Cari Artikel

Tampilkan postingan dengan label Hikayah Para Nabi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hikayah Para Nabi. Tampilkan semua postingan

Kesabaran Di Jalan Allah



Di masa nabi-nabi terdahulu, sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW, ada seorang rahib yang menghabiskan waktunya hanya untuk beribadah kepada Allah di biaranya. Begitu gencarnya beribadah sehingga ia mencapai derajad keimanan yang tinggi, beberapa malaikat diijinkan Allah untuk mengunjunginya pagi dan sore hari, untuk menanyakan keperluannya. Tetapi tidak ada yang dimintanya, kecuali sekedar makanan dan minuman untuk bisa membuatnya tetap kuat beribadah. Maka Allah menumbuhkan pohon anggur di biaranya, yang buahnya bisa dipetiknya setiap kali ia membutuhkan. Jika merasa haus, ia cukup menadahkan tangan ke udara, maka akan mengucur air dari udara untuk minumannya.

Tetapi tidak ada keimanan yang sebenarnya, kecuali harus mengalami pengujian. Allah telah berfirman dalam Al Qur’an Surat Al Ankabut ayat 2 dan 3,
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami (Allah) telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”

Begitu juga yang terjadi pada sang rahib.
Pada suatu malam datang seorang wanita sangat cantik, berseru di depan biaranya,
“Wahai pendeta, saya mohon pertolonganmu. Demi Tuhan yang engkau sembah, berilah aku tempat bermalam karena rumahku sangat jauh…!!”

Sebagai seseorang yang berakhlak mulia, segera saja sang rahib berkata,
“Naiklah, silahkan bermalam di tempat ini!!”

Wanita itu masuk ke dalam biara. Mungkin memang dikehendaki Allah untuk menjadi ‘batu ujian’ bagi sang rahib, tiba-tiba ia merasakan cinta dan suka kepada sang rahib yang tampak sangat sederhana tetapi menenangkan itu, perasaan gairah yang menggelora seakan tidak tertahankan. Untuk menarik perhatian dan membangkitkan nafsu sang rahib, wanita itu melepaskan semua pakaiannya, kemudian berlenggak-lenggok di depannya.
Sang rahib segera menutup matanya dengan kedua tangannya, dan berkata, “Kenakanlah kembali pakaianmu, janganlah telanjang!!” 
Wanita itu berkata,
“Saya sangat ingin bersenang-senang denganmu malam ini!!” 

Bagaimanapun juga sang rahib itu masih lelaki yang normal. Nafsunya terbangkitkan ketika sepintas melihat keindahan tubuh dan mendengar keinginan wanita itu, karena itu terjadi perdebatan di dalam dirinya, antara akal sehat (kalbu)-nya dan nafsunya. Dan dengan kehendak Allah, wanita itu bisa ‘mendengarkan’ perdebatan tersebut.
Akal sehatnya berkata, “Bertaqwalah kepada Allah!!”
Sang nafsu berkata,
“Ini kesempatan emas, kapan lagi engkau bisa bersenang-senang dengan seorang wanita yang secantik ini!!”
Akal sehatnya berkata,
“Celaka dirimu, engkau akan menghilangkan ibadahku, dan akan merasakan kepadaku pakaian aspal dari neraka. Aku khawatirkan atasmu siksaan api neraka yang takkan pernah padam, siksaan yang tidak pernah terhenti, bahkan lebih berat dari semua itu, aku sangat takut akan kemurkaan Allah, dan kehilangan keridhaan-Nya…!!”

Tetapi sang nafsu terus saja merayunya untuk mau melayani keinginan wanita cantik itu. Ia terus merengek-rengek seperti anak kecil yang minta dibelikan es oleh ibunya. Akal sehatnya hampir tak mampu lagi mencegah rengekan sang nafsu itu. Maka sang rahib, yakni akal sehatnya, berkata kepada nafsunya,
“Kini engkau semakin kuat saja, baiklah kalau begitu!! Aku akan mencoba dirimu dengan api yang kecil, jika engkau memang kuat menahannya, aku akan memenuhi keinginanmu memuaskan dirimu dengan wanita cantik ini!!”

Lalu sang rahib mengisikan minyak pada lampunya, dan membesarkan nyalanya. Sementara itu sang wanita cantik, yang bisa ‘mengikuti’ percakapan dalam diri sang rahib tampak was-was dan khawatir. Benar saja yang dikhawatirkan, sang rahib memasukkan jari-jari tangannya ke dalam api. Pertama ibu jarinya terbakar, kemudian telunjuk, menyusul kemudian jari jemarinya yang lain. Melihat pemandangan yang mengerikan itu, sang wanita tak kuat menahan perasaannya. Antara tidak tega dan mungkin ketakutan akan siksa neraka sebagaimana digambarkan oleh akal sehat sang rahib, kemudian ia menjerit keras sekali, begitu kerasnya hingga jantungnya berhenti berdetak dan ia meninggal seketika.

Begitu melihat wanita itu mati, nafsunya segera saja padam. Sang rahib menutupi jenazah wanita itu dengan kain dan ia mematikan lampunya. Tanpa memperdulikan tangannya yang sakit akibat terbakar, sang rahib meneruskan shalat dan ibadahnya. 

Keesokan harinya, Iblis yang menjelma menjadi salah seorang penduduk kampung itu menyebarkan berita kalau sang rahib telah berzina dan membunuh wanita yang dizinainya. Kabar itu sampai di telinga sang raja, yang segera saja mendatangi sanga rahib beserta pengawal dan bala tentaranya. Sampai di biara, sang raja berkata,
“Wahai rahib, dimanakah Fulanah binti Fulan (yakni wanita cantik itu)?”
Rahib berkata,
“Ia ada di dalam biara!!”
Raja berkata,
“Suruhlah ia keluar!!”
Rahib berkata,
“Ia telah mati!!”
Raja berkata dengan murka,
“Biadab sekali engkau ini, tidak cukup engkau menzinainya, bahkan engkau membunuhnya setelah itu!!”

Maka raja memerintahkan pengawalnya untuk menangkap dan mengikat sang rahib, tanpa mau mendengarkan alasan dan penjelasannya lebih lanjut. Mungkin fitnah yang disebarkan oleh iblis yang merupa sebagai penduduk kampung itu begitu hebatnya, sehingga sang raja tidak lagi mau mendengar penjelasan peristiwa itu dari sisi sang rahib. Mereka membawanya ke alun-alun dimana hukuman biasa dilaksanakan, jenazah wanita itu dibawa serta seolah-olah sebagai saksi atas kejahatan yang dilakukan kepadanya.

Dengan kaki, tangan dan leher terikat, sang algojo meletakkan gergaji di atas kepalanya. Ketika gergaji mulai membelah batok kepalanya, sang rahib sempat mengeluh pelan. Seketika itu Allah memerintahkan Malaikat Jibril turun ke bumi, sambil berfirman,
“Katakan kepada rahib itu, janganlah mengeluh untuk kedua kalinya, karena sesungguhnya Aku melihat semua itu. Katakan juga kepadanya bahwa kesabarannya (sejak ia digoda sang wanita cantik hingga saat itu), telah membuat penduduk langit menangis, begitu juga dengan hamalatul arsy (malaikat penyangga arsy). Demi kemuliaan dan kebesaran-Ku, jika engkau mengeluh sekali lagi, tentulah akan Aku binasakan langit dan Aku longsorkan bumi!!”

Jibril segera turun dan menyampaikan firman Allah tersebut, maka sang rahib menahan dirinya untuk tidak mengeluh, sesakit apapun yang dirasakannya. Ia tidak ingin menjadi penyebab kemurkaan Allah, sehingga alam semesta ini hancur. Mulutnya terus mengucap dzikr dan istighfar hingga akhirnya malaikat maut menjemputnya.

Setelah sang rahib wafat, dan banyak sekali orang yang menghinakan dirinya, Allah berkenan mengembalikan ruh sang wanita itu untuk sesaat. Seketika itu sang wanita bangun, yang membuat orang-orang di sekitarnya, termasuk raja dan para pengawal serta bala tentaranya terkejut dan ketakutan. Wanita itu berkata,
“Demi Allah, rahib itu teraniaya, dia tidak berzina denganku dan tidak pula dia membunuhku….”

Kemudian wanita itu menceritakan secara lengkap peristiwa yang dialaminya, dan ia menutup perkataannya dengan kalimat, “…kalau kalian tidak percaya, periksalah tangannya yang dalam keadaan terbakar!!”

Setelah itu sang wanita meninggal lagi. Mereka segera memeriksa tangan sang rahib, dan benar seperti yang dikatakan wanita tersebut. Mereka menyesal telah bersikap gegabah, sang raja berkata,
“Andaikan kami mengetahui yang sebenarnya, tentulah kami tidak akan menggergaji engkau!!”

Mereka segera merawat dua jenazah tersebut dan menguburkannya dalam satu lubang. Setelah tanah mulai menutupi jenazah keduanya, tercium bau harum kasturi keluar dari lubang kubur tersebut. Kemudian terdengar hatif (suara tanpa wujud), “Allah telah menegakkan mizan (timbangan) dan mempersaksikan kepada para malaikat-Nya : Aku persaksikan kepada kalian semua, bahwa Aku telah mengawinkan mereka dan juga (mengawinkan rahib itu) dengan lima puluh bidadari di surga Firdaus. Demikian itulah balasan bagi orang-orang yang selalu waspada dan bersabar di jalan-Ku!!”

10 Pesan Allah SWT Kepada Nabi Musa AS



Abul-Laits Assamarqandi meriwayatkan kepada sanadnya dari Jabir bin Abdillah ra berkata, Rasulullah SAW bersabda;
"Allah SWT telah memberikan kepada Nabi Musa bin Imran as.
dalam alwaah 10 bab:
1. Wahai Musa jangan menyekutukan aku dengan suatu apa pun bahwa aku telah memutuskan bahwa api neraka akan menyambar muka orang-orang musyrikin.

2. Taatlah kepada-Ku dan kedua orang tuamu niscaya Aku peliharamu dari segala bahaya dan akan Aku panjangkan umurmu dan Aku hidupkan kamu dengan penghidupan yang baik.

3. Jangan sekali-kali membunuh jiwa yang Aku haramkan kecuali dengan hak niscaya akan menjadi sempit bagimu dunia yang luas dan langit dengan semua penjurunya dan akan kembali engkau dengan murka-Ku ke dalam api neraka.

4. Jangan sekali-kali sumpah dengan nama-Ku dalam dusta atau durhaka sebab Aku tidak akan membersihkan orang yang tidak mensucikan Aku dan tidak mengagung-agungkan nama-Ku.

5. Jangan hasad dengki dan iri hati terhadap apa yang Aku berikan kepada orang-orang, sebab penghasut itu musuh nikmat-Ku, menolak kehendak-Ku, membenci kepada pembahagian yang Aku berikan kepada hamba-hamba-Ku dan siapa yang tidak meninggalkan perbuatan tersebut, maka bukan daripada-Ku.

6. Jangan menjadi saksi terhadap apa yang tidak engkau ketahui dengan benar-benar dan engkau ingati dengan akalmu dan perasaanmu sebab Aku menuntut saksi-saksi itu dengan teliti atas persaksian mereka.

7. Jangan mencuri dan jangan berzina isteri@ tetanggamu sebab niscaya Aku tutup wajah-Ku darimu dan Aku tutup pintu-pintu langit darinya.

8. Jangan menyembelih korban untuk selain dari-Ku sebab Aku tidak menerima korban kecuali yang disebut nama-Ku dan ikhlas untuk-Ku.

9. Cintailah terhadap sesama manusia sebagaimana yang engkau suka terhadap dirimu sendiri.

10. Jadikan hari Sabtu itu hari untuk beribadat kepada-Ku dan hiburkan anak keluargamu."

Kemudian Rasulullah S.A.W bersabda lagi:
"Sesungguhnya Allah SWT menjadikan hari Sabtu itu hari raya untuk Nabi Musa as dan Allah SWT memilih hari Jum'at sebagai hari raya untukku."

Mayat Bangkit Dari Kubur


Jika Nauf bisa menghidupkan kuda milik Birdlaun milik Raja Faris atas izin Allah, maka Nabi Isa bisa menghidupkan orang yang sudah mati atas izin Allah juga. Itulah mukjizat yang diberikan Allah kepada hamba-Nya untuk menunjukkan kebesarannya.

Tapi dasar orang kafir, walaupun Nabi Isa bisa menunjukkan mukjizat menghidupkan orang yang sudah mati, mereka masih menyangkalnya. "Sesungguhnya engkau hanya dapat menghidupkan mayat yang baru yang ada kemungkinan memang belum mati benar. Coba kau hidupkan mayat-mayat terdahulu jika kau bisa." Ujar mereka.
Merasa ditantang kaumnya, Nabi Isa lalu berkata;
"Silakan pilih mayat sekehendakmu," jawabnya.
"Coba hidupkan Sam dan Nuh," kata mereka.

Kemudian Nabi Isa pergi ke makam Sam dan Nuh. Setelah shalat di atas kuburnya, Isa berdoa kepada Allah meminta Allah menghidupkan mayat itu. Atas kekuasaan Allah kedua mayat yang sudah lama meninggal itu bangkit kembali dari kuburnya. Rambut di kepala dan jenggotnya sudah memutih.

Begitu melihat keduanya hidup kembali, Isa bertanya,
"Mengapa rambutmu sudah memutih semacam itu?"
Keduanya lalu menjawab bahwa mendengar panggilan Isa, ia mengira hari kiamat sudah tiba.
"Berapa lama kau sudah meninggal?" tanya Isa.
"Empat ribu tahun, tetapi sampai sekarang belum hilang rasa sakit sakaratul maut." Jawabnya.

Melihat mukjizat Allah, berimanlah semula orang-orang yang kafir itu.

Mabuk Daĺam Cinta Terhadap Allah SWT



Dikisahkan dalam sebuah kitab karangan Imam Al-Ghazali bahwa pada suatu hari Nabi Isa as berjalan di hadapan seorang pemuda yang sedang menyiram air di kebun. Bila pemuda yang sedang menyiram air itu melihat kepada Nabi Isa a.s berada di hadapannya maka dia pun berkata,
"Wahai Nabi Isa a.s, kamu mintalah dari Tuhanmu agar Dia memberi kepadaku seberat Jarrah cintaku kepada-Nya."
Berkata Nabi Isa a.s,
"Wahai saudaraku, kamu tidak akan terdaya untuk seberat Jarrah itu."
Berkata pemuda itu lagi,
"Wahai Isa a.s, kalau aku tidak terdaya untuk satu Jarrah, maka kamu mintalah untukku setengah berat Jarrah."

Oleh kerana keinginan pemuda itu untuk mendapatkan kecintaannya kepada Allah, maka Nabi Isa a.s pun berdoa,
"Ya Tuhanku, berikanlah dia setengah berat Jarrah cintanya kepada-Mu."

Setelah Nabi Isa a.s berdoa maka beliau pun berlalu dari situ.

Selang beberapa lama Nabi Isa a.s datang lagi ke tempat pemuda yang memintanya berdoa, tetapi Nabi Isa a.s tidak dapat berjumpa dengan pemuda itu. Maka Nabi Isa a.s pun bertanya kepada orang yang lalu-lalang di tempat tersebut, dan berkata kepada salah seorang yang berada di situ bahwa pemuda itu telah gila dan kini berada di atas gunung.

Setelah Nabi Isa a.s mendengat penjelasan orang-orang itu maka beliau pun berdoa kepada Allah S.W.T,
"Wahai Tuhanku, tunjukkanlah kepadaku tentang pemuda itu."
Selesai Nabi Isa a.s berdoa maka beliau pun dapat melihat pemuda itu yang berada di antara gunung-ganang dan sedang duduk di atas sebuah batu besar, matanya memandang ke langit.

Nabi Isa a.s pun menghampiri pemuda itu dengan memberi salam, tetapi pemuda itu tidak menjawab salam Nabi Isa a.s, lalu Nabi Isa berkata,
"Aku ini Isa a.s."

Kemudian Allah S.W.T menurunkan wahyu yang berbunyi,
"Wahai Isa, bagaimana dia dapat mendengar perbicaraan manusia, sebab dalam hatinya itu terdapat kadar setengah berat Jarrah cintanya kepada-Ku. Demi Keagungan dan Keluhuran-Ku, kalau engkau memotongnya dengan gergaji sekalipun tentu dia tidak mengetahuinya."

Barangsiapa yang mengakui tiga perkara tetapi tidak menyucikan diri dari tiga perkara yang lain maka dia adalah orang yang tertipu.

1. Orang yang mengaku kemanisan berzikir kepada Allah, tetapi dia mencintai dunia.
2. Orang yang mengaku cinta ikhlas di dalam beramal, tetapi dia ingin mendapat sanjungan dari manusia.
3. Orang yang mengaku cinta kepada Tuhan yang menciptakannya, tetapi tidak berani merendahkan dirinya.

Rasulullah S.A.W telah bersabda,
"Akan datang waktunya umatku akan mencintai lima lupa kepada yang lima :
1. Mereka cinta kepada dunia. Tetapi mereka lupa kepada akhirat.
2. Mereka cinta kepada harta benda. Tetapi mereka lupa kepada hisab.
3. Mereka cinta kepada makhluk. Tetapi mereka lupa kepada al-Khaliq.
4. Mereka cinta kepada dosa. Tetapi mereka lupa untuk bertaubat.
5. Mereka cinta kepada gedung-gedung mewah. Tetapi mereka lupa kepada kubur."

Terbunuhnya Nabi Yahya AS



Nabi Yahya AS terbunuh pada hari selasa, ada pun sebabnya sebagai berikut;
Tersebutlah pada bangsa Israel, ada seorang raja mempunyai istri yang telah mempunyai putri dari lelaki lain. Istrinya ini ingin mengawinkan putrinya itu kepada sang raja (suaminya). Sebab ia takut sang raja kawin lagi dengan perempuan lain. Kemudian untuk merealisasi keinginannya itu, ia mengadakan pesta perayaan.
Nabi Yahya AS turut di undang menghadirinya.

Pada saat itulah ia mengutarakan maksudnya kepada Nabi Yahya AS, meminta kepada Beliau agar keinginannya itu diizinkan. Namun Nabi Yahya AS tidak meluluskan permintaan perempuan itu. Beliau berkata;
"Ini adalah haram menurut ajaran Islam!"

Kemudian Nabi yahya AS meninggalkan perempuan itu, yang menjadi marah bukan kepalang. Ia lalu mencari daya upaya untuk mencelakakan Nabi Yahya AS.

Lantas ia memberi suaminya minuman yang memabukkan. Setelah dilihatnya suaminya mabuk, lalu ia menghiasi putrinya dengan sebagus- bagusnya, kemudian diperlihatkanny a kepada suaminya, seraya berkata;
"Bahwasanya Yahya melarang aku mengawinkannya denganmu!"
Lalu raja itu mengundang Nabi Yahya AS, lantas ditanyainya;
"Bagaimana pendapatmu tentang hal ini?"
Nabi Yahya AS menjawab;
"Itu haram!"

Kemudian raja itu memerintahkan agar Nabi Yahya AS dibunuh. Maka mereka menyembelih Nabi Yahya AS ibarat menyembelih kambing, sehingga para malaikat di langit menjadi gempar.
Para malaikat itu berkata;
"Ilaahii, apakah gerangan dosa yang telah di kerjakan Yahya, sehingga mereka membunuhnya?"
Allah SWT berfirman;
"Yahya tidak berdosa, juga tidak bermaksud membuat dosa sedikitpun. Tetapi ia mencintai Aku, maka Aku pun mencintainya. Maka dalam percintaan itu haruslah ada pembunuhan"

Kisah Dari Kitab Allah Yang Dahulu



Suatu ketika Rasulullah SAW telah ditanya tentang suhuf yang diturunkan kepada suhuf Nabi Allah Musa as.
Rasulullah SAW bersabda, "Sebahagian dari kandungan suhuf Nabi Musa as;
1. Aku heran pada orang yang telah meyakini akan datangnya kematian (yakin dirinya akan mati dan ditanya tentang amalannya), tetapi mengapa mereka merasa bahagia dan gembira di dunia (tidak membuat persediaan).
2. Aku heran kepada orang yang telah meyakini akan adanya qadar (ketentuan) Allah, tetapi mengapa mereka marah-marah (bila sesuatu musibah menimpa dirinya).
3. Aku heran pada orang yang telah meyakini akan adanya hisab (hari pengiraan amal baik dan buruk), tetapi mengapa mereka tidak berbuat kebaikan?"

Rasulullah SAW ditanya pula tentang sebahagian dari kitab Taurat, Nabi bersabda,
"Antara kandungannya ialah:
1. Wahai anak Adam, janganlah kau merasa khuatir akan kekuasaan (pangkat), selagi kekuasaanKu kekal abadi yaitu tidak akan hilang selamanya. 
2. Wahai anak Adam, sesungguhnya Kami menciptakan kamu adalah untuk beribadah kepadaKu, maka dari itu janganlah kamu menyia-nyiakan (menghabiskan masamu untuk berhibur saja). 
3. Wahai anak Adam, Kami tidak mengira akan amalanmu yang akan dilakukan esok, oleh itu janganlah kamu cemas akan rezekimu untuk esok. 
4. Wahai anak Adam, sesungguhnya bagi kamu ada kewajipan dan ketentuan rezeki,  sekalipun kamu mengabaikan kewajibanmu terhadapKu, namun Aku tidak akan mengabaikan rezeki yang telah ditentukan untukmu. 
5. Wahai anak Adam, sesungguhnya jika kamu ridha pada apa-apa yang telah aku berikan kepadamu, maka kamu akan merasakan bahagia zahir dan batin. Tetapi jika kamu tidak ridha dengan apa-apa yang telah Aku berikan itu, maka kamu akan dikuasai oleh dunia sehingga kamu akan melompat-lompat dan melenting kepanasan di padang pasir yang panas. Demi Keagungan dan KemuliaanKu, ketika itu pun kau tidak akan memperolehi apa-apa selain yang telah aku tetapkan, malahan engkau termasuk di dalam golongan orang yang tercela di sisiKu.? 

Permohonan Si Miskin Dan Si Kaya



Nabi Musa AS memiliki ummat yang jumlahnya sangat banyak dan umur mereka panjang-panjang. Mereka ada yang kaya dan juga ada yang miskin.
Suatu hari ada seorang yang miskin datang menghadap Nabi Musa AS. Ia begitu miskinnya pakaiannya compang-camping dan sangat lusuh berdebu. Si miskin itu kemudian berkata kepada Baginda Musa AS,
"Ya Nabiullah, Kalamullah, tolong sampaikan kepada Allah SWT permohonanku ini agar Allah SWT menjadikan aku orang yang kaya."
 Nabi Musa AS tersenyum dan berkata kepada orang itu, "Saudaraku, banyak-banyaklah kamu bersyukur kepada Allah SWT."
Si miskin itu agak terkejut dan kesal, lalu ia berkata,
"Bagaimana aku mau banyak bersyukur, aku makan pun jarang, dan pakaian yang aku gunakan pun hanya satu lembar ini saja!"

Akhirnya si miskin itu pulang tanpa mendapatkan apa yang diinginkannya.

Beberapa waktu kemudian seorang kaya datang menghadap Nabi Musa AS. Orang tersebut bersih badannya juga rapi pakaiannya. Ia berkata kepada Nabi Musa AS,
"Wahai Nabiullah, tolong sampaikan kepada Allah SWT permohonanku ini agar dijadikannya aku ini seorang yang miskin, terkadang aku merasa terganggu dengan hartaku itu. Nabi Musa AS pun tersenyum, lalu ia berkata,
"Wahai saudaraku, janganlah kamu bersyukur kepada Allah SWT."
"Ya Nabiullah, bagaimana aku tidak bersyukur kepada Alah SWT?. Allah SWT telah memberiku mata yang dengannya aku dapat melihat. Telinga yang dengannya aku dapat mendengar. Allah SWT telah memberiku tangan yang dengannya aku dapat bekerja dan telah memberiku kaki yang dengannya aku dapat berjalan, bagaimana mungkin aku tidak mensyukurinya", jawab si kaya itu.

Akhirnya si kaya itu pun pulang ke rumahnya. Kemudian terjadi adalah si kaya itu semakin Allah SWT tambah kekayaannya karena ia selalu bersyukur. Dan si miskin menjadi bertambah miskin. Allah SWT mengambil semua kenikmatan-Nya sehingga si miskin itu tidak memiliki selembar pakaianpun yang melekat di tubuhnya. Ini semua karena ia tidak mau bersyukur kepada Allah SWT.

Nabi Idris AS Dan Pedoman Hidup



Nabi Idris as adalah keturunan keenam Nabi Adam, putera dari Yazid bin Mihla'iel bin Qoinan bin Anusy bin Syith bin Adam as dan dia adalah keturunan pertama yang dikurniakan kenabian setelah Adam dan Syith.

Nabi Idris as mengikut sementara riwayat bermukim di Mesir, di mana ia berdakwah untuk agama Allah mengajarkan tauhid dan beribadah menyembah Allah serta memberi beberapa pedoman hidup bagi pengikut-pengikut agar menyelamatkan diri dari siksaan di akhirat dan kehancuran serta kebinasaan di dunia. Ia hidup sampai berusia 82 tahun.

Di antara beberapa nasihat dan kata-kata mutiaranya ialah;
1. Kesabaran yang disertai iman kepada Allah memebawa kemenangan. 
2. Orang yang bahagia adalah orang yang merendah diri dan mengharapkan syafaat dari Tuhannya dengan amal-amal shalehnya. 
3. Bila kamu memohon sesuatu dari Allah dan berdoa, maka ikhlaskanlah niatmu. 
Demikian pula puasa dan sembahnyangmu. 
4. Janganlah bersumpah dengan keadaan kamu berdusta dan janganlah menuntut sumpah dari orang yang berdusta agar kamu tidak menyekutui mereka dalam dosa. 
5. Bertaatlah kepada raja-rajamu dan tunduklah kepada pembesar-pembesarmu serta
penuhilah selalu mulut-mulutmu dengan ucapan syukur dan puji kepada Allah. 
6. Janganlah mengiri orang yang mujur nasibnya kerana mereka tidak akan banyak dan lama menikmati kemujuran nasibnya. 
7. Barangsiapa melampaui kesederhanaan, tidak suatupun akan memuaskannya. 
8. Tanpa membahagi-bahagikan nikmat yang diperolehi, seseorang tidak dapat bersyukur kepada Allah atau nikmat-nikmat yang diperolehinya itu.

Rela Dimasukkan Ke Dalam Neraka



Nabi Musa AS suatu hari sedang berjalan-jalan melihat keadaan ummatnya. Nabi Musa AS melihat seseorang sedang beribadah. Umur orang itu lebih dari 500 tahun. Orang itu adalah seorang yang ahli ibadah. Nabi Musa AS kemudian menyapa dan mendekatinya. Setelah berbicara sejenak ahli ibadah itu bertanya kepada Nabi Musa AS, Wahai Musa AS aku telah beribadah kepada Allah SWT selama 350 tahun tanpa melakukan perbuatan dosa. Di manakah Allah SWT akan meletakkanku di Sorga-Nya?. Tolong sampaikan pertanyaanku ini kepada Allah.

Nabi Musa AS mengabulkan permintaan orang itu. Nabi Musa AS kemudian bermunajat memohon kepada Allah SWT agar Allah SWT memberitahukan kepadanya di mana ummatnya ini akan ditempatkan di akhirat kelak. Allah SWT berfirman,
"Wahai Musa (AS) sampaikanlah kepadanya bahwa Aku akan meletakkannya di dasar Neraka-Ku yang paling dalam."
Nabi Musa AS kemudian mengabarkan kepada orang tersebut apa yang telah difirmankan Allah SWT kepadanya. Ahli ibadah itu terkejut.

Dengan perasaan sedih ia beranjak dari hadapan Nabi Musa AS. Malamnya ahli ibadah itu terus berfikir mengenai keadaan dirinya. Ia juga mulai terfikir bagai mana dengan keadaan saudara-saudaranya, temannya, dan orang lain yang mereka baru beribadah selama 200 tahun, 300 tahun, dan mereka yang belum beribadah sebanyak dirinya, di mana lagi tempat mereka kelak di akhirat.

Keesokan harinya ia menjumpai Nabi Musa AS   kembali. Ia kemudian berkata kepada Nabi Musa AS,
"Wahai Musa AS, aku rela Allah SWT memasukkan aku ke dalam Neraka-Nya, akan tetapi aku meminta satu permohonan.
Aku mohon agar setelah tubuhku ini dimasukkan ke dalam Neraka maka jadikanlah tubuhku ini sebesar-besarnya sehingga seluruh pintu Neraka tertutup oleh tubuhku jadi tidak akan ada seorang pun akan masuk ke dalamnya."
Nabi Musa AS menyampaikan permohonan orang itu kepada Allah SWT.

Setelah mendengar apa yang disampaikan oleh Nabi Musa AS maka Allah SWT berfirman,
"Wahai Musa (AS) sampaikanlah kepada ummatmu itu bahwa sekarang Aku akan menempatkannya di Surga-Ku yang paling tinggi".

Nabi Ilyas AS Dan Malaikat Izrail



Ketika sedang beristirahat datanglah malaikat kepada Nabi Ilyas AS.
Malaikat itu datang untuk menjemput ruhnya. Mendengar berita itu, Ilyas menjadi sedih dan menangis.
"Mengapa engkau bersedih?" tanya malaikat maut.
"Tidak tahulah." Jawab Ilyas.
"Apakah engkau bersedih kerana akan meninggalkan dunia dan takut menghadapi maut?" tanya malaikat.
"Tidak. Tiada sesuatu yang aku sesali kecuali kerana aku menyesal tidak boleh lagi berzikir kepada Allah, sementara yang masih hidup boleh terus berdzikir memuji Allah," jawab Ilyas.

Saat itu Allah lantas menurunkan wahyu kepada malaikat agar menunda pencabutan nyawa itu dan memberi kesempatan kepada Nabi Ilyas berzikir sesuai dengan permintaannya.
Nabi Ilyas ingin terus hdup semata-mata kerana ingin berzikir kepada Allah. Maka berzikirlah Nabi Ilyas sepanjang hidupnya.

"Biarlah dia hidup di taman untuk berbisik dan mengadu serta berzikir kepada-Ku sampai akhir nanti." Firman Allah.

Nabi Khidir Dengan Ali Bin Abi Thalib



Pada waktu sahabat Ali ra sedang melakukan thawaf, tiba-tiba dia melihat seorang laki-laki bergantung pada kelambu Ka’bah sambil berdo’a,
”Ya Tuhan, yang tidak direpotkan oleh sebutan-sebutan, yang elok dan tidak disilapkan oleh permintaan-permintaan yang banyak dan tidak disibukkan oleh pengaduan-pengaduan yang bertubi-tubi, bolehlah aku mencicipi dinginnya ampunan-Mu dan manisnya rahmat-Mu”.

Ali ra pun memanggil dan berkata,
”Wahai hamba Allah, ulangilah perkataanmu itu”.
Kata orang itu,
”Apakah Anda mendengarkanku?”.
Ali pun menjawab,
"Ya”.
Lalu orang itu berkata lagi,
”Demi Khidir yang jiwanya berada didalam genggaman-Nya, siapa-siapa orang yang mengucapkan do’a itu pada setiap selesai shalat fardhu maka pasti ia akan mendapatkan ampunan dosa-dosanya dari Allah, sekalipun dosa-dosanya itu laksana bilangan pasir dan seperti butir-butir air hujan atau bagaikan banyaknya daun-daun pepohonan”.

(Riwayat Al Khathib dalam tarikh Baghdad dari Sufyan Ats-Tsauri, dari Abdullah bin Mhraz, dari Yazid bin Ashamm dari Ali bin Abi Thalib)

Nabi Khidir Dengan Umar Bin Khaththab RA



Pada waktu Umar akan menshalati jenazah, tiba-tiba terdengar suara berbisik dari belakang,
”tunggu saya, wahai Umar...”.
Maka Umar menunggu dia hingga dia masuk ke dalam shaf dan Umar pun mulai bertakbir.

Setelah shalat, Umar mendo’akan jenazah tersebut,
”Ya Allah, Jika Engkau mengadzabnya berarti dia durhaka kepada-Mu, tapi jika Engkau mengampuni dia, maka sesungguhnya dia sangat membutuhkan rahmat-Mu, Ya Allah”.

Setelah jenazah dimakamkan, seorang laki-laki memperbaiki tanah kuburannya sambil berkata,
”Beruntunglah kamu, wahai penghuni kubur jika kamu tidak menjadi orang yang mengaku, menyimpan atau menentukan”.

Umar kemudian menyuruh untuk memanggilkan orang tersebut,
”bawalah orang itu kemari, akan kutanyakan tentang shalatnya dan pembicaraannya itu”.

Maka seorang lelaki pergi mencarinya, tetapi orang itu sudah tidak ada, kecuali hanya bekas telapak kakinya di tanah yang besarnya kira-kira satu hasta.
Lalu Umar berkata lagi,
”Demi Allah, dia itu Khidir yang pernah diceritakan oleh Rasulullah kepadaku”.
(Riwayat Muhammad bin Munkadir)

Nabi Khidir Dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq RA



Pada waktu wafatnya Rasulullah SAW, ketika di tengah-tengah kesedihan para sahabat yang menangis mengelilingi jenazah beliau, tiba-tiba ada seorang laki-laki berjenggot lebat dan bertubuh tegap masuk ke dalam majelis takziah, lalu ia menundukkan kepalanya sambil mencucurkan air mata.
Kemudian segera ia menemui para sahabat Nabi dan berkata,
“Sesungguhnya Allah telah menyediakan balasan pada setiap musibah, pengganti pada setiap yang hilang dan khalifah pada setiap yang tiada. Maka kembalikanlah segalanya kepada Allah dan berharaplah kepada-Nya. Allah telah mempersiapkan segalanya untuk kalian dan ketahuilah bahwasanya yang ditimpa musibah adalah orang yang tidak terpaksa”.
Lalu orang itu pergi.
Para sahabat saling bertanya siapakah gerangan orang tersebut, tetapi Abu Bakar segera menjawab,
“Dia adalah Khidir, saudara Rasulullah saw”.

(Riwayat Baihaqi dari Anas bin Malik)

Nabi Khidir Dengan Rasulullah SAW




Ketika Rasulullah SAW sedang berada didalam masjid, beliau mendengar orang berdoa;
”Ya Allah, tolonglah aku atas apa yang bisa menyelamatkan aku dari apa yang paling kutakuti”.
Lalu Rasulullah bersabda, ”Mengapa orang itu tidak menyertakan pasangan doa’nya yang seperti ini, Ya Allah berilah kepadaku kerinduan orang-orang shalih yang paling mereka rindukan”.

Kemudian Rasulullah SAW menyuruh sahabatnya Anas untuk menyampaikan pasangan do’a tersebut kepada orang yang sedang berdo’a tadi.
Setelah Anas menyampaikan kepada orang tersebut perihal pasangan do’a dari Rasulullah SAW, maka orang itu berkata,
”Ya Anas, katakan kepada Rasulullah SAW bahwa Allah telah memberi kelebihan karunia kepadanya diatas para nabi seperti kelebihan kepada ummatnya di atas ummat para nabi lain, seperti kelebihan bulan Ramadhan atas bulan-bulan lainnya dan memberi kelebihan hari Jum’at atas hari-hari yang lain.

Anas terperanjat pada saat lelaki itu menoleh ke arah Anas, karena yang nampak adalah Khidir as.
Lalu orang itu berdo’a,
”Ya Allah, jadikanlah aku termasuk golongan ummat yang dimuliakan ini”.

(Riwayat Ibnu Addi dalam Al-Kamil, Thabrani dalam Al Ausath, Ibnu Askir dalam Tarikh Damsyq dan Ibnu Abiddunya dari Anas. Riwayat Hakim dalam Al Mustadrak)

Nabi Khidir Dan Raja Yang Sombong



Dahulu kala sebelum Ibrahim bin Adham menjadi ulama sufi yang terkenal, beliau adalah seorang raja yang sangat luas kekuasaannya dan hingga tiba pertemuannya dengan Nabi Khidir as mendengarkan keluh kesah rakyatnya.
Namun, pada hari itu, lain dari biasanya karena para menteri dan rakyat melihat perubahan yang terjadi secara tiba-tiba pada diri raja mereka.
Perubahan terjadi karena ada seseorang yang misterius masuk ke pertemuan tersebut. Wajahnya begitu menakutkan sehingga tak ada seorang pun yang berani menegur dan menanyakan keperluannya
Kejadiannya begitu cepat dan tak ada yang berani mencegahnya untuk masuk pertemuan negara tersebut.

Lelaki misterius tersebut kemudian langsung menghadap Raja Ibrahim bin Adham.
"Apakah yang engkau inginkan?" tanya Ibrahim.
"Aku baru saja sampai, berilah istirahat sejenak," jawab lelaki misterius itu.
"Wahai orang asing, ini bukanlah tempat persinggahan kafilah. Ini istanaku. Perilakumu itu seperti orang gila saja," cerca Ibrahim dengan nada tinggi.
Akan tetapi lelaki misterius itu tak mau tinggal diam. Ia malah balik bertanya,
"Siapa pemilik istana ini sebelum engkau?"
"Ayahku," jawab Ibrahim.
"Sebelum ayahmu?" tanya lelaki misterius itu lagi.
"Kakekku," jawab Ibrahim kesal.
"Sebelum kakekmu siapa pemiliknya?" tanya lelaki misterius itu.
"Ini warisan dari keluarga kakekku," jawab Ibrahim dengan nada emosi.
"Kemanakah mereka sekarang ini?" tanya lelaki misterius yang tak menunjukkan rasa takut sama sekali.
"Mereka telah meninggal dunia," jawab Ibrahim.
"Jika demikian, tidakkah ini sebuah persinggahan yang diduduki oleh seseorang kemudian ditinggalkannya dan diganti oleh yang lain pula?" jelas lelaki misterius tersebut.

Mendengar penjelasan tersebut, Ibrahim bin Adham tersentak kaget.
Namun sebelum Ibrahim sempat menjawab, lelaki misterius itu mundur ke belakang dan tiba-tiba saja gaib menghilang di tengah kerumunan orang-orang.
Ibrahim tak menyadari bahwa lelaki misterius tersebut adalah Nabi Khidir as karena pada pertemuan selanjutnya Nabi Khidir as mengakuinya.

Sumber; kitab Tazkirat Al Aulia.
karya; Syeikh Farid Ad Din Attar.

Kisah Nabi Shaleh AS Dan Unta



Nabi Salleh as sadar akan tantangan kaumnya yang menuntut bukti darinya berupa mukjizat itu, adalah bertujuan untuk menghilangkan pengaruhnya dan mengikis habis kewibawaannya di mata kaumnya terutama para pengikutnya. Bila ia gagal memenuhi tuntutan tersebut, Nabi Salleh membalas tantangan mereka dengan menuntut janji dari mereka, bila ia berhasil mendatangkan mukjizat yang mereka minta, bahawa mereka akan meninggalkan agama dan penyembahan mereka dan akan mengikut Nabi Salleh dan beriman kepadanya.

Sesuai dengan permintaan dan petunjuk pemuka-pemuka kaum Tsamud, berdo'alah Nabi Salleh as memohon kepada Allah agar memberikan suatu mukjizat kebenearan risalahnya dan sekaligus mematahkan perlawanan dan tantangan kaumnya yang masih degil itu. Ia memohon keada Allah dengan kekuasasan-Nya menciptakan seekor unta betina, dikeluarkannya dari perut sebuah batu karang besar yang terdapat di sisi sebuah bukit yang mereka tunjuk.

Maka sejurus kemudian, dengan izin Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Pencipta, terbelahlah batu karang yang ditunjuk itu dan keluar dari perutnya seekor unta betina. Dengan menunjuk kepada binatang yang baru keluar dari perut batu karang.
"Inilah dia unta Allah, janganlah kamu ganggu dan biarkan giliran untuk mendapatkan air minum bagimu dan bagi ternakanmu juga, dan ketahuilah bahwa Allah akan menurunkan azab-Nya bila kamu sampai mengganggu binatang ini."

Maka bekeliaranlah sang unta di ladang-ladang memakan rumput sesauka hatinya tanpa mendapat gangguan. Dan disaat giliran minumnya tiba, pergilah unta itu ke sebuah perigi dan minumlah sepuas hatinya. Dan pada hari-hari giliran unta Nabi Salleh as datang minum, tiada seekor binatang lain menghampirinya, hal itu menimbulkan rasa tidak senang pada pemilik-pemilik binatang-binatang itu yang makin hari makin merasa bahwa adanya unta Nabi Salleh di tengah-tengah mereka itu merupakan gangguan. Laksana duri yang melintang di dalam kerongkong.

Dengan berhasilnya Nabi Salleh as mendatangkan mukjizat yang mereka tuntut, gagallah pemuka kaum Tsamud dalam usahanya menjatuhkan kehormatan dan menghilangkan pengaruh Nabi Salleh, bahkan sebaliknya telah menambah tebal kepercayaan para pengikutnya dan menghilangkan keraguan dari kaumnya.
Maka dihasutlah oleh mereka pemilik-pemilik ternak yang merasa jengkel dan tidak senang dengan adanya unta Nabi Salleh yang merajalela di ladang dan kebun-kebun mereka serta ditakuti oleh binatang-binatang peliharaannya.
"Barangsiapa tidak mau mengikuti jejak sunnahku, maka ia bukan termasuk dalam golonganku." Hadits Riwayat Muslim

Pertemuan Dajjal Vs Khidir


Pertemuan dan persaksian:
Disebutkan dalam beberapa riwayat tentang pertemuan Khidir as dan Dajjal di Akhir Zaman. Pada pertemuan itu kemungkinan terbesar ialah, Khidir as akan mengungkap seluruh fitnah dan kebohongan Dajjal sepanjang masa, dia akan bersaksi dan meyakinkan ummat manusia, “inilah Dajjal yang sesungguhnya”, “beginilah kebohongannya”.

Kematian sang syuhada:
Setelah Khidir as bersaksi dihadapan Ummat manusia, dimuka Dajjal. Lalu Dajjal memenggal kepalanya untuk memamerkan kekuatan sekaligus demi merapuhkan keyakinan ummat islam atas persaksiaan Khidir as tersebut.
Setelah Khidir as terpenggal dan tercincang, lalu dengan keahlian sihir nekromansi dan sihir idris/enochianmagic yang dikuasai Dajjal, ia menghidupkan dan membangkitkan kembali Khidir as. Dan Khidir as kembali menentang dan bersaksi atas kedustaan Dajjal, khidir berkata:
"Wahai skalian manusia, dia tidak akan melakukan hal seperti ini terhadap seseorang pun setelahku".

Lantas Dajjal berusaha memenggal Khidir as untuk kedua kalinya, namun atas Izin Allah Dajjal tidak sanggup membunuhnya dengan cara itu, sehingga Dajjal melemparnya.
Di hadis di jelaskan, orang-orang yang menyaksikan kejadian itu mengira dia dilemparkan ke neraka, dan rasulullah pun segera menegaskan:
"padahal ia dilemparkan kesurganya Allah Swt. Derajatnya mulia, dan ia adalah syuhada yang paling agung di sisi Allah Azza Wa Jala"
Setelah kejadian tersebut, barulah sebagian ummat semakin yakin dan segera berbaiat kepada Al-Mahdi as
"Pria ini adalah orang yang derajatnya paling dekat denganku, sekaligus syuhada yang paling agung di mata tuhan semesta alam."
"Ajal Khidir ditunda sampai ia mengingkari Dajjal"

Dua kutipan hadis diatas dari riwayat Abu sa'id al Khudri rah.a, Daraquthni rah.a, juga tertera pada Shahih, mutawatir dan Masyhur Hadis. Ibnu Hajjar rah.a mengomentari hadis diatas, beliau mengatakan pria yang di bunuh dan di hidupkan kembali itu adalah Khidir as.

Rahasia Nabi Khidir Bisa Berumur Panjang



Nabi Khidir adalah seorang nabi yang diyakini memiliki umur paling panjang dan masih hidup hingga kini, ternyata rahasia Nabi Khidir bisa berumur panjang telah banyak digali oleh para ahli berdasarkan beberapa cerita. Namun semua cerita itu merupakan sesuatu yang masih misteri dan kebenarannya masih dipertanyakan. Seperti apakah ceritanya?

Nabi Khidir, Nabi Berumur Panjang yang Hidup Hingga Akhir Zaman.
Ada beberapa fakta yang membuktikan kebenaran Nabi Khidir masih hidup hingga kini yaitu:
1. Syaidina Ali mengaku pernah melihat Nabi Khidir berada di Ka’bah.
2. Salah seorang murid Syeikh Abu Hasan yaitu Al-Murshi mengaku pernah bertemu dengan Nabi Khidir dan bahkan telah bersalaman dengannya. Dia bertanya kepada Nabi Khidir bagaimana keadaan arwah-arwah orang muslim yang telah meninggal dunia, apakah mendapat siksaan atau tidak.
3. Abul Hasan asy-Syadzili mengaku pernah bertemu dengan Nabi Khidir di padang Aidzab.
4. Umar bin Sinan pernah berpapasan dengan Ibrahim al-Khawwash yang menceritakan bahwa dirinya pernah bertemu dengan Nabi Khidir dalam perjalanannya.

Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini? Wallahua’lam hanya Allah yang tahu, namun jika diperhitungkan kira-kira sekitar lebih dari enam ribu tahun.
Ainul Hayat, Inilah Rahasia Nabi Khidir Bisa Berumur Panjang.

Nabi Khidir adalah nabi yang masih hidup hingga kiamat datang, Nabi ini dinamakan Khidir yang berarti hijau karena kedatangannya selalu membawa kehijauan disekitarnya, rumput yang awalnya kering akan menjadi hijau subur jika didatangi Nabi Khidir. Berikut adalah ulasan singkat cerita/legenda rahasia umur panjang Nabi Khidir AS hingga akhir zaman:
Ada seorang raja penguasa wilayah barat dan timur yaitu Raja Iskandar Zulkarnain, raja ini sangat disegani dan ditakuti karena dapat manaklukan berbagai wilayah dari barat hingga timur. Namun meskipun demikian raja ini tidak sombong dan merupakan salah seorang hamba Allah yang taat. Pada tahun 322 SM, Raja Iskandar Zulkarnain mengadakan perjalanan untuk mengelilingi bumi dan ditemani oleh Malaikat Rofi’il. Dalam perjalanannya sang raja bertanya kepada malikat bagimana ibadahnya para penghuni langit dan malaikat pun menjelaskan bahwa para penghuni langit beribadah ada yang bersujud terus hingga akhir zaman dan ada yng bertakbir terus hingga akhir zaman. Mendengar hal itu sang raja ingin seperti para penghuni langit yang bisa beribadah hingga akhir zaman.
Malaikat Rofi’il memberitahu kepada Raja Iskandar Zulkarnain bahwa sesungguhnya Allah telah menciptakan sumber mata air yang suci, jika seseorang meminum air dari mata air itu maka ia akan kekal hingga akhir zaman kecuali jika ingin dimatikan. Namun mata air tersebut berada di bagian belahan bumi yang sangat gelap. Mata air itu bernama Ainul Hayat, inilah mata air rahasia panjang umur dari Nabi Khidir.

Raja Iskandar Zulkarnain kemudian mengumpulkan semua ahli yang ada diseluruh negeri untuk menafsirkan dimana letak tepatnya Ainul Hayat berada dan salah seorang diantaranya mengetahui bahwa letaknya adalah dibagian tempat terbitnya matahari.

Raja Iskandar Zulkarnain beserta rombongannya mencari tempat tersebut dan menemukannya, salah satu diantaranya rombongannya adalah Nabi Khidir yang juga pernah menjabat sebagai perdana menteri. Setelah menemukan tempat Ainul Hayat, sang raja membawa pasukan khusus untuk masuk bersamanya dan dalam pasukan itu Nabi Khidir ikut bersamanya. Mereka menempuh perjalanan selama 18 hari didalam gua itu tanpa melihat sinar matahari sekalipun.

Dalam perjalanan itu Nabi Khidir mendapat wahyu dari Allah bahwa Ainul Hayat terletak di tepi kanan jurang dan hanya diperuntukkan untuknya saja. Setelah menerima wahyu itu, Nabi Khidir kemudian menuju ketempat Ainul Hayat sendirian dan meminumnya tanpa sepengetahuan Raja Iskandar Zulkarnain.

Itulah sekilas cerita singkat tentang mata air Ainul Hayat yang merupakan rahasia Nabi Khidir bisa berumur panjang hingga akhir zaman.

Matahari Pernah Berhenti


Di antara sejarah yang sudah dilupakan oleh kalangan sejarawan dunia, kisah seorang nabi yang shalih, yaitu Nabi Yusya’ bin Nun.

Disebutkan sejarahnya oleh Nabi Muhammad SAW, sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya dan Imam Muslim juga dalam kitab Shahihnya bahwa ketika Nabi Yusya’ hendak melakukan jihad melawan kaum kafir yang menguasai Baitul Maqdis, maka ia memberikan nasihat kepada semua pasukannya. Kemudian beliau pun melakukan perjalanan dalam memerangi kaum kafir. Ketika beliau melihat perang belum usai, sedang matahari hampir tenggelam, maka ia pun memohon kepada Allah agar matahari ditahan. Akhirnya, Allah Azza wa Jalla menahan matahari sampai Nabi Yusya’ menyelesaikan perang dan mengalahkan kaum kafir.

Rasulullah SAW bersabda,

إِنَّ الشَّمْسَ لَمْ تُحْبَسْ لِبَشَرٍ إِلَّا لِيُوشَعَ لَيَالِيَ سَارَ إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِسِ

“Sesungguhnya matahari tak pernah ditahan untuk seorang manusia pun, selain untuk Nabi Yusya’ di hari beliau melakukan perjalanan menuju Baitul Maqdis”. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (2/325) dari Abu Hurairah. Hadits ini di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (no. 202)]

Ahli Hadits Negeri Yordania, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy -rahimahullah- berkata,
“Di dalam hadits ini terdapat keterangan bahwa matahari tak pernah ditahan (oleh Allah), selain untuk Yusya’ AS. Di dalam hadits ini terdapat isyarat tentang lemahnya sesuatu yang diriwayatkan bahwa hal itu juga (terjadi) bagi selain beliau”. [Lihat As-Silsilah Ash-Shahihah (no. 202)]

Kisah Nabi Yusya’ bin Nun ini merupakan bukti kuat bahwa banyak di antara sejarah dunia yang berserakan dan sudah dilupakan oleh manusia. Kisah-kisah yang menjelaskan kekuasaan Allah sebagai satu-satunya sembahan manusia yang haq. Akan tetapi karena kebanyakan sejarawan dunia dari kalangan orang jahil dan atheis, maka merekapun tidak atau enggan menyebutkan kisah-kisah seperti ini.

Sejarah yang luar biasa, matahari ditahan oleh Allah Sang Maha Pencipta segala sesuatu. Makhluk yang demikian besar tunduk kepada ketentuan Allah.

Nabi Musa AS Berguru Kepada Khidir



Dimulai Dari Nabi Musa
Salah satu kisah Al-Qur'an yang sangat mengagumkan dan dipenuhi dengan misteri adalah, kisah seseorang hamba yang Allah SWT memberinya rahmat dari sisi-Nya dan mengajarinya ilmu. Kisah tersebut terdapat dalam surah al-Kahfi di mana ayat-ayatnya dimulai dengan cerita Nabi Musa, yaitu:
"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: 'Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan-jalan sampai bertahun-tahun." (QS. al-Kahfi: 60)
Kalimat yang samar menunjukkan bahwa Musa telah bertekad untuk meneruskan perjalanan selama waktu yang cukup lama kecuali jika beliau mampu mencapai majma' al-Bahrain (pertemuan dua buah lautan). Di sana terdapat suatu perjanjian penting yang dinanti-nanti oleh Musa ketika beliau sampai di majma' al-Bahrain. Anda dapat merenungkan betapa tempat itu sangat misterius dan samar. Para musafir telah merasakan keletihan dalam waktu yang lama untuk mengetahui hakikat tempat ini. Ada yang mengatakan bahwa tempat itu adalah laut Persia dan Romawi. Ada yang mengatakan lagi bahwa itu adalah laut Jordania atau Kulzum. Ada yang mengatakan juga bahwa itu berada di Thanjah. Ada yang berpendapat, itu terletak di Afrika. Ada lagi yang mengatakan bahwa itu adalah laut Andalus. Tetapi mereka tidak dapat menunjukkan bukti yang kuat dari tempat-tempat itu.
Seandainya tempat itu harus disebutkan niscaya Allah SWT akan rnenyebutkannya. Namun Al-Qur'an al-Karim sengaja menyembunyikan tempat itu, sebagaimana Al-Qur'an tidak menyebutkan kapan itu terjadi. Begitu juga, Al-Qur'an tidak menyebutkan nama-nama orang-orang yang terdapat dalam kisah itu karena adanya hikmah yang tinggi yang kita tidak mengetahuinya. Kisah tersebut berhubungan dengan suatu ilmu yang tidak kita miliki, karena biasanya ilmu yang kita kuasai berkaitan dengan sebab-sebab tertentu.
Dan tidak juga ia berkaitan dengan ilmu para nabi karena biasanya ilmu para nabi berdasarkan wahyu. Kita sekarang berhadapan dengan suatu ilmu dari suatu hakikat yang samar; ilmu yang berkaitan dengan takdir yang sangat tinggi; ilmu yang dipenuhi dengan rangkaian tabir yang tebal.
Di samping itu, tempat pertemuan dan waktunya antara hamba yang mulia ini dan Musa juga tidak kita ketahui. Demikianlah kisah itu terjadi tanpa memberitahumu kapan terjadi dan di tempat mana. Al-Qur'an sengaja menyembunyikan hal itu, bahkan Al-Qur'an sengaja menyembunyikan pahlawan dari kisah ini. Allah SWT mengisyaratkan hal tersebut dalam firman-Nya:
"Seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami." (QS. al-Kahfi: 65)
Al-Qur'an al-Karim tidak menyebutkan siapa nama hamba yang dimaksud, yaitu seorang hamba yang dicari oleh Musa agar ia dapat belajar darinya. Nabi Musa adalah seseorang yang diajak bebicara langsung oleh Allah SWT dan ia salah seorang ulul azmi dari para rasul. Beliau adalah pemilik mukjizat tongkat dan tangan yang bercahaya dan seorang Nabi yang Taurat diturunkan kepadanya tanpa melalui perantara.
Namun dalam kisah ini, beliau menjadi seorang pencari ilmu yang sederhana yang harus belajar kepada gurunya dan menahan penderitaan di tengah-tengah belajarnya itu. Lalu, siapakah gurunya atau pengajarnya? Pengajarnya adalah seorang hamba yang tidak disebutkan namanya dalam Al-Qur'an meskipun dalam hadis yang suci disebutkan bahwa ia adalah Khidir as

Musa berjalan bersama hamba yang menerima ilmunya dari Allah SWT tanpa sebab-sebab penerimaan ilmu yang biasa kita ketahui.

Mula-mula Khidir menolak ditemani oleh Musa. Khidir memberitahu Musa bahwa ia tidak akan mampu bersabar bersamanya. Akhirnya, Khidir mau ditemani oleh Musa tapi dengan syarat, hendaklah ia tidak bertanya tentang apa yang dilakukan Khidir sehingga Khidir menceritakan kepadanya. Khidir merupakan simbol ketenangan dan diam; ia tidak berbicara dan gerak-geriknya menimbulkan kegelisahan dan kebingungan dalam diri Musa.
Sebagian tindakan yang dilakukan oleh Khidir jelas-jelas dianggap sebagai kejahatan di mata Musa; sebagian tindakan Khidir yang lain dianggap Musa sebagai hal yang tidak memiliki arti apa pun; dan tindakan yang lain justru membuat Musa bingung dan membuatnya menentang.

Meskipun Musa memiliki ilmu yang tinggi dan kedudukan yang luar biasa namun beliau mendapati dirinya dalam keadaan kebingungan melihat perilaku hamba yang mendapatkan karunia ilmunya dari sisi Allah SWT.
Ilmu Musa yang berlandaskan syariat menjadi bingung ketika menghadapi ilmu hamba ini yang berlandaskan hakikat. Syariat merupakan bagian dari hakikat. Terkadang hakikat menjadi hal yang sangat samar sehingga para nabi pun sulit memahaminya.

Awan tebal yang menyelimuti kisah ini dalam Al-Qur'an telah menurunkan hujan lebat yang darinya mazhab-mazhab sufi di dalam Islam menjadi segar dan tumbuh. Bahkan terdapat keyakinan yang menyatakan adanya hamba-hamba Allah SWT yang bukan termasuk nabi dan syuhada namun para nabi dan para syuhada cemburu dengan ilmu mereka. Keyakinan demikian ini timbul karena pengaruh kisah ini.

Para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan Khidir. Sebagian mereka mengatakan bahwa ia seorang wali dari wali-wali Allah SWT. Sebagian lagi mengatakan bahwa ia seorang nabi. Terdapat banyak cerita bohong tentang kehidupan Khidir dan bagaimana keadaannya. Ada yang mengatakan bahwa ia akan hidup sampai hari kiamat. Yang jelas, kisah Khidir tidak dapat dijabarkan melalui nas-nas atau hadis-hadis yang dapat dipegang (otentik).
Tetapi kami sendiri berpendapat bahwa beliau meninggal sebagaimana meninggalnya hamba-hamba Allah SWT yang lain. Sekarang, kita tinggal membahas kewaliannya dan kenabiannya. Tentu termasuk problem yang sangat rumit atau membingungkan. Kami akan menyampaikan kisahnya dari awal sebagaimana yang dikemukakan dalam Al-Qur'an.

Nabi Musa as berbicara di tengah-tengah Bani Israil. Ia mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT dan menceritakan kepada mereka tentang kebenaran. Pembicaraan Nabi Musa sangat komprehensif dan tepat. Setelah beliau menyampaikan pembicaraannya, salah seorang Bani Israil bertanya: "Apakah ada di muka bumi seseorang yang lebih alim darimu wahai Nabi Allah?" Dengan nada emosi, Musa menjawab:
"Tidak ada."
Allah SWT tidak setuju dengan jawaban Musa. Lalu Allah SWT mengutus Jibril untuk bertanya kepadanya:
"Wahai Musa, tidakkah engkau mengetahui di mana Allah SWT meletakkan ilmu-Nya?"
Musa mengetahui bahwa ia terburu-buru mengambil suatu keputusan.
Jibril kembali berkata kepadanya:
"Sesungguhnya Allah SWT mempunyai seorang hamba yang berada di majma' al-Bahrain yang ia lebih alim dari pada kamu."

Jiwa Nabi Musa yang mulia rindu untuk menambah ilmu, lalu timbullah keinginan dalam dirinya untuk pergi dan menemui hamba yang alim ini. Musa bertanya bagaimana ia dapat menemui orang alim itu. Kemudian ia mendapatkan perintah untuk pergi dan membawa ikan di keranjang. Ketika ikan itu hidup dan melompat ke lautan maka di tempat itulah Musa akan menemui hamba yang alim.

Akhirnya, Musa pergi guna mencari ilmu dan beliau ditemani oleh seorang pembantunya yang masih muda. Pemuda itu membawa ikan di keranjang. Kemudian mereka berdua pergi untuk mencari hamba yang alim dan saleh. Tempat yang mereka cari adalah tempat yang sangat samar dan masalah ini berkaitan dengan hidupnya ikan di keranjang dan kemudian ikan itu akan melompat ke laut. Namun Musa berkeinginan kuat untuk menemukan hamba yang alim ini walaupun beliau harus berjalan sangat jauh dan menempuh waktu yang lama.
Musa berkata kepada pembantunya:
"Aku tidak memberimu tugas apa pun kecuali engkau memberitahuku di mana ikan itu akan berpisah denganmu."
Pemuda atau pembantunya berkata:
"Sungguh engkau hanya memberi aku tugas yang tidak terlalu berat."

Kedua orang itu sampai di suatu batu di sisi laut. Musa tidak kuat lagi menahan rasa kantuk sedangkan pembantunya masih bergadang. Angin bergerak ke tepi lautan sehingga ikan itu bergerak dan hidup lalu melompat ke laut. 

Melompatnya ikan itu ke laut sebagai tanda yang diberitahukan Allah SWT kepada Musa tentang tempat pertamuannya dengan seseorang yang bijaksana yang mana Musa datang untuk belajar kepadanya.

Musa bangkit dari tidurnya dan tidak mengetahui bahwa ikan yang dibawanya telah melompat ke laut sedangkan pembantunya lupa untuk menceritakan peristiwa yang terjadi. Lalu Musa bersama pemuda itu melanjutkan perjalanan dan mereka lupa terhadap ikan yang dibawanya. Kemudian Musa ingat pada makanannya dan ia telah merasakan keletihan. Ia berkata kepada pembantunya:
"Coba bawalah kepada kami makanan siang kami, sungguh kami telah merasakan keletihan akibat dari perjalanan ini."
Pembantunya mulai ingat tentang apa yang terjadi. Ia pun mengingat bagaimana ikan itu melompat ke lautan. Ia segera menceritakan hal itu kepada Nabi Musa. Ia meminta maaf kepada Nabi Musa karena lupa menceritakan hal itu. Setan telah melupakannya. Keanehan apa pun yang menyertai peristiwa itu, yang jelas ikan itu memang benar-benar berjalan dan bergerak di lautan dengan suatu cara yang mengagumkan.
Nabi Musa merasa gembira melihat ikan itu hidup kembali di lautan dan ia berkata: "Demikianlah yang kita inginkan." Melompatnya ikan itu ke lautan adalah sebagai tanda bahwa di tempat itulah mereka akan bertemu dengan seseorang lelaki yang alim.

Nabi Musa dan pembantunya kembali dan menelusuri tempat yang dilaluinya sampai ke tempat yang di situ ikan yang dibawanya bergerak dan menuju ke lautan.

Perhatikanlah permulaan kisah: bagaimana Anda berhadapan dengan suatu kesamaran dan tabir yang tebal di mana ketika Anda menjumpai suatu tabir di depan Anda terpampang maka sebelum tabir itu tersingkap Anda harus berhadapan dengan tabir-tabir yang lain.
Akhirnya, Musa sampai di tempat di mana ikan itu melompat. Mereka berdua sampai di batu di mana keduanya tidur di dekat situ, lalu ikan yang mereka bawa keluar menuju laut.
Di sanalah mereka mendapatkan seorang lelaki. Kami tidak mengetahui namanya, dan bagaimana bentuknya, dan bagaimana bajunya; kami pun tidak mengetahui usianya. Yang kita ketahui hanyalah gambaran dalam yang dijelaskan oleh Al-Qur'an: "Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahrnat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami."

Inilah aspek yang penting dalam kisah itu. Kisah itu terfokus pada sesuatu yang ada di dalam jiwa, bukan tertuju pada hal-hal yang bersifat fisik atau lahiriah. Allah SWT berfirman:
"Maka tatkala mereka berjalan sampai ke pertemuan dua buah laut itu, maka mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. Tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: 'Bawalah ke rnari makanan kita; sesungguhnya kita merasa letih karena perjalanan hita ini.' Muridnya menjawab: 'Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali setan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.'
Musa berkata: 'Itulah (tempat) yang kita cari; lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. " (QS. al-Kahfi: 61-65)

Bukhari mengatakan bahwa Musa dan pembantunya menemukan Khidir di atas sajadah hijau di tengah-tengah lautan. Ketika Musa melihatnya, ia menyampaikan salam kepadanya. Khidir berkata:
"Apakah di bumimu ada salam? Siapa kamu?"
Musa menjawab:
"Aku adalah Musa."
Khidir berkata:
"Bukankah engkau Musa dari Bani Israil. Bagimu salam wahai Nabi dari Bani Israil."
Musa berkata:
"Dari mana kamu mengenal saya?"
Khidir menjawab:
"Sesungguhnya yang mengenalkan kamu kepadaku adalah juga yang memberitahu aku siapa kamu.
Lalu, apa yang engkau inginkan wahai Musa?"
Musa berkata dengan penuh kelembutan dan kesopanan:
"Apakah aku dapat mengikutimu agar engkau dapat mengajariku sesuatu yang engkau telah memperoleh karunia dari-Nya."
Khidir berkata:
"Tidakkah cukup di tanganmu Taurat dan bukankah engkau telah mendapatkan wahyu. Sungguh wahai Musa, jika engkau ingin mengikutiku engkau tidak akan mampu bersabar bersamaku."

Kita ingin memperhatikan sejenak perbedaan antara pertanyaan Musa yang penuh dengan kesopanan dan kelembutan dan jawaban Khidir yang tegas di mana ia memberitahu Musa bahwa ilmunya tidak harus diketahui oleh Musa, sebagaimana ilmu Musa tidak diketahui oleh Khidir. Para ahli tafsir mengemukakan bahwa Khidir berkata kepada Musa:
"Ilmuku tidak akan engkau ketahui dan engkau tidak akan mampu sabar untuk menanggung derita dalam memperoleh ilmu itu. Aspek-aspek lahiriah yang engkau kuasai tidak dapat menjadi landasan dan ukuran untuk menilai ilmuku.
Barangklali engkau akan melihat dalam tindakan-tindakanku yang tidak engkau pahami sebab-sebabnya. Oleh karena itu, wahai Musa, engkau tidak akan mampu bersabar ketika ingin mendapatkan ilmuku."
Musa mendapatkan suatu pernyataan yang tegas dari Khidir namun beliau kembali mengharapnya untuk mengizinkannya menyertainya untuk belajar darinya. Musa berkata kepadanya bahwa insya Allah ia akan mendapatinya sebagai orang yang sabar dan tidak akan menentang sedikit pun.

Perhatikanlah bagaimana Musa, seorang Nabi yang berdialog dengan Allah SWT, merendah di hadapan hamba ini dan ia menegaskan bahwa ia tidak akan menentang perintahnya. Hamba Allah SWT yang namanya tidak disebutkan dalam Al-Qur'an menyatakan bahwa di sana terdapat syarat yang harus dipenuhi Musa jika ia bersikeras ingin menyertainya dan belajar darinya. Musa bertanya tentang syarat ini, lalu hamba yang saleh ini menentukan agar Musa tidak bertanya sesuatu pun sehingga pada saatnya nanti ia akan mengetahuinya atau hamba yang saleh itu akan memberitahunya. Musa sepakat atas syarat tersebut dan kemudian mereka pun pergi. Perhatikanlah firman Allah SWT dalam surah al-Kahfi:
"Musa berkata kepadanya: 'Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?' Dia menjawab: 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?' Musa berkata: 'Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.' Dia berkata: 'Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.'" (QS. al-Kahfi: 66-70)

Musa pergi bersama Khidir. Mereka berjalan di tepi laut. Kemudian terdapat perahu yang berlayar lalu mereka berbicara dengan orang-orang yang ada di sana agar mau mengangkut mereka. Para pemilik perahu mengenal Khidir. Lalu mereka pun membawanya beserta Musa, tanpa meminta upah sedikit pun kepadanya. Ini sebagai bentuk penghormatan kepada Khidir. Namun Musa dibuat terkejut ketika perahu itu berlabuh dan ditinggalkan oleh para pemiliknya, Khidir melobangi perahu itu. Ia mencabut papan demi papan dari perahu itu, lalu ia melemparkannya ke laut sehingga papan-papan itu dibawa ombak ke tempat yang jauh.
Musa menyertai Khidir dan melihat tindakannya dan kemudian ia berpikir. Musa berkata kepada dirinya sendiri:
"Apa yang aku lakukan di sini, mengapa aku berada di tempat ini dan menemani laki-laki ini? Mengapa aku tidak tinggal bersama Bani Israil dan membacakan Kitab Allah SWT sehingga mereka taat kepadaku? Sungguh Para pemilik perahu ini telah mengangkut kami tanpa meminta upah. Mereka pun memuliakan kami tetapi guruku justru merusak perahu itu dan melobanginya." Tindakan Khidir di mata Musa adalah tindakan yang tercela. Kemudian bangkitlah emosi Musa sebagai bentuk kecemburuannya kepada kebenaran.
Ia terdorong untuk bertanya kepada gurunya dan ia lupa tentang syarat yang telah diajukannya, agar ia tidak bertanya apa pun yang terjadi. Musa berkata:
"Apakah engkau melobanginya agar para penumpangnya tenggelam? Sungguh engkau telah melakukan sesuatu yang tercela."
Mendengar pertanyaan lugas Musa, hamba Allah SWT itu menoleh kepadanya dan menunjukkan bahwa usaha Musa untuk belajar darinya menjadi sia-sia karena Musa tidak mampu lagi bersabar. Musa meminta maaf kepada Khidir karena ia lupa dan mengharap kepadanya agar tidak menghukumnya.

Kemudian mereka berdua berjalan melewati suatu kebun yang dijadikan tempat bermain oleh anak-anak kecil. Ketika anak-anak kecil itu sudah letih bermain, salah seorang mereka tampak bersandar di suatu pohon dan rasa kantuk telah menguasainya. Tiba-tiba, Musa dibuat terkejut ketika melihat hamba Allah SWT ini membunuh anak kacil itu. Musa dengan lantang bertanya kepadanya tentang kejahatan yang baru saja dilakukannya, yaitu membunuh anak laki-laki yang tidak berdosa. Hamba Allah SWT itu kembali mengingatkan Musa bahwa ia tidak akan mampu bersabar bersamanya. Musa meminta maaf kepadanya karena lagi-lagi ia lupa.
Musa berjanji tidak akan bertanya lagi. Musa berkata ini adalah kesempatan terakhirku untuk menemanimu.

Mereka pun pergi dan meneruskan perjalanan. Mereka memasuki suatu desa yang sangat bakhil. Musa tidak mengetahui mengapa mereka berdua pergi ke desa itu dan mengapa tinggal dan bermalam di sana. Makanan yang mereka bawa habis, lalu mereka meminta makanan kepada penduduk desa itu, tetapi penduduk itu tidak mau memberi dan tidak mau menjamu mereka.
Kemudian datanglah waktu sore. Kedua orang itu ingin beristirahat di sebelah dinding yang hampir roboh. Musa dibuat terkejut ketika melihat hamba itu berusaha membangun dinding yang nyaris roboh itu. Bahkan ia menghabiskan waktu malam untuk memperbaiki dinding itu dan membangunnya seperti baru. Musa sangat heran melihat tindakan gurunya. Bagi Musa, desa yang bakhil itu seharusnya tidak layak untuk mendapatkan pekerjaan yang gratis ini.
Musa berkata:
"Seandainya engkau mau, engkau bisa mendapat upah atas pembangunan tembok itu."
Mendengar perkataan Musa itu, hamba Allah SWT itu berkata kepadanya:
"Ini adalah batas perpisahan antara dirimu dan diriku." Hamba Allah SWT itu mengingatkan Musa tentang pertanyaan yang seharusnya tidak dilontarkan dan ia mengingatkannya bahwa pertanyaan yang ketiga adalah akhir dari pertemuan.

Kemudian hamba Allah SWT itu menceritakan kepada Musa dan membongkar kesamaran dan kebingungan yang dihadapi Musa. Setiap tindakan hamba yang saleh itu yang membuat Musa bingung, bukanlah hasil dari rekayasanya atau dari inisiatifnya sendiri, ia hanya sekadar menjadi jembatan yang digerakkan oleh kehendak Yang Maha Tinggi di mana kehendak yang tinggi ini menyiratkan suatu hikmah yang tersembunyi.
Tindakan-tindakan yang secara lahiriah tampak keras namun pada hakikatnya justru menyembunyikan rahmat dan kasih sayang. Demikianlah bahwa aspek lahiriah bertentangan dengan aspek batiniah. Hal inilah yang tidak diketahui oleh Musa. Meskipun Musa memiliki ilmu yang sangat luas tetapi ilmunya tidak sebanding dengan hamba ini. Ilmu Musa laksana setetes air dibandingkan dengan ilmu hamba itu, sedangkan hamba Allah SWT itu hanya memperoleh ilmu dari Allah SWT sedikit, sebesar air yang terdapat pada paruh burung yang mengambil dari lautan. Allah SWT berfirman:
"Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidir melobanginya. Musa berkata: 'Mengapa kamu melobangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.' Dia (Khidir) berkata: 'Bukankah aku telah berkata: 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku.' Musa berkata: 'Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku.'
Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidir membunuhnya. Musa berkata: 'Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih itu, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar.' Khidir berkata: 'Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan sabar bersamaku?' Musa berkata: 'Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah engkau memperbolehkan aku menyertairnu,
sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur kepadaku.' Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidir menegakkan dinding itu. Musa berkata: 'Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.'
Khidir berkata: 'Inilah perpisahan antara aku dengan kamu. Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin dan kami khawatir bahwa dia ahan mendorong orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.
Dan kami menghendaki supaya Tuhan mereha mengganti bagi mereka dengan anak yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam dari kasih sayangnya (kepada ibu dan bapaknya). Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya seseorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakuhannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.'" (QS. al-Kahfi: 71-82)

Hamba saleh itu menyingkapkan dua hal pada Musa: ia memberitahunya bahwa ilmunya, yakni ilmu Musa sangat terbatas, kemudian ia memberitahunya bahwa banyak dari musibah yang terjadi di bumi justru di balik itu terdapat rahmat yang besar.

Pemilik perahu itu akan menganggap bahwa usaha melobangi perahu mereka merupakan suatu bencana bagi mereka tetapi sebenarnya di balik itu terdapat kenikmatan, yaitu kenikmatan yang tidak dapat diketahui kecuali setelah terjadinya peperangan di mana raja akan memerintahkan untuk merampas perahu-perahu yang ada. Lalu raja itu akan membiarkan perahu-perahu yang rusak.
Dengan demikian, sumber rezeki keluarga-keluarga mereka akan tetap terjaga dan mereka tidak akan mati kelaparan. Demikian juga orang tua anak kecil yang terbunuh itu akan menganggap bahwa terbunuhnya anak kecil itu sebagai musibah, namun kematiannya justru membawa rahmat yang besar bagi mereka karena Allah SWT akan memberi mereka sebagai ganti darinya anak yang baik yang dapat menjaga mereka dan melindungi mereka pada saat mereka menginjak masa tua dan mereka tidak akan menampakkan kelaliman dan kekufuran seperti anak yang terbunuh.
Demikianlah bahwa nikmat terkadang membawa sesuatu bencana dan sebaliknya, suatu bencana terkadang membawa nikmat. Banyak hal yang lahirnya baik temyata justru di balik itu terdapat keburukan.

Mula-mula Nabi Allah SWT Musa menentang dan mempersoalkan tindakan hamba Allah SWT tersebut, kemudian ia menjadi mengerti ketika hamba Allah SWT itu menyingkapkan kepadanya maksud dari tindakannya dan rahmat Allah SWT yang besar yang tersembunyi dari peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Selanjutnya, Musa kembali menemui pembatunya dan menemaninya untuk kembali ke Bani Israil. Sekarang, Musa mendapatkan keyakinan yang luar biasa. Musa telah belajar dari mereka dua hal: yaitu ia tidak merasa bangga dengan ilmunya dalam syariat karena di sana terdapat ilmu hakikat, dan ia tidak mempersoalkan musibah-musibah yang dialami oleh manusia karena di balik itu terdapat rahmat Allah SWT yang tersembunyi yang berupa kelembutan-Nya dan kasih sayang-Nya. Itulah pelajaran yang diperoleh Nabi Musa as dari hamba ini.
Nabi Musa mengetahui bahwa ia berhadapan dengan lautan ilmu yang baru di mana ia bukanlah lautan syariat yang diminum oleh para nabi. Kita berhadapan dengan lautan hakikat, di hadapan ilmu takdir yang tertinggi; ilmu yang tidak dapat kita jangkau dengan akal kita sebagai manusia biasa atau dapat kita cerna dengan logika biasa. Ini bukanlah ilmu eksperimental yang kita ketahui atau yang biasa terjadi di atas bumi, dan ia pun bukan ilmu para nabi yang Allah SWT wahyukan kepada mereka.
Kita sekarang sedang membahas ilmu yang baru. Lalu siapakah pemilik ilmu ini? Apakah ia seorang wali atau seorang nabi? Mayoritas kaum sufi berpendapat bahwa hamba Allah SWT ini dari wali-wali Allah SWT. Allah SWT telah memberinya sebagian ilmu laduni kepadanya tanpa sebab-sebab tertentu. Sebagian ulama berpendapat bahwa hamba saleh ini adalah seorang nabi. Untuk mendukung pernyataannya ulama-ulama tersebut menyampaikan beberapa argumentasi melalui ayat Al-Qur'an yang menunjukkan kenabiannya.
Pertama, firman-Nya:
"Lalu mereka bertemu dengan searang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami."

Kedua, perkataan Musa kepadanya:
"Musa berkata kepadanya: 'Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?' Dia menjawab: 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu ?' Musa berkata: 'lnsya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orangyang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.' Dia berkata: 'Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu rmnanyakan kepadaku tentang sesuatu pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu,'" (QS. al-Kahfi: 66-70)

Seandainya ia seorang wali dan bukan seorang nabi maka Musa tidak akan berdiaog atau berbicara dengannya dengan cara yang demikian dan ia tidak akan menjawab kepada Musa dengan jawaban yang demikian. Bila ia bukan seorang nabi maka berarti ia tidak maksum sehingga Musa tidak harus memperoleh ilmu dari seseorang wali yang tidak maksum.

Ketiga, Khidir menunjukkan keberaniannya untuk membunuh anak kecil itu melalui wahyu dari Allah SWT dan perintah dari-Nya. Ini adalah dalil tersendiri yang menunjukkan kenabiannya dan bukti kuat yang menunjukkan kemaksumannya. Sebab, seorang wali tidak boleh membunuh jiwa yang tidak berdosa dengan hanya berdasarkan kepada keyakinannya dan hatinya. Boleh jadi apa yang terlintas dalam hatinya tidak selalu maksum karena terkadang ia membuat kesalahan. Jadi, keberanian Khidir untuk membunuh anak kacil itu sebagai bukti kenabiannya.

Keempat, perkataan Khidir kepada Musa:
"Sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. " (QS. al-Kahfi: 82)
Yakni, apa yang aku lakukan bukan dari doronganku sendiri namun ia merupakan perintah dari Allah SWT dan wahyu dari-Nya. Demikianlah pendapat para ulama dan para ahli zuhud. Para ulama berpendapat bahwa Khidir adalah seorang Nabi sedangkan para ahli zuhud dan para tokoh sufi berpendapat bahwa Khidir adalah seorang wali dari wali-wali Allah SWT.
Salah satu pernyataan Khidir yang sering dikemukakan oleh tokoh sufi adalah perkataan Wahab bin Munabeh, Khidir berkata: "Wahai Musa, manusia akan disiksa di dunia sesuai dengan kadar kecintaan mereka atau kecenderungan mereka terhadapnya (dunia)."

 Sedangkan Bisyir bin Harits al-Hafi berkata:
"Musa berkata kepada Khidir: "Berilah aku nasihat." Khidir menjawab: "Mudah-mudahan Allah SWT memudahkan kamu untuk taat kepada-Nya." Para ulama dan para ahli zuhud berselisih pendapat tentang Khidir dan setiap mereka mengklaim kebenaran pendapatnya.
Perbedaan pendapat ini berujung pangkal kepada anggapan para ulama bahwa mereka adalah sebagai pewaris para nabi, sedangkan kaum sufi menganggap diri mereka sebagai ahli hakikat yang mana salah satu tokoh terkemuka dari ahli hakikat itu adalah Khidir. Kami sendiri cenderung untuk menganggap Khidir sebagai seorang nabi karena beliau menerima ilmu laduni. Yang jelas, kita tidak mendapati nas yang jelas dalam konteks Al-Qur'an yang menunjukkan kenabiannya dan kita juga tidak menemukan nas yang gamblang yang dapat kita jadikan sandaran untuk menganggapnya sebagai seorang wali yang diberi oleh Allah SWT sebagian ilmu laduni.
Barangkali kesamaran seputar pribadi yang mulia ini memang disengaja agar orang yang mengikuti kisah tersebut mendapatkan tujuan utama dari inti cerita. Hendaklah kita berada di batas yang benar dan tidak terlalu jauh mempersoalkan kenabiannya atau kewaliannya. Yang jelas, ketika kami memasukkannya dalam jajaran para nabi karena ia adalah seorang guru dari Musa dan seorang ustadz baginya untuk beberapa waktu.