. Nabi SAW menyuruh seseorang untuk menjemputnya, dan ketika Ali telah sampai di hadapan Rasulullah SAW, beliau mengusap mata Ali dengan ludah beliau dan mendo'akan, seketika sembuh. Sejak saat itu Ali tidak pernah sakit mata lagi. Beliau menyerahkan panji peperangan kepada Ali. Ali berkata,
"Wahai Rasulullah, aku akan memerangi mereka hingga mereka sama seperti kita!!"
"Janganlah terburu-buru," Kata Nabi SAW.
"Turunlah kepada mereka, serulah mereka kepada Islam. Demi Allah, lebih baik Allah memberi hidayah mereka melalui dirimu, daripada ghanimah berupa himar yang paling elok sekali pun!!"

Sebagian riwayat menyebutkan, pemilihan Ali sebagai pemegang komando atau panji, setelah dua hari sebelumnya pasukan muslim gagal merebut atau membobol benteng Na'im, benteng terluar dari Khaibar. Khaibar sendiri memiliki delapan lapis benteng pertahanan yang besar, dan beberapa benteng kecil lainnya.

Ketika perisainya pecah pada peperangan ini, Ali menjebol pintu kota Khaibar untuk menahan serangan panah yang bertubi-tubi, sekaligus menjadikannya sebagai tameng untuk terus menyerang musuh.
Usai perang, Abu Rafi dan tujuh orang lainnya mencoba membalik pintu tersebut tetapi mereka tidak kuat. Dalam peperangan ini benteng Khaibar dapat ditaklukkan dan orang-orang Yahudi yang berniat menghabisi Islam justru terusir dari jazirah Arabia.

Begitulah, hampir tidak ada peperangan yang tidak diterjuninya, dan Ali bin Abi Thalib selalu menunjukkan kepahlawanan dan kekesatriaannya, sekaligus kualitas akhlaknya sebagai didikan wahyu, didikan Nabi SAW. Sampai pernah diceritakan, dalam suatu pertempuran Ali sudah hampir membunuh musuhnya, tiba-tiba musuh tersebut meludahi wajahnya. Tampak tersirat kemarahan Ali, tetapi justru ia meninggalkan dan membiarkannya hidup. Sebagian anggota pasukan muslim melihatnya dengan heran menanyakan sikapnya tersebut. Ali menjawab,
"Ketika aku bertempur dan akan membunuhnya, aku masih berjuang karena agama Allah. Tetapi ketika ia meludahiku dan ada sedikit kemarahan dalam diriku, aku takut membunuhnya itu karena (nafsu) kemarahanku yang muncul."


Sebagian Kisah Pancaran Akhlak Ali bin Abi Thalib

Salah satu bentuk didikan Nabi SAW yang jelas-jelas mencerminkan kepribadian beliau pada diri Ali adalah kesederhanaan (zuhud)-nya. Beberapa orang sahabat sering melihat Ali bin Abi Thalib menangis pada malam-malamnya, sambil berbicara sendiri,
"Wahai dunia, apakah engkau hendak menipuku? Apakah kamu mengawasiku? Jauh sekali… jauh sekali… Godalah orang selain aku, sesungguhnya aku telah menceraikanmu dengan thalak tiga. Umurmu pendek, majelis-majelismu sangat hina, kemuliaan dan kedudukanmu sangat sedikit dan tidak berarti (akan habis). Alangkah sengsaranya aku, bekalku sedikit sedangkan perjalanan sangat jauh dan jalannya sangat berbahaya."

Itulah prinsip-prinsip mendasar dari akhlak Ali bin Abi Thalib, yang secara umum mewarnai jalan kehidupannya, termasuk ketika ia menjabat sebagai khalifah.


Bekerja pada Orang Yahudi

Suatu ketika Rasullullah SAW mengunjungi kedua cucunya, Hasan dan Husain, tetapi di sana beliau hanya menjumpai putrinya, Fathimah Ketika beliau bertanya tentang keberadaan kedua cucunya, Fathimah berkata kalau keduanya sedang mengikuti ayahnya, Ali bin Abi Thalib, yang sedang bekerja menimba air pada orang Yahudi karena pada hari itu memang tidak ada persediaan makanan bagi mereka sekeluarga.

