Cari Artikel

Tampilkan postingan dengan label Hikayah Islami. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hikayah Islami. Tampilkan semua postingan

Tidak Menyembah Jika Tidak Melihat



Imam Ja’far ash Shadiq, salah seorang ulama sekaligus auliyah dari keturunan Nabi SAW, yakni dari pernikahan putri beliau Fathimah az Zahrah dan Ali bin Abi Thalib, suatu ketika sedang berjalan-jalan di tepi sungai Tigris, tiba-tiba muncul seseorang yang terkenal sangat kaya, pintar dan terkemuka menghadang jalan Sang Imam.
Orang ini seorang muslim, tetapi sangat materialis dan sangat mengagungkan otaknya semata. Ia berkata,
“Wahai Imam, engkau adalah keturunan Nabi Muhammad SAW dan pemimpin para auliyah. Aku ingin melihat Allah dengan kedua mataku ini, dapatkah engkau mengaturnya untukku?”
“Wahai sahabatku,” Kata Imam Ja’far Shadiq, “Allah tidak bisa dilihat dengan mata lahirian ini, Dia hanya bisa dirasakan (kehadiran-Nya) dengan mata hati!!”

Lelaki materialis (mengukur segalanya hanya dengan yang tampak nyata) ini berkata,
“Terserah apa yang engkau katakan, tetapi aku tidak bisa menyembah Tuhan yang tidak bisa disentuh dan dilihat!!”

Imam Ja’far Shadiq memandangnya dengan tajam, kemudian berkata kepada para sahabatnya,
“Angkatlah lelaki ini dan lemparkan ke sungai!!”

Mereka segera melaksanakan perintah sang imam, dan lelaki tersebut dilemparkan ke sungai. Dalam keadaan timbul tenggelam berjuang untuk selamat, lelaki materialis itu berseru,
“Wahai Imam, selamatkanlah aku! Aku mohon dengan sangat, selamatkanlah aku!!”

Imam Ja’far Shadiq memerintahkan para sahabat untuk mengangkatnya dari sungai. Lelaki tersebut masih terengah-engah nafasnya ketika beliau berkata lagi,
“Ikat kedua tangannya dan lemparkan ke sungai, dan jangan diselamatkan lagi!!”

Lelaki materialis itu tampak ketakutan, tetapi para sahabat Sang Imam tetap patuh melaksanakan perintah beliau. Setelah dilemparkan ke sungai, ia megap-megap hampir tenggelam. Ia telah putus asa untuk meminta tolong pada sang imam, bisa-bisa keadaannya lebih parah. Dalam keadaan sangat kritis tersebut, ia berteriak,
“Wahai Tuhan Yang Maha Pengasih, selamatkanlah hamba! Tidak ada yang bisa menyelamatkan hamba dari bahaya ini kecuali Engkau, Ya Allah!!”

Mendengar teriakan lelaki tersebut, Imam Ja’far Shadiq tersenyum dan memerintahkan para sahabatnya untuk menyelamatkan dia. Dalam keadaan gemetar ketakutan, lelaki itu dihadapkan kepada sang imam, dan beliau berkata,
“Kamu memanggil-manggil: Tuhan Yang Maha Pengasih, Tuhan Yang Maha Pengasih…!! Apa benar kamu telah melihat-Nya??”

Lelaki itu berkata,
“Benar, ya imam, ketika harapan kepada semua manusia telah lenyap, aku mencari perlindungan-Nya, dan mata hatiku terbuka sehingga aku bisa melihat (merasakan) kehadiran-Nya…!!”

Lelaki tersebut akhirnya bertobat dan tidak materialis lagi, bahkan menjadi pengikut sang imam yang setia.

Kisah Hidup Dua Lelaki Bersaudara



Di sebuah desa yang subur, hiduplah dua lelaki bersaudara. Sang kakak telah berkeluarga dengan dua orang anak, sedangkan si adik masih melajang.

Mereka menggarap satu lahan berdua dan ketika panen, hasilnya mereka bagi sama rata.

Di suatu malam setelah panen, si adik duduk sendiri dan berfikir,
“pembagian ini sungguh tidak adil, seharusnya kakakku-lah yang mendapat bagian lebih banyak karena dia hidup dengan istri dan kedua anaknya”.

Maka di malam yang sunyi itu, diam-diam dia menggotong satu karung padi miliknya dan meletakkanya di lumbung padi milik kakaknya.

Ditempat yang lain, sang kakak juga berfikir,
“pembagian ini adil jika adikku mendapat bagian yang lebih banyak, karen ia hidup sendiri, jika terjadi apa-apa dengannya tak ada yang mengurus, sedangkan aku ada anak dan istri yan kelak merawatku”.

Maka sang kakak pun bergegas mengambil satu karung dari lumbungnya dan mengantarkan dengan diam-diam ke lumbung milik sang adik.

Kejadian ini terjadi bertahun-tahun.

Dalam benak mereka ada tanda tanya, kenapa lumbung padi mereka seperti tak berkurang meski telah menguranginya setiap kali panen?

Hingga di suatu malam yang lengang setelah panen, mereka berdua bertemu di tengah jalan.

Masing-masing mereka menggotong satu karung padi.

Tanda tanya dalam benak mereka terjawab sudah, seketika itu juga mereka saling memeluk erat, mereka sungguh terharu berurai air mata menyadari betapa mereka saling menyayangi.

    Beginilah seharusnya kita bersaudara. Jangan biarkan harta menjadi pemicu permusuhan melainkan menjadi perekat yang teramat kuat diantara kita. Tuhan Yang Maha Kuasa tidak akan membiarkan kita kekurangan jika kita selalu berusaha mencukupi kehidupan orang lain.

Khalifah Umar Bin Abdul Aziz Dan Anaknya

Suatu hari Khalifah Umar bin Abdul Aziz melihat anaknya yang masih kecil memakan sebuah apel.
Betapa terkejutnya Umar bin Abdul Aziz, ternyata apel itu adalah milik perkebunan warga dan sang anak tidak mendapatkan izin untuk memakannya. Umar bin Abdul Aziz lalu menghentikan anaknya, bahkan beberapa gigitan apel yang sempat masuk ke mulut anak dikeluarkannya dengan paksa. Ia tak ingin ada makanan haram atau makanan syubhat masuk ke perut keturunannya.



Sang anak yang sangat menginginkan apel itu kemudian menemui ibunya. Ia masih ingin makan buah apel, walau hanya sebuah.

Beberapa saat kemudian Umar bin Abdul Aziz pulang. Dilihatnya sang anak masih juga memegang buah apel.
“Dari mana ia mendapatkan buah itu? Apakah dari tempat yang sama dengan tadi?” Umar bin Abdul Aziz menyelidiki.
“Anak kita sangat ingin makan apel. Maka akupun membelikannya di pasar,” Fatimah menceritakan.
“Alhamdulillah… ”

Demikianlah teladan parenting Umar bin Abdul Aziz. Dia adalah khalifah yang zuhud dan wara’, sekaligus orang tua yang menanamkan prinsip itu kepada anak-anaknya sejak dini. Ia bukan hanya menjaga anaknya dari barang haram, ia bahkan menghindarkan mereka dari barang-barang syubhat. Apa yang dimakan oleh anak, sesungguhnya berpengaruh dalam membentuk kepribadiannya. Makanan bukan hanya membentuk daging dan menjadi darah, ia juga membentuk akhlak dan mempengaruhi jiwa. Maka jika anak telah dido’akan menjadi shalih, telah dididik dengan ilmu parenting terbaik, tetapi masih juga jauh dari akhlak mulia, maka hal pertama yang perlu diperiksa adalah makanannya. Apakah ia dibesarkan dengan makanan halal atau dibesarkan dengan makanan syubhat dan haram. Saat anak hanya mengkonsumsi makanan yang halal, ia akan mudah diajak dan diarahkan kepada hal-hal yang halal. Namun jika anak terbiasa mengkonsumsi makanan haram, ia pun lebih tertarik kepada hal-hal yang haram.