Rasulullah SAW menjumpai Ali di kebun orang Yahudi itu, ia menimba air untuk menyiram tanaman di kebun tersebut dengan upah satu butir kurma untuk satu timba air. Hasan dan Husain sendiri sedang bermain-main di suatu ruang sementara tangannya sedang menggenggam sisa-sisa kurma. Nabi SAW berkata kepada Ali,
"Wahai Ali, apa tidak sebaiknya engkau bawa pulang anak-anakmu sebelum terik matahari akan menyengat mereka?"
Ali menjawab,
"Wahai Rasulullah, pagi ini kami tidak memiliki sesuatu pun untuk dimakan, karena itu biarkanlah kami disini hingga bisa mengumpulkan lebih banyak kurma untuk Fathimah."

Rasulullah SAW akhirnya ikut menimba air bersama Ali, hingga terkumpul beberapa butir kurma untuk bisa dibawa pulang.


Pengadilan Atas Kepemilikan Baju Besi

Ketika menjadi khalifah, Ali bin Abi Thalib telah kehilangan baju besinya pada perang Jamal. Suatu ketika ia berjalan-jalan di pasar, ia melihat baju besinya ada pada seorang lelaki Yahudi. Ali menuntut haknya atas baju besi itu dengan menunjukkan ciri-cirinya, tetapi si Yahudi bertahan bahwa itu miliknya.

Ali mengajak si Yahudi menemui kadhi (hakim) untuk memperoleh keputusan yang adil. Yang menjadi kadhi adalah Shuraih, seorang muslim. Ali menyampaikan kepada kadhi tuntutan kepemilikannya atas baju besi yang sedang dibawa oleh si Yahudi. Ia menunjukkan ciri-cirinya, dan membawa dua orang saksi, Hasan putranya sendiri dan hambanya yang bernama Qanbar.

Mendengar penuturan Ali, yang tak lain adalah Amirul Mukminin yang menjadi ‘Presiden’ kaum muslimin saat itu, Shuraih berkata dengan tegas,
"Gantikan Hasan dengan orang lain sebagai saksi, dan kesaksian Qanbar saja tidak cukup!"
"Apakah engkau menolak kesaksian Hasan?" Tanya Ali kepada Shuraih.
"Padahal Rasulullah pernah bersabda Hasan dan Husain adalah penghulu pemuda di surga?"
"Bukan begitu Ali," Kata Shuraih, ia sengaja tidak menyebut Amirul Mukminin, karena begitulah kedudukannya di depan hukum, ia meneruskan,
"Engkau sendiri pernah berkata bahwa tidak sah kesaksian anak untuk bapaknya."

Karena Ali tidak bisa menunjukkan saksi lain yang menguatkan kepemilikannya atas baju besi itu, Shuraih memutuskan baju besi itu milik si Yahudi, dan Ali menerima keputusan tersebut dengan lapang dada.

Si Yahudi begitu takjub dengan peristiwa ini. Ia-pun mengakui kalau baju itu ditemukannya di tengah jalan, mungkin terjatuh dari unta milik Ali. Ia langsung mengucapkan syahadat, menyatakan dirinya masuk Islam, dan mengembalikan baju besinya kepada Ali. Tetapi karena keislamannya ini, justru Ali menghadiahkan baju besi tersebut kepadanya, dan menambahkan beberapa ratus uang dirham.
Lelaki ini selalu menyertai Ali sehingga ia terbunuh syahid dalam perang Shiffin.


“Engkau Bebas karena Allah!”

Suatu ketika Ali memanggil salah seorang budaknya, tetapi tidak ada jawaban. Sampai dua dan tiga kali ia mengulanginya tetapi belum juga datang. Maka Ali mencari keberadaan budaknya tersebut, yang ternyata tidak jauh dari tempat itu. Dengan heran Ali berkata,
”Tidakkah engkau mendengar panggilanku, wahai Ghulam!”
Dengan santai budaknya itu berkata,
“Ya, saya mendengar!”
“Mengapa engkau tidak memenuhi panggilanku?”
Jawabannya sungguh mengejutkan, budak itu berkata,
“Saya sangat mengenalmu, dan saya merasa tidak bakal dihukum, karena itu saya membiarkan saja panggilan itu!”

Bagi Ali, seorang budak dimaksudkan untuk memudahkan kehidupan, khususnya untuk merambah jalan akhirat, kalau sikapnya seperti itu justru akan mengotori hati saja. Karena itu ia berkata,
“Engkau bebas karena Allah, engkau aku merdekakan!”


Karena Ali Memuliakan Seorang Lanjut Usia

Suatu ketika di shalat jamaah subuh, tiba-tiba Nabi SAW ruku’ dalam waktu cukup lama. Bukan karena apa, tetapi malaikat Jibril datang dan menggelar salah satu sayapnya di punggung beliau sehingga beliau tidak bisa bangkit. Setelah Jibril pergi barulah beliau bisa i’tidal dan meneruskan shalat hingga selesai. Usai shalat para sahabat terheran-heran, dan salah satunya bertanya,
“Apa yang terjadi, wahai Rasulullah, sehingga engkau memperpanjang ruku begitu lama yang sebelumnya belum pernah engaku lakukan?”

Nabi SAW menceritakan tentang malaikat Jibril yang menahan beliau dalam ruku. Sahabat itu bertanya lagi,
“Mengapa bisa seperti itu?”
Nabi SAW bersabda,
“Aku tidak tahu!”

Tidak berapa lama Jibril datang lagi dan berkata,
“Wahai Muhammad, Ali tergesa-gesa untuk ikut berjamaah, tetapi di depannya ada seorang lelaki tua nashrani yang berjalan sangat pelan. Ali tidak mau mendahuluinya karena sangat memuliakan lelaki tua itu! Karena itu Allah memerintahkan aku untuk menahanmu dalam ruku, agar Ali dapat ikut jamaah!”

Nabi SAW tampak terkagum-kagum dengan penjelasan Jibril tersebut, tetapi Jibril meneruskan,
“Yang lebih mengagumkan lagi, Allah memerintahkan malaikat Mikail untuk menahan perputaran matahari dengan sayapnya, sehingga waktu subuh tidak habis karena menunggu Ali hadir!”

Nabi SAW memanggil Ali. Ketika Nabi SAW meng-konfirmasi hal itu, Ali berkata dengan tenangnya seolah-olah tidak ada sesuatu yang ajaib terjadi,
“Benar, ya Rasulullah, lelaki tua itu sangat pelan jalannya dan aku tidak suka untuk mendahuluinya karena memuliakannya. Tetapi ternyata ia tidak datang untuk shalat, untungnya engkau masih dalam keadaan ruku’ sehingga aku tidak tertinggal shalat jamaah bersamamu!”
Nabi SAW hanya tersenyum, dan menceritakan duduk permasalahannya kepada para sahabat. Setelah itu beliau bersabda,
“Inilah derajad orang yang memuliakan seorang lanjut usia, walau ia bukan seorang muslim!”


Ali di Jalan Zakaria dan Fathimah di Jalan Maryam

Suatu ketika Ali bertanya kepada istrinya,
“Wahai Fathimah, ada makanan untuk kusantap hari ini?”
Fathimah berkata,
“Tidak ada, aku berpagi hari dalam keadaan tidak ada makanan untukmu, begitu juga untukku dan kedua anak kita!”
“Tidakkah engkau menyuruhku untuk untuk mencari makanan?” Tanya Ali.
“Aku malu kepada Allah untuk meminta kepadamu yang engkau tidak memilikinya!”

Kemudian Ali keluar rumah, ia yakin dan khusnudzon kepada Allah dan meminjam uang satu dinar untuk membeli makanan bagi keluarganya. Tetapi belum sempat membelanjakan uang satu dinar itu, ia melihat sahabat Nabi SAW lainnya, Miqdad al Aswad, sedang berjalan sendirian di padangpasir yang panas. Ali menghampirinya dan berkata,
“Wahai Miqdad, apa yang menggelisahkanmu?”
Miqdad berkata,
“Wahai Abul Hasan, janganlah mengganggu aku, janganlah menanyakan kepadaku sesuatu yang di belakangku (peristiwa yang menimpa sebelumnya)!”
Ali berkata lagi,
“Wahai Miqdad, tidak seharusnya engkau menyembunyikan keadaanmu dari aku!!”
“Baiklah kalau engkau memang memaksa, demi Dzat yang memuliakan Muhammad dengan kenabian, tidak ada yang menggelisahkan aku dalam perjalanan ini, kecuali karena aku meninggalkan keluargaku dalam keadaan kelaparan. Ketika aku mendengar tangisan mereka, bumi serasa tidak mampu memikulku, aku pergi dengan tidak mempunyai muka (sangat malu)!”

Miqdad enggan menceritakan keadaannya karena ia sangat mengenal Ali. Keadaan Ali tidaklah lebih baik daripada dirinya, apalagi ia seorang yang sangat perasa dan pemurah. Dan hasil dari ceritanya itu langsung tampak. Ali mengucurkan air mata hingga membasahi jenggotnya. Dengan terbata ia berkata,
“Aku bersumpah dengan Dzat yang engkau bersumpah dengan-Nya, tidaklah menggelisahkanku kecuali seperti yang menggelisahkan engkau juga, untuk itu aku telah meminjam uang satu dinar, ini untukmu saja, ambillah! Aku dahulukan engkau daripada diriku sendiri!”

Miqdad menerima uang itu dengan gembira, dan Ali berlalu pergi ke Masjid untuk shalat zhuhur karena waktunya hampir menjelang. Ia tetap tinggal di masjid hingga shalat ashar dan maghrib. Usai shalat mangrib, tiba-tiba Nabi SAW menghampirinya dan berkata,
“Wahai Abul Hasan, apakah kamu punya makanan untuk kita makan malam?”

Pada masa Nabi SAW, beliau lebih sering mengerjakan shalat jamaah isya’ pada akhir waktu, yakni menjelang tengah malam. Karena itu setelah shalat magrib biasanya para sahabat pulang dahulu. Ali tersentak kaget mendengar pertanyaan beliau, ia tidak bisa berkata apa-apa karena malu kepada Nabi SAW. Karena ia diam saja, beliau bersabda lagi,
“Jika kamu berkata ‘tidak’ maka aku akan pergi. Jika engkau berkata ‘ya’ maka aku akan pergi bersamamu!!”
“Baiklah, ya Rasulullah, marilah ke rumah saya!”

Mereka berjalan beriringan ke rumah Ali, dan Fathimah langsung menyambut ketika mengetahui kedatangan Rasulullah SAW, dan mengucap salam. Beliau menjawab salam putri tercintanya itu sambil mengusap kepalanya, kemudian bersabda,
“Bagaimana engkau malam ini? Sudah siapkah makan malam untuk kita? Semoga Allah mengampunimu, dan Dia telah melakukannya!”

Fathimah mengambil mangkuk besar berisi makanan, yang beberapa waktu sebelumnya tiba-tiba saja telah berada di rumahnya tanpa tahu siapa yang membawakannya. Ali mencium aroma makanan yang sangat lezat, yang belum pernah rasanya ia menemukan makanan seperti itu. Ia memandang tajam kepada istrinya, sebuah pertanyaan keras dan kemarahan bercampur dalam pandangannya itu. Fathimah berkata,
“Subkhanallah, alangkah tajamnya pandanganmu! Apakah aku telah berbuat kesalahan sehingga engkau tampak begitu murka?”
Ali berkata,
“Apakah ada dosa yang lebih besar daripada yang engkau perbuat hari ini? Tadi pada aku menjumpaimu dan engkau bersumpah tidak memiliki makanan apapun, bahkan sudah dua hari lamanya!!”
Fathimah menengadah ke langit sambil berkata,
“Tuhanku Maha Tahu, bahwa aku tidaklah berkata kecuali kebenaran semata!!”

Nabi SAW tersenyum melihat pertengkaran kecil tersebut. Sambil meletakkan tangan di pundak Ali dan mengguncang-guncangkannya, beliau bersabda,
“Wahai Ali, inilah pahala dinarmu, inilah balasan dinarmu. Allah memberi rezeki kepada siapa saja yang dikehendakinya!”

Sesaat kemudian Nabi SAW menangis penuh haru, dan bersabda,
“Segala puji bagi Allah, Dzat yang telah mengeluarkan kalian berdua di dunia ini, yang telah memperjalankan engkau, wahai Ali di jalan (Nabi) Zakaria, dan memperjalankan engkau, wahai Fathimah di jalan Maryam!!”