Keteguhan Seorang Anak Kecil

Oleh: Ibrahim bin Mubarok. Imam Khatib Jami’ Ali bin Abi Thalib di Kota Ihsa’ Ini adalah seorang anak yang diilhami Allah SWT untuk teguh, diberi taufiq untuk berada di atas kebenaran dan dilapangkan dadanya dengan keimanan setelah dia mendengar untaian-untaian kalimat jujur yang keluar dari guru dan teman-temannya tentang shalat, keagungan dan kedudukannya dalam syariat. Maka diapun mendatangi shalat, menjaga kelestariannya, sementara dia diuji dengan kedua orang tuanya yang tidak menjaga shalatnya.

Mulailah sang ibu mengkhawatirkan keluarnya anak ini dari rumah untuk shalat secara umum, terutama untuk shalat subuh. Bahkan sang ibu berusaha agar membuat sang anak mengecualikan subuh dari shalat-shalat lain (dengan tidak mendatanginya keluar dari rumah di pagi hari).
Akan tetapi shalat telah tertanam dalam lubuk hati dan rohnya.
Sang ayah pun berusaha untuk meringankan larangan sang ibu dengan berkata kepadanya;
"Jangan engkau halangi keinginannya, itu adalah satu masa dari masa kanak-kanak."

Hari pun berjalan, sementara apa yang diharapkan oleh sang ayah tidaklah terwujud.
Di suatu pagi di hari Jum’at, sang ibu tidak mendengar langkah masuk dan datangnya sang anak dari shalat subuh. Dengan segera sang ibu berdiri dan pergi ke kamar sang anak. Saat di depan pintu dia mendengar sebuah suara yang rnenggema yang membangkitkan perasaan. Sang ibupun membuka pintu, ternyata dia melihat sebuah pemandangan yang menakjubkan.
Tahukah anda, pernandangan apa yang dilihat oleh sang ibu?
Sang anak sedang mengangkat kedua tangannya ke langit dan dengan lesannya yang penuh ketundukan dia berdoa dengan mendesak seraya membaca dengan berulang ulang:
"Ya Rabbi, berilah hidayah hati ayah dan ibuku untuk shalat, ya Rabbi, ya Rabbi, berilah hidayah hati ayah dan ibuku untuk shalat."
Sang ibupun berdiri, perasaan aneh telah menguasai dirinya saat dia mendengar doa tersebut,
"Ya Allah, berilah hidayah ayah dan ibuku uituk shalat."


Diapun pergi kepada sang ayah untuk mengabarinya seraya berkata;
"Berdirilah, dan dengarkan apa yang diperbuat oleh anak kita."
Sang ayah menyangka bahwa sang anak telah membakar dirinya sendiri atau ingin mencabut nyawanya sendiri. Sang ayah datang dengan rasa kantuknya hanya demi menuruti istrinya.
Tatkala dia sudah dekat dari kamar sang anak, dia mendengar desahan-desahan yang bercampur dengan kalimat-kalimat yang menyentuh perasaan.
Dia membuka pintu kamar. Maka dia melihat sang anak sedang dalam keadaan shalat. Bukan hanya ini, bahkan dia tengah berdo’a kepada Allah serta mengulang-ulang do’a,
"Ya Allah...! Lapangkanlah dada ayah dan ibuku untuk shalat..."
Tatkala sang ibu melihat pemandangan yang menyentuh ini, mengalirlah air matanya, tergeraklah keinginannya, hilanglah darinya kegelapan, lalu diapun menghambur, memeluk dan menimang sang anak yang masih kecil. Saat itu pula keimanan sang ayah tergerak yang diikuti dengan bercucurannya air mata dan tangisan. Maka terkumpullah padanya cahaya hidayah, dan Allah telah melapangkan dadanya dengan kalimat-kalimat dari si kecil tersebut. Tidaklah sang ayah mampu menguasai jiwanya saat mendengar do’a dari buah hatinya yang masih kecil tersebut kecuali dia segera bangkit lalu menimang dan memeluk si kecil dengan erat.
Saat itulah, saat kembali kepada Allah, sang ayah berkata kepada si kecil;
"Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengabulkan do’amu wahai buah hatiku."

Sejak saat itu, sang ayah tidak pernah meninggalkan shalat berjama’ah, sementara sang ibu menjadi sahabat musholanya. Maka Maha Suci Allah yang telah memberikan hidayah kepada mereka, serta menganugerahi mereka kebaikan. Allah SWT telah berfirman yang artinya,
“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama Islam, dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit,…” (QS. Al-An’am: 125)

Mahasiswa Mati Seperti Keledai | Kuda



Kisah ini amat masyhur dan dieksposs oleh berbagai media masa setempat dan menjadi buah bibir orang-orang disana.
Di halaman Universitas 'Ain Syam, fakultas pertanian di Mesir, berdiri seorang Mahasiswa sambil memegang jam tangannya lalu berteriak lantang;
"Jika memang Allah ada, silahkan Dia mencabut nyawa saya satu jam dari sekarang!"

Ini merupakan kejadian langka dan disaksikan oleh para mahasiswa dan dosen di kampus tersebut.
Detik berganti menit, menit berjalan hingga pada menit ke 60 alias satu jam dari mahasiswa itu.

Mengetahui belum ada gejala dari ucapannya, mahasiswa ini berkacak pinggang, penuh dengan kesombongan dan tantangan sambil berkata kepada teman-temannya;
"Bagaimana pendapat kalian, bukankah jika Allah ada sudah pasti Dia mencabut nyawa saya?"
Diantara mereka ada yang menggeleng-gelengkan kepalanya dan mengejeknya, ada pula yang beranggapan;
"Sesunnguhnya Allah hanya menundanya karena hikmahNya dibalik itu"
Mereka pun pulang ke rumahnya masing-masing.

Sementara si mahasiswa yang lancang tadi, pulang ke rumahnya dengan keceriaan, berjalan dengan angkuh seakan dia telah membuktikan dengan dalil 'Aqly yang belum pernah dilakukan oleh siapaun kalau Allah benar tidak ada dan bahwa manusia diciptakan secara serampangan, tidak mengenal Rabb, tidak ada hari kebangkitan dan hari hisab.

Dia masuk ke rumah, ternyata ibunya sudah menyiapkan makan siang untuknya, dan ayahnya sudah menunggu sambil duduk dihapan hidangan. Mahasiswa ini lantas menuju ke wostapel di dapur, dia berdiri disitu sambil mencuci muka dan tangannya, kemudian mengelapnya dengan tissue. Ketika sedang dalam keadaan yang demikian, tiba-tiba dia terjatuh dan tersungkur disitu, lalu tidak bergerak-gerak lagi untuk selamanya. Dia benar-benar sudah tidak bernyawa lagi.

Dari hasil pemeriksaan dokter diketahui bahwa sebab kematiannya hanyalah karena ada air yang masuk ke telinganya.

Mengetahui hal ini, Dr. Abdur Razzaq Naufal-rahima-hullah berkata;
"Allah hanya menghendaki dia mati seperti keledai"

Sebagaimana diketahui berdasarkan penelitian ilmiah bahwa bila air masuk ke telinga keledai atau kuda seketika ia akan mati.

Janji Bertemu Di Syurga



Al-Mubarrid menyebutkan dari Abu Kamil dari Ishaq bin Ibrahim dari Raja' bin Amr An-Nakha'i, ia berkata;
“Adalah di kufah, terdapat pemuda tampan, dia kuat beribadah dan sangat rajin. Suatu saat dia mampir berkunjung ke kampung dari Bani An-Nakha', dia melihat seorang wanita cantik dari mereka sehingga ia jatuh cinta dan kasmaran. Dan ternyata, si wanita cantik pun begitu juga padanya.
Karena sudah jatuh cinta, akhirnya pemuda itu mengutus seseorang melamar dari ayahnya. Tetapi si ayah mengabarkan bahwa putrinya telah dijodohkan dengan sepupunya. Walau demikian, cinta keduanya tak pernah padam bahkan semakin berkobar.

Si wanita akhirnya mengirim pesan lewat seseorang untuk si pemuda, bunyinya;
"Aku telah tahu betapa besar cintamu padaku, dan betapa besar pula aku diuji dengan kamu. Bila kamu setuju, aku akan mengunjungimu atau aku akan mempermudah jalan bagimu untuk datang menemuiku di rumahku."
Dijawab oleh pemuda tadi melalui orang suruhannya;
"Aku tidak setuju dengan alternatif itu: ‘Sesungguhnya aku merasa takut bila aku berbuat maksiat pada Rabbku akan adzab yang akan menimpaku pada hari yang besar.’ (Yunus:15)
Aku takut pada api yang tidak pernah mengecil nyalanya dan tidak pernah padam kobarnya."

Ketika disampaikan pesan tadi kepada si wanita, dia berkata;
"Walau demikian, rupanya dia masih takut kepada Allah? Demi Allah, tak ada seseorang yang lebih berhak untuk bertaqwa kepada Allah dari orang lain. Semua hamba sama-sama berhak untuk itu."

Kemudian dia meninggalkan urusan dunia dan menyingkirkan perbuatan-perbuatan buruknya. Akan tetapi, dia masih menyimpan rasa cinta dan rindu pada sang pemuda. Tubuhnya mulai kurus dan kurus menahan perasaan rindunya, sampai akhirnya dia meninggal dunia karenanya.

Dan si pemuda itu sering kali berziarah ke kuburannya dia menangis dan mendo'akannya. Suatu waktu dia tertidur diatas kuburnya. Dia bermimpi berjumpa dengan kekasihnya dengan penampilan yang sangat baik. Dalam mimpi dia sempat bertanya;
"Bagaimana keadaanmu? Dan apa yang kau dapatkan setelah meninggal?"
Dia menjawab;
"Sebaik-baik cinta wahai orang yang bertanya adalah cintamu. Sebuah cinta yang dapat menggiring menuju kebaikan."
Pemuda itu bertanya;
"Jika demikian, kemanakah kau menuju?"
Dia menjawab;
"Aku sekarang menuju pada kenikmatan dan kehidupan yang tak berakhir. Di surga kekekalan yang dapat kumiliki dan tidak akan pernah rusak."
Pemuda itu berkata;
"Aku harap kau selalu ingat padaku disana, sebab aku disini juga tidak melupakanmu."
Dia jawab:
"Demi Allah, aku juga tidak melupakanmu. Dan aku minta pada Tuhanku dan Tuhanmu (Allah SWT) agar kita nanti bisa dikumpulkan. Maka, bantulah aku dalam hal ini dengan kesungguhanmu dalam ibadah."
Si pemuda bertanya;
"Kapan aku bisa melihatmu?"
Jawab si Wanita;
"Tak lama lagi kau akan datang melihat kami."

7 hari setelah mimpi itu, si pemuda dipanggil oleh Allah menuju kehadiratNya, meninggal dunia”

Hancurnya Syurga Bikinan Syadaad



Syadaad bin 'Aad suka sekali menela'ah kitab. Suatu ketika ia membaca tentang sifat-sifat Syurga. Maka berkatalah ia dalam hatinya;
"Aku akan membuat di muka bumi ini suatu Syurga, seperti yang disifatkan di dalam kitab.

Pada waktu itu, seluruh dunia dalam kekuasaannya. Lalu ia mengajak raja-raja bawahannya untuk berembuk, ia berkata kepada mereka;
"Aku ingin membangun seperti Syurga yang disifatkan Allah dalam kitab_Nya!"
Mereka menjawab;
"Hal itu terserah Tuan hamba, karena kerajaan ini berada di bawah kekuasaan Tuan hamba, begitu pula semua perbendaharaannya adalah milik Tuan hamba pula.

Kemudia ia memerintahkan agar dikumpulkan semua emas dan perak yang ada, dari timur hingga ke barat. Setelah itu ia berkata;
"Bangunlah untukku Syurga dalam masa tiga ratus tahun!"

Lalu berkumpullah tukang-tukang bangunan, maka dipilihnya tiga ratus di antara mereka, setiap orang tukang-tukang bangunan itu membawahi seribu orang.

Mereka mengelilingi bumi selama sepuluh tahun, akhirnya mereka mendapatkan suatu tempat yang paling baik, ada pepohonan dan sungai-sungai.
Maka mereka pun membangun Syurga itu satu farsakh demi satu farsakh. Satu farsakh dari emas, dan satu farsakh dari perak.

Setelah mereka anggap bangunan itu telah sempurna, lalu mereka alirkan sungai-sungainya, mereka dirikan pohon-pohonnya yang batangnya dari perak, dan cabang serta rantingnya terbuat dari emas. Dan mereka bangun pula istana-istana terbuat dari mirah delima, dengan dihiasi berbagai permata, seperti intan, berlian dan lain-lain.

Setelah selesai pembangunan Syurga itu, mereka lalu memberi kabar kepada Syadad.

Syadad pun bersiap-siap untuk berangkat kesana, yang akan memakan waktu sepuluh tahun perjalanan.

Untuk merealisasikan keinginan Syadad itu, raja-raja dan para pembantu mereka telah mengambil emas dan perak rakyat dengan paksa, sehingga tidak sedikit pun emas dan perak pada seorang di dunia selain yang ada di leher seorang anak, yang beratnya kira-kira satu dirham. Ketika mereka akan merampasnya, anak itu berkata;
"Janganlah kalian ambil emasku itu!"
Akan tetapi mereka berkeras hendak mengambilnya juga, mereka berkata;
"Kami di perintah raja untuk mengambilnya!"
Lalu emas yang sedikit itu mereka renggutkan dengan paksa dari leher anak kecil tersebut. Maka anak kecil itu mengangkatkan tangannya ke langit seraya berdoa;
"Wahai Tuhanku, Engkau Maha Mengetahui tentang apa yang telah diperbuat oleh orang-orang zalim ini terhadap hamba-hamba_Mu yang lemah, maka tolonglah kami, wahai Zat yang meolong orang-orang yang meminta tolong kepada_Nya"

Maka malaikat semua meng_aminkan do'a anak itu.

Kemudian Allah mengutus malaikat Jibril as. Pada waktu itu rombongan Syadad telah sampai di dekat Syurga (bikinannya) itu. Akan tetapi tiba-tiba Jibril memekik dengan suara yang mengguntur dari atas langit, maka dalam seketika mereka mati semuanya, sebelum sempat memasuki Syurga tersebut. Dan tidak ketinggalan barang seorang pun, baik yang kaya atau yang miskin, baik raja atau menteri, seperti firman Allah;
"Dan berapa banyak telah kami binasakan umat-umat sebelum mereka. Adakah kamu melihat seorang pun dari mereka atau kamu dengar suara mereka samar-samar?"
(QS. Maryam : 98)

Berkah Dari Shodaqoh | Sedekah



Sedekah atau shodaqoh disamping mendapat pahala nanti di akhirat, sedekah juga banyak berkah, manfaat yang bisa di nikmati di dunia tanpa mengurangi pahalanya. Kisah berikut adalah sekelumit dari sekian banyaknya berkah sedekah.

Disalah satu keluarga Arab Saudi yang tinggal di pinggiran kota Riyadh, karena sang istri menderita kanker darah stadium 4, maka keluarga ini merekrut seorang TKW asal Indonesia untuk mendampingi dan merawat sang istri.

Seminggu TKW bekerja di keluarga ini, sang istri yang menderita kanker curiga pada pembantunya karena sering bolak-balik ke kamar mandi dan lama di dalam.

Suatu pagi, ia menanyai si pembantunya;
"Kenapa kamu sering ke kamar mandi dan berlama-lama tidak wajar?"
Sang TKW menjelaskan;
"Begini nyonya, 20 hari yang lalu saya melahirkan anak, karena saya butuh uang saya pun mendaftar menjadi TKW dan ongkos berangkat saya pinjam kepada tetangga saya. Karena kedua payudara saya selalu penuh ASI, maka terpaksa saya harus sering ke kamar mandi untuk mengeluarkan ASInya karena kalau tidak dikeluarkan akan terjadi peradangan" TKW tersebut menceritakan sambil membayangkan kondisi bayinya yang ditinggal di Indonesia.
Sang majikan inipun sangat iba, dan segera membookingkan pesawat.

Keesokan harinya ia memanggil sang TKW sekaligus menyodorkan 2 amplop berisi ticket pesawat, paspor dan gajih selama 24 bulan (sesuai perjanjian kontrak selama 2 tahun)
"Saya tidak tega, saya dapat merasakan perasaan seorang ibu, pulanglah ke kampungmu, jika suatu hari kamu ingin kembali kesini silahkan, dengan senang hati kami akan tetap menerimamu dengan tangan terbuka, ini nomer telpon kami, silahkan hubungi kami jika perlu" Kata sang majikan
Si pembantu gembira sekali dan sangat berterima kasih atas kebaikan hati sang majikannya. Dan dia pun pulang ke tanah air.

Keadaan sang majikan sendiri ternyata tiap hari terus membaik meskipun tanpa pembantu.

Ia pergi ke dokter langganannya periksa. Dokter kaget seolah tidak percaya, untuk meyakinkan dokter tersebut mengulangi CT-scan, indoskopi, periksa darah berulang-ulang. Hasilnya tetap menunjukkan 100% sembuh total, ia bersih dari kanker.
Dokter pun bertanya;
"Bagaimana ini bisa sembuh? Obat apa yang di minum...???"
Dia hanya berkata;
"Pesan Rasulullah saw; “Obatilah yang sakit dengan perbanyak sedekah (Daawuu mardhakum bishshodaqoh)”

Kisah Taubatnya Hasan Al Bashri



Imam Hasan Al Bashri adalah seorang ulama tasauf yang sangat zuhud dari kalangan tabi’in, yang lahir pada tahun 21 Hijriah, dua hari sebelum terbunuhnya khalifah Umar bin Khaththab dan meninggal tahun 110 Hijriah.
Ia lahir, tumbuh dan tinggal di Kota Bashrah, sehingga dinisbahkan menjadi namanya al Bashri. Tidak kurang dari 370 orang sahabat, 70 orang di antaranya adalah ahlul Badar, yang menjadi guru dan rujukan Hasan al Bashri dalam menuntut ilmu. Termasuk di antaranya adalah Ali bin Abi Thalib, yang digelari Nabi SAW sebagai pintunya ilmu. Namun kisah taubatnya Hasan al Bashri termasuk unik dan memilukan.

Sebelumnya, Hasan adalah seorang pemuda tampan yang hidup berkelimpahan harta. Ia selalu memakai pakaian yang indah-indah dan suka berkeliling kota untuk bersenang-senang. Suatu ketika ia melihat seorang wanita yang sangat cantik dan tubuh sangat memikat, Hasan berjalan di belakangnya dan mengikuti langkahnya kemanapun ia pergi. Tiba-tiba wanita itu berpaling kepada Hasan dan berkata,
“Tidakkah engkau malu??”
Hasan berkata,
“Malu kepada siapa??”
Wanita itu menjawab,
“Malu kepada Zat yang Maha Mengetahui apa yang ada di balik pandangan matamu, dan apa yang tersimpan di dalam dadamu!!”

Hasan sempat tertegun dengan perkataan wanita itu, yang rasanya menghunjam jauh ke dalam hatinya. Sempat terjadi pergolakan, tetapi kecantikan dan pesona wanita itu seolah membetot sukmanya, terutama dua matanya yang jeli memikat. Ia benar-benar jatuh hati dan tidak mampu rasanya untuk berpaling, karena itu ia terus mengikutinya. Ketika tiba di depan rumahnya, lagi-lagi wanita itu berpaling dan berkata,
“Mengapa engkau mengikuti hingga ke sini??”
Hasan berkata,
“Aku terfitnah (tergoda) dengan keindahan dua matamu!!”

Sesaat terdiam, kemudian wanita itu berkata,
“Baiklah kalau begitu, duduklah sebentar, aku akan memenuhi apa yang engkau inginkan!!”

Hati Hasan sangat gembira, dikiranya wanita itu juga jatuh hati kepadanya dan akan bersedia menjadi istrinya. Bagaimanapun juga ia seorang pemuda yang tampan dan kaya, sangat mungkin kalau wanita itu akan menerima cintanya. Tidak lama berselang, muncul pelayan wanita dengan membawa baki tertutup sebuah sapu tangan, yang langsung menyerahkannya kepada Hasan. Ia membuka sapu tangan itu, dan seketika wajahnya menjadi pucat pasi. Dua bola mata, dengan sedikit percikan darah tergeletak di atas baki itu. Pelayan wanita itu berkata,
“Tuan puteri saya berpesan kepada tuan: Aku tidak menginginkan mata, yang menyebabkan fitnah bagi orang lain!!”

Tubuh Hasan bergetar hebat penuh ketakutan, dan ia segera berlari pulang. Tubuhnya lunglai seolah tidak memiliki tulang belulang. Sambil memegang jenggotnya, ia berkata kepada dirinya sendiri,
“Oh, alangkah hinanya engkau, percuma saja engkau berjenggot, tetapi engkau jauh lebih hina daripada wanita itu!!”

Semalaman itu Hasan hanya menangis penuh penyesalan dan bertaubat kepada Allah. Pagi harinya ia mendatangi rumah wanita itu untuk meminta maaf dan kehalalan dari dirinya. Tetapi rumah wanita itu dalam keadaan tertutup, dan terdengar tangisan dari dalamnya. Salah seorang tetangganya memberitahukan kalau wanita pemilik rumah itu telah meninggal. Hasan makin tenggelam dalam kesedihan dan penyesalan.
Tiga hari lamanya ia tidak keluar rumah, waktunya hanya berisi tangis penyesalan atas apa yang telah dilakukannya, dan bertaubat kepada Allah. 

Pada hari ketiga, ia bermimpi melihat wanita itu sedang duduk di surga. Hasan menghampirinya dan berkata,
“Berilah aku maaf dan kehalalan atas apa yang aku lakukan!!”
Wanita itu berkata,
“Aku telah memaafkan dan menghalalkanmu, karena aku telah memperoleh kebaikan yang banyak dari Allah, dengan sebab dirimu!!”
Hasan berkata lagi,
“Berilah aku nasehat!!”
Wanita itu berkata,
“Ketika engkau dalam kesendirian (kesunyian), berdzikirlah kepada Allah Ta’ala. Ketika engkau berada di pagi dan sore hari, beristighfarlah dan bertaubatlah kepada Allah!!”

Setelah terbangun dari mimpinya itu, hati Hasan menjadi lebih lega. Ia merubah total pola hidupnya syelama ini. Semua harta yang dimilikinya disedekahkan di jalan Allah, ia hidup dalam keadaan zuhud dan selalu dalam ketaatan, memperdalam ilmu dari para sahabat Nabi SAW yang memang banyak yang tinggal di kota Bashrah.

Suara Syaitan Yang Menggoda Keteguhan Iman



Diceritakan suatu hari Sheikh Abdul Qadir jailani berjalan merantau seorang diri. Dalam mengharungi padang pasir yang panas terik itu ia merasa kehausan. Tiba-tiba ia melihat sebuah bejana dari perak melayang di udara lalu perlahan-lahan turun kepadanya diselimuti awan di atasnya.

 Saat itu diceritakan terdengar suara ghaib di angkasa;
"Hai Abdul Qadir, minumlah isi bejana ini. Hari ini kami telah menghalalkan kamu makan dan minum semua yang selama ini aku haramkan. Dan telah kugugurkan semua kewajipan untukmu." Bunyi suara ghaib itu.

 Sebagai orang yang arif, Abdul Qadir cukup tahu bahwa suara ghaib yang menyerupai wahyu itu cuma syaitan yang menggoda keteguhan imannya. Maka marahlah ia dan berkata;
"Hai mal'un pergilah engkau dari sini. Sesungguhnya aku tiada lebih mulia dibandingkan dengan Nabi Muhammad S.A.W di sisi Allah Taala. Kepada Rasulullah saja tidak mungkin berlaku ketentuan semacam itu. Barang yang diharamkan Allah selamanya tetap haram, dan kewajiban hamba kepadanya tidak pernah digugurkan termasuk pada diriku." Ujarnya tegas.

Seorang Lelaki Melawan Iblis



Suami isteri itu hidup tenteram pada awalnya. Meskipun melarat, mereka taat kepada perintah Tuhan. Segala yang dilarang Allah dihindari, dan ibadah mereka tekun sekali.
Si Suami adalah seorang yang alim yang taqwa dan tawakkal. Tetapi sudah beberapa lama isterinya mengeluh terhadap kemiskinan yang tiada habis-habisnya itu. Ia memaksa suaminya agar mencari jalan keluar. Ia membayangkan alangkah senangnya hidup jika segala-galanya serba cukup.

Pada suatu hari, lelaki yang alim itu berangkat ke ibu kota, mau mencari pekerjaan. Di tengah perjalanan ia melihat sebatang pohon besar yang tengah dikerumuni orang. Ia mendekat. Ternyata orang-orang itu sedang memuja-muja pohon yang konon keramat dan sakti itu. Banyak juga kaum wanita dan pedagang-pedagang yang meminta-minta agar suami mereka setia atau dagangnya laris.
“Ini syirik,” fikir lelaki yang alim tadi.
“Ini harus diberantas habis. Masyarakat tidak boleh dibiarkan menyembah serta meminta selain Allah.”

Maka pulanglah dia terburu.
Isterinya heran, mengapa secepat itu suaminya kembali. Lebih heran lagi waktu dilihatnya si suami mengambil sebilah kapak yang diasahnya tajam. Lantas lelaki alim tadi bergegas keluar.
Isterinya bertanya tetapi ia tidak menjawab. Segera dinaiki keledainya dan dipacu cepat-cepat ke pohon itu.

Sebelum sampai di tempat pohon itu berdiri, tiba-tiba melompat sesosok tubuh tinggi besar dan hitam. Dia adalah iblis yang menyerupai sebagai manusia.
“Hai, mau ke mana kamu?” tanya si iblis.
Orang alim tersebut menjawab,
“Saya mau menuju ke pohon yang disembah-sembah orang bagaikan menyembah Allah. Saya sudah berjanji kepada Allah akan menebang roboh pohon syirik itu.”
“Kamu tidak ada hubungan apa-apa dengan pohon itu. Yang penting kamu tidak ikut-ikutan syirik seperti mereka. Sudah pulang saja.”
“Tidak boleh, kemungkaran mesti diberantas,” jawab si alim bersikap tegas.
“Berhenti, jangan teruskan!” bentak iblis marah.
“Akan saya teruskan!”

Karena masing-masing tegas pada pendirian, akhirnya terjadilah perkelahian antara orang alim tadi dengan iblis. Kalau melihat perbedaan badannya, seharusnya orang alim itu dengan mudah boleh dibinasakan. Namun ternyata iblis menyerah kalah, meminta-minta ampun. Kemudian dengan berdiri menahan kesakitan dia berkata,
“Tuan, maafkanlah kekasaran saya. Saya tak akan berani lagi mengganggu tuan. Sekarang pulanglah. Saya berjanji, setiap pagi, apabila Tuan selesai menunaikan shalat Subuh, di bawah tikar shalat Tuan saya sediakan uang emas empat dinar. Pulang saja, jangan teruskan niat Tuan itu dulu,”

Mendengar janji iblis dengan uang emas empat dinar itu, lunturlah kekerasan tekad si alim tadi. Ia teringatkan isterinya yang hidup kekurangan. Ia teringat akan tuntutan isterinya setiap hari. Setiap pagi empat dinar, dalam sebulan saja dia sudah bisa menjadi orang kaya. Mengingatkan desakan-desakan isterinya itu maka pulanglah dia. Patah niatnya yang semula hendak memberantas kemungkaran.

Demikianlah, semenjak pagi itu isterinya tidak pernah marah lagi.
Hari pertama, ketika si alim selesai shalat, dibukanya tikar shalatnya. Betul di situ tergeletak empat benda berkilat, empat dinar uang emas. Dia meloncat riang, isterinya gembira.

Begitu juga hari yang kedua. Empat dinar emas.

Ketika pada hari yang ketiga, matahari mulai terbit dan dia membuka tikar shalat, masih didapatinya uang itu. Tapi pada hari keempat dia mulai kecewa. Di bawah tikar sembahyangnya tidak ada apa-apa lagi keculai tikar pandan yang rapuh. Isterinya mulai marah karena uang yang kemarin sudah dihabiskan sama sekali. Si alim dengan lesu menjawab,
“Jangan kuatir, esok barangkali kita bakal dapat delapan dinar sekaligus.”

Keesokkan harinya, harap-harap cemas suami-isteri itu bangun pagi-pagi. Selesai shalat dibuka tikar sejadahnya kosong.
“Kurang ajar. Penipu,” teriak si isteri.
“Ambil kapak, tebanglah pohon itu.”
“Ya, memang dia telah menipuku. Akan aku habiskan pohon itu semuanya hingga ke ranting dan daun-daunnya,” sahut si alim itu.

Maka segera ia mengeluarkan keledainya. Sambil membawa kapak yang tajam dia memacu keledainya menuju ke arah pohon yang syirik itu.

Di tengah jalan iblis yang berbadan tinggi besar tersebut sudah menghalang. Katanya menyorot tajam,
“mau ke mana kamu?” herdiknya menggegar.
“mau menebang pohon,” jawab si alim dengan gagah berani.
“Berhenti, jangan lanjutkan.”
“Bagaimanapun juga tidak boleh, sebelum pohon itu tumbang.”

Maka terjadilah kembali perkelahian yang hebat. Tetapi kali ini bukan iblis yang kalah, tapi si alim yang terkulai. Dalam kesakitan, si alim tadi bertanya penuh heran,
“Dengan kekuatan apa engkau dapat mengalahkan saya, padahal dulu engkau tidak berdaya sama sekali?”
Iblis itu dengan angkuh menjawab,
“Tentu saja engkau dahulu bisa menang, karena waktu itu engkau keluar rumah untuk Allah, demi Allah. Andaikata kukumpulkan seluruh belantaraku menyerangmu sekalipun, aku takkan mampu mengalahkanmu. Sekarang kamu keluar dari rumah hanya karena tidak ada uang di bawah tikar sajadahmu. Maka biarpun kau keluarkan seluruh kemampuanmu, tidak mungkin kamu mampu menjatuhkan aku. Pulang saja. Kalau tidak, kupatahkan nanti batang lehermu.”
Mendengar penjelasan iblis ini si alim tadi termangu-mangu.
Ia merasa bersalah, dan niatnya memang sudah tidak ikhlas karena Allah lagi. Dengan terhuyung-hayang ia pulang ke rumahnya. Dibatalkan niat semula untuk menebang pohon itu.
Ia sadar bahwa perjuangannya yang sekarang adalah tanpa keikhlasan karena Allah, dan ia sadar perjuangan yang semacam itu tidak akan menghasilkan apa-apa selain dari kesia-siaan yang berkelanjutan. Sebab tujuannya adalah karena harta benda, mengatasi keutamaan Allah dan agama. Bukankah berarti ia menyalahgunakan agama untuk kepentingan hawa nafsu semata-mata ?
“Barangsiapa di antaramu melihat sesuatu kemungkaran, hendaklah (berusaha) memperbaikinya dengan tangannya (kekuasaan), bila tidak mungkin hendaklah berusaha memperbaikinya dengan lidahnya (nasihat), bila tidak mungkin pula, hendaklah mengingkari dengan hatinya (tinggalkan). Itulah selemah-lemah iman.” [Hadith Riwayat Muslim]

Takut Yang Menyelamatkan



Ada seorang lelaki di masa yang lalu (masa sebelum Nabi SAW), ia diberi kelimpahan harta dan anak-anak. Tetapi ia sama sekali tidak pernah berbuat kebaikan walau tidak sampai kehilangan keimanannya kepada Allah.

Ketika kematian hampir menjemputnya, ia baru menyadari betapa buruknya apa yang telah dilakukannya selama ini. Hampir tidak ada sedikitpun bekal kebaikan yang dimilikinya untuk memasuki alam barzah (kubur) dan alam akhirat. 

Didorong oleh rasa kekhawatirannya menghadap Allah tanpa sedikitpun amal kebaikan, ia memanggil anak-anaknya dan berkata,
“Wahai anak-anakku, ayah macam apakah aku ini bagi kalian??”
Mereka berkata,
“Sebaik-baiknya ayah bagi kami!!”
Ia berkata,
“Sesungguhnya aku ini tidak sedikitpun menyimpan atau menanam kebaikan di sisi Allah. Kalau Allah menghendaki, pastilah Dia akan menimpakan suatu siksaan kepadaku, dengan siksaan yang tidak akan pernah ditimpakan kepada orang lain….”

Sesaat lelaki itu terdiam, kemudian melanjutkan,
“Aku ingin mengikat perjanjian dengan kalian, kalau aku telah meninggal, hendaklah kalian melaksanakan wasiatku, bagaimanapun juga keadaannya!!”

Kemudian ia menjabat tangan anak-anaknya satu persatu dan meminta dengan tegas untuk melaksanakan pesan (wasiat)-nya. 

Ia berkata lagi, sebagai wasiat terakhir yang harus dilaksanakan anak-anaknya,
“Perhatikanlah wasiatku ini, apabila aku telah mati, kumpulkanlah kayu bakar yang banyak, dan bakarlah jenazahku. Dan jika telah tinggal tulang-tulangnya, ambillah dan tumbuklah sampai halus seperti debu, dan tebarkanlah di atas sungai pada hari yang sangat panas dan berangin!!”

Pada beberapa riwayat lainnya,
“…tebarkanlah pada hari yang berangin di lautan!!”

Wasiat yang sungguh mengerikan, dan tidak pantas untuk dilaksanakan, Tetapi karena mereka telah diikat dengan kuat oleh ayahnya dengan suatu perjanjian, maka mereka melaksanakan wasiat tersebut dengan sebaik-baiknya.

Maka Allah memerintahkan bumi untuk mengumpulkan debu dari jenazah lelaki itu, dan dengan kalimat ‘kun’ Dia menghidupkan dan mendatangkan lelaki itu di hadirat-Nya, dan berfirman,
“Wahai hamba-Ku, apakah yang mendorongmu berbuat seperti itu?”
Lelaki itu berkata,
“Wahai Tuhanku, aku melakukan semua itu karena aku takut kepada-Mu, takut Engkau akan memisahkanku dari-Mu!!”

Dengan jawaban seperti itu, Allah melimpahkan rahmat kepadanya dan mengampuni semua dosa dan kesalahan yang telah dilakukannya. 

Tentu saja konsep penebusan diri, atau penistaan diri sendiri seperti itu sebagai kaffarat atas dosa dan berbagai amal kejelekan yang dilakukan seseorang, tidak berlaku bagi umat Nabi Muhammad SAW. Allah telah membukakan pintu taubat dan ampunan seluas-luasnya bagi kita, umat Rasulullah SAW. Bahkan seandainya telah meninggal dunia belum juga bertaubat, masih ada kemungkinan dosa-dosa itu diampuni, asalkan bukan dosa syirik. Inilah salah satu bentuk kemurahan dan kasih sayang Allah kepada Nabi SAW, yang berimbas kepada kita umat beliau. 

Tentu saja idealnya, kita harus segera bertaubat jika melakukan suatu dosa atau kesalahan, dan jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah, walau mungkin kita masih akan terjatuh juga pada dosa yang sama. Allah tidak akan pernah bosan menerima taubat seorang hamba, kecuali jika hamba itu sendiri yang bosan bertaubat dan putus asa dari rahmat Allah. Dan rasa takut kepada Allah, baik karena dosa-dosa yang dilakukannya, atau karena mengetahui dan melihat keagungan Allah, atau kegentaran menghadapi yaumul hisab, akan sangat mungkin mengundang kasih sayang dan maghfirah Allah, sebagaimana kisah di atas.

 Walahu A’lam.

Ketakutan Seorang Anak Kecil



Ada seorang syaikh sedang berjalan-jalan di tepian sebuah sungai, ia melihat seorang anak kecil yang belum mencapai usia baligh, sedang berwudhu sambil menangis. Hal itu menarik perhatiannya, maka ia bertanya,
“Wahai anak kecil, apa yang membuatmu menangis??”
Anak itu berkata,
“Wahai Tuan, aku sedang membaca Al Qur’an, hingga sampai pada firman Allah (yakni Surah at Tahrim ayat 6, yang artinya):
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Para penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya (kepada mereka)."
Wahai Tuan, setelah membaca ayat ini, aku sangat ketakutan kalau-kalau Allah akan memasukkan aku ke dalam neraka!!”

Sang syaikh tersenyum bijak, dan berkata,
“Wahai anak kecil, engkau seorang anak yang terjaga, maka janganlah kamu takut, engkau tidak patut masuk neraka!!”

Tentu saja jawabannya itu didasari kenyataan yang dilihatnya, bahwa anak sekecil itu sedang berwudhu, membaca Al Qur’an, bahkan bisa menangis ketika menangkap makna ayat-ayat Al Qur’an.

Tetapi mendengar jawaban sang syaikh, anak itu memandang dengan keheranan, dan berkata,
“Wahai Tuan, bukankah engkau orang yang berakal sehat? Tidakkah engkau tahu, ketika manusia akan menyalakan api, ia akan membutuhkan kayu-kayu yang lebih kecil terlebih dahulu, baru kemudian kayu-kayu yang lebih besar!!”

Jawaban dari logika anak kecil, yang mungkin belum banyak memperoleh pengajaran tentang ilmu-ilmu keislaman. Tetapi hal itu sangat menyentuh sang syaikh, ia menangis lebih keras daripada tangisan anak kecil itu, dan berkata,
“Anak sekecil ini lebih takut kepada neraka, bagaimana dengan keadaan kami??”

Karunia Allah Di Akhirat



Ada seorang lelaki ahli ibadah (abid) telah menghabiskan waktunya selama empat puluh tahun hanya beribadah kepada Allah tanpa sedikit pun melakukan kemaksiatan. Bahkan ia tidak pernah berfikir meminta sesuatu kepada Allah dengan ibadahnya itu, karena ia melaksanakannya benar-benar ikhlas karena Allah. Tetapi di suatu malam, tiba-tiba saja muncul suatu keinginan untuk meminta, dan ia langsung berkata dalam munajatnya,
“Ya Allah, tunjukkanlah kepadaku bidadari yang telah Engkau sediakan (janjikan) untukku di akhirat kelak!!”

Tiba-tiba dinding mihrabnya (tempat ibadahnya) terbelah dan muncul seorang wanita yang sangat cantik memikat, begitu cantiknya sehingga akan menjadi fitnah jika wanita ini (yang sebenarnya adalah bidadari) muncul di tengah-tengah masyarakat manusia di dunia ini.
Tiba-tiba wanita itu berkata,
“Wahai hamba Allah, engkau mengeluh kepada Tuhanmu sedangkan Dia telah mengetahui keluhanmu (tanpa engkau mengucapkannya). Dan Tuhanmu telah memenuhi harapanmu dan menghalaukan ujian-ujian untukmu. Dan Allah mengutusku menemuimu untuk menjinakkan hatimu. Tahukah engkau, bahwa setiap harinya sepanjang malam engkau beribadah, aku berbisik kepadamu. Jika saja engkau bisa mendengar bisikanku, pastilah malam-malammu menjadi lebih mengasyikkan!!”

Lelaki ahli ibadah itu berkata,
“Wahai wanita, siapakah engkau ini??”
Wanita itu berkata,
“Aku adalah bidadari yang disediakan Allah untukmu di akhirat kelak!!”

Lelaki itu berkata lagi,
“Berapa banyak istriku yang seperti engkau ini??”
“Seratus orang, dan setiap orangnya mempunyai seratus pelayan….!!”

Tampak sekali lelaki ahli ibadah itu terkagum-kagum, kemudian berkata,
“Apakah ada orang yang diberi lebih banyak daripada aku ini??”

Bidadari itu tersenyum dan berkata,
“Wahai orang yang miskin, tentu saja ada dan banyak sekali!! Pemberian yang diberikan kepadamu ini adalah pemberian bagi seseorang yang banyak berbuat dosa, kemudian membaca istighfar, dan Allah memberikan ampunan kepadanya. Dan ia terus menerus membaca istighfar setiap terbenamnya matahari sehingga Allah tak henti-hentinya melimpahkan ampunan kepadanya!!”

Tiba-tiba bidadari itu lenyap dari pandangannya dan dinding mihrabnya kembali seperti sediakala. Lelaki itu makin meningkatkan ibadahnya kepada Allah dan tidak henti-hentinya membaca istighfar. Karena ternyata keinginannya yang sekali itu telah dianggap sebagai keluhan, dan menjadikan dirinya ‘sejajar’ dengan orang-orang yang banyak berdosa dan diterima taubatnya oleh Allah, walau selama ini ia tidak banyak berbuat maksiat.

Tersembunyinya Kekasih Allah



Abdullah bin Mubarak, salah seorang ulama di masa tabi’in, setelah melaksanakan ibadah haji atau umrah, ia tinggal beberapa waktu lamanya di Makkah. Ketika itu terjadi masa paceklik karena telah beberapa bulan lamanya tidak terjadi hujan. Maka orang-orang datang ke suatu lapangan luas untuk melaksanakan shalat istisqo’ (shalat meminta hujan), Abdullah bin Mubarak ikut serta dalam jamaah shalat tersebut.

Usai shalat dan memanjatkan doa kepada Allah, tidak terlihat tanda-tanda bahwa hujan akan turun. Hingga malam menjelang tidak ada awan tebal yang datang membawa air untuk menyirami wilayah Makkah dan sekitarnya.

Keesokan harinya, mereka mengulang lagi shalat istisqo’ tersebut, tetapi masih juga tidak ada pertanda akan turunnya hujan, termasuk ketika mereka melakukannya untuk ke tiga kalinya pada hari berikutnya.

Setelah berjamaah shalat Istisqo’ pada hari ketiga itu, Ibnul Mubarak berkata dalam hati,
“Aku akan keluar memisahkan diri dari orang-orang ini dan berdoa kepada Allah, mudah-mudahan Allah melimpahkan rahmat-Nya dan mengabulkan doaku sehingga hujan bisa turun!!”

Ia berjalan diam-diam menuju perbukitan di sekitar Makkah, dan masuk salah satu gua yang berada di sana. Tetapi belum sempat ia berbuat apa-apa, tiba-tiba masuklah ke dalam gua itu seorang lelaki berkulit hitam, yang tampaknya seorang budak. Entah tidak tahu, pura-pura tidak tahu atau merasa minder melihat ‘penampilan’ Ibnul Mubarak yang layaknya seorang ulama khusyu dan ‘khos’, budak berkulit hitam itu tidak menyapa atau memberi salam kepadanya.

Lelaki hitam itu langsung shalat dua rakaat yang tampaknya sederhana dan ringkas. Setelah mengucap salam, ia meletakkan kepalanya di tanah dan berdoa,
“Ya Allah, sesungguhnya mereka itu adalah hamba-hamba-Mu, mereka telah melaksanakan shalat Istisqo’ selama tiga hari, tetapi Engkau belum berkenan juga menurunkan hujan. Maka demi Keagungan dan Kemuliaan-Mu, aku tidak akan mengangkat kepalaku hingga Engkau menurunkan hujan kepada kami!!”

Beberapa waktu lamanya ia dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba datang awan hitam bergulung-gulung, kemudian hujan turun dengan derasnya. Lelaki itu segera mengangkat kepalanya dan keluar gua, berjalan menembus hujan tanpa berkata apa-apa.

Sejenak Ibnul Mubarak tertegun melihat pemandangan itu, dan segera setelah tersadar ia berjalan mengikuti lelaki hitam itu menembus hujan. Ia terus membuntutinya hingga memasuki sebuah perkampungan, dan lelaki hitam itu memasuki sebuah rumah yang cukup bagus. Ia duduk diam di depan rumah itu beberapa waktu lamanya, sampai seseorang keluar. Ibnul Mubarak berkata,
“Rumah siapakah ini?”
Lelaki itu berkata,
“Rumah Tuan Fulan bin Fulan!!”
“Bisakah saya membeli budak dari dirinya?” Kata Ibnul Mubarak lagi.
Lelaki itu berkata,
“Bisa dan silahkan masuk!!”

Ibnul Mubarak dipersilahkan duduk dan lelaki itu segera memanggil tuannya. Sang pemilik rumah menemui Ibnul Mubarak sambil membawa seorang budak yang bagus wajahnya dan tampak cekatan, tetapi ia berkata,
“Aku tidak menginginkan orang ini, apakah engkau mempunyai budak lainnya??”
“Baiklah!!” Kata sang pemilik rumah, sambil memerintahkan untuk memanggil budak lainnya. 

Satu atau dua orang budak lagi ditunjukkan, tetapi Ibnul Mubarak berkata,
“Aku menginginkan yang lainnya, apakah engkau masih memilikinya?”

Tujuan utama Abdullah bin Mubarak adalah lelaki hitam yang ditemuinya di dalam gua itu. Orang itu berkata,
“Saya memang masih memiliki satu orang lagi budak, tetapi ia sangat tidak pantas bagi tuan!!”
“Mengapa?” Tanya Ibnul Mubarak.
Orang itu berkata,
“Karena dia seorang yang pemalas, tuan tidak akan memperoleh manfaat apa-apa dari dirinya.”
Ibnul Mubarak berkata,
“Bawalah dia kemari, aku ingin melihatnya.”

Budak itu segera didatangkan, dan memang lelaki hitam yang ditemuinya di dalam gua tersebut. Tampak kegembiraan di matanya dan segera ia berkata,
“Aku ridha dengan orang ini, berapa engkau ingin menjualnya!!”
Orang itu berkata,
“Saya dahulu membelinya dua puluh dinar, tetapi sekarang tidak laku walau hanya sepuluh dinar!!”
“Saya akan membelinya seharga sepuluh dinar darimu!!” Kata Abdullah bin Mubarak, yang langsung mengeluarkan uang sepuluh dinar dan memberikannya kepada orang itu.

Ibnul Mubarak membawa budak hitam itu ke tempat tinggalnya. Budak hitam yang selama itu hanya diam saja, tiba-tiba berkata,
“Wahai Ibnul Mubarak, mengapa engkau membeli aku, aku tidak akan mengabdi dan melayani dirimu!!”

Walau sempat menduga sebelumnya karena peristiwa di dalam gua itu, masih juga Ibnul Mubarak terkejut karena budak itu mengetahui dan menyebut namanya. Padahal ia belum pernah memperkenalkan diri, termasuk kepada pemilik sebelumnya. Tetapi justru hal itu memperkuat dugaannya sebelumnya, segera saja Ibnul Mubarak berkata,
“Bukan seperti itu, justru aku yang akan melayani kamu, siapakah namamu??”
Budak hitam itu berkata,
“Para kekasih Allah tentu mengenal kekasih-Nya!!”

Ketika lelaki hitam itu akan beranjak untuk berwudhu, Ibnul Mubarak segera mengambil air untuknya dan mempersiapkan sandal, serta menunjukkan kamar untuk dirinya. Di dalam kamar lelaki hitam itu shalat dua rakaat. Ibnul Mubarak yang memang sengaja menguping itu, mendengar dia berdoa setelah shalatnya, layaknya sedang bersyair (berpuisi),
“Wahai Tuhan Pemilik Rahasia, rahasia telah menjadi nyata (terbuka), saya tidak lagi menginginkan kehidupan ini, setelah rahasia hidupku diketahui….!!”

Beberapa waktu lamanya Ibnul Mubarak menunggu, tetapi ia tidak mendengar suara atau gerakan apapun, maka ia masuk ke dalam kamar dan mendapati lelaki hitam itu telah meninggal.

Ia segera mengurus jenazahnya dengan penuh takdzim, hingga memakamkannya. Hanya sedikit orang saja yang membantu dan mengiringi jenazahnya karena hanya seorang budak hitam yang tampak sangat sepele. Hal itu justru menggembirakan bagi Ibnul Mubarak karena ia sendiri yang akhirnya banyak berperan dalam mengurus jenazah ‘kekasih Allah’ tersebut.

Malam harinya, Ibnul Mubarak bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW. Di sisi kanan beliau ada seorang tua (syaikh) yang wajahnya tampak bersinar, dan budak hitam itu berada di sisi kiri beliau. Nabi SAW bersabda dalam mimpinya itu,
“Mudah-mudahan Allah membalas engkau dengan kebaikan yang berlimpah karena apa yang telah engkau lakukan itu. Aku tidak melihat adanya bahaya dan kesulitan yang akan engkau hadapi karena engkau telah berbuat kebaikan kepada kekasihku ini!!”
Beliau menunjuk lelaki hitam tersebut, dan Ibnul Mubarak berkata,
“Ya Rasulullah, apakah dia itu kekasihmu?”
“Benar,” Kata Nabi SAW, “Dan dia juga kekasih Khalilul Rahman, Ibrahim AS!!”

Beliau menunjuk lelaki tua di sisi kanan beliau. Dan Ibnul Mubarak tersentak bangun dari tidurnya. Ia segera bangkit berwudhu dan shalat dua rakaat, kemudian berdoa yang lebih banyak diisinya dengan ucapan syukur kepada Allah.

Kisah Nafsu Yang Keras Kepala Pada Perintah Allah



Dalam sebuah kitab karangan 'Ustman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syaakir Alkhaubawiyi, seorang ulama yang hidup dalam abad ke XIII Hijrah, menerangkan bahwa sesungguhnya Allah SWT telah menciptakan akal, maka Allah SWT telah berfirman yang artinya;
"Wahai akal mengadaplah engkau."
Maka akal pun mengadap kehadapan Allah SWT. 

Kemudian Allah SWT
berfirman yang artinya;
"Wahai akal berbaliklah engkau!",
lalu akal pun berbalik.

Kemudian Allah SWT berfirman lagi yang artinya:
"Wahai akal! Siapakah aku?".
Lalu akal pun berkata,
"Engkau adalah Tuhan yang menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu yang daif dan lemah."

Lalu Allah SWT berfirman yang artinya;
"Wahai akal tidak Ku-ciptakan makhluk yang lebih mulia daripada engkau."

Setelah itu Allah SWT menciptakan nafsu, dan berfirman kepadanya yang artinya:
"Wahai nafsu, mengadaplah kamu!".
Nafsu tidak menjawab sebaliknya mendiamkan diri.

Kemudian Allah SWT berfirman lagi yang artinya:
"Siapakah engkau dan siapakah Aku?".
Lalu nafsu berkata,
"Aku adalah aku, dan Engkau adalah Engkau."

Setelah itu Allah SWT menyiksanya dengan neraka jahim selama 100 tahun, dan kemudian mengeluarkannya. Kemudian Allah SWT berfirman yang artinya:
"Siapakah engkau dan siapakah Aku?".
Lalu nafsu berkata,
"Aku adalah aku dan Engkau adalah Engkau."

Lalu Allah SWT menyiksa nafsu itu dalam neraka Juu' (neraka yang penuh dengan rasa lapar) selama 100 tahun. Setelah dikeluarkan maka Allah SWT berfirman yang artinya:
"Siapakah engkau dan siapakah Aku?".
Akhirnya nafsu mengakui dengan berkata,
"Aku adalah hamba-Mu dan Engkau adalah tuhanku."

Dalam kitab tersebut juga diterangkan bahwa dengan sebab itulah maka Allah SWT mewajibkan puasa.

Dalam kisah ini dapatlah kita mengetahui bahwa nafsu itu adalah sangat jahat oleh itu hendaklah kita mengawal nafsu itu, jangan biarkan nafsu itu mengawal kita, sebab kalau dia yang mengawal kita maka kita akan menjadi musnah.

Kisah Nyata Seorang Dokter setelah Iktikaf Di Masjid 3 Hari



Sejak pulang dari itikaf di masjid selama tiga hari bersama jamaah dakwah, dokter Agus menjadi pribadi yang berbeda. Sedikit-sedikit bicaranya Allah, sedikit-sedikit bicaranya Rasulullah.

Cara makan dan cara tidurnya pun berbeda, katanya itulah cara tidur Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.

Rupanya, pengalaman itikaf dan belajar di masjid betul-betul berkesan baginya. Ada semangat baru.

Namun beliau juga jadi lebih banyak merenung. Dia selalu teringat-ingat dengan kalimat yang dibicarakan amir jamaah.

“Obat tidak dapat menyembuhkan, yang menyembuhkan adalah Allah.

Obat bisa menyembuhkan berhajat kepada Allah, karena sunnatullah.

Sedang Allah menyembuhkan, tidak berhajat melalui obat.

Allah bisa menyembuhkan dengan obat atau bahkan tanpa obat.

Yang menyembuhkan bukanlah obat, yang menyembuhkan adalah Allah.”

Dia-pun merenung, bukan hanya obat, bahkan dokter pun tidak punya upaya untuk memberi kesembuhan. Yang memberi kesembuhan adalah Allah.

Sejak itu, sebelum memeriksa pasiennya, ia selalu bertanya.

“Bapak sebelum ke sini sudah izin dulu kepada Allah?” atau “Sudah berdoa meminta kesembuhan kepada Allah?” atau “Sudah lapor dulu kepada Allah?"

Jika dijawab belum (kebanyakan memang belum), beliau meminta pasien tersebut mengambil air wudhu, dan shalat dua rakaat di tempat yang telah disediakan

Jika memberikan obat, beliau pun berpesan dengan kalimat yang sama. “Obat tidak bisa menyembuhkan, yang menyembuhkan adalah Allah. Namun berobat adalah sunnah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan sebagai ikhtiar dan sunnatullah, agar Allah mau menyembuhkan”.

Ajaib! banyak pasien yang sembuh.

Jika diperiksa dengan ilmu medis, peluang sehatnya hampir tidak ada, ketika diberikan terapi “Yakin” yang diberikan beliau, menjadi sehat.

Pernah ada pasien yang mengeluh sakit, beliau minta agar orang tsb. untuk shalat dua rakaat (minta ampun dan minta kesembuhan kepada Allah), ketika selesai shalat pasien tersebut langsung merasa sehat dan tidak jadi berobat.

Rudi, Asistennya bertanya, kenapa dia langsung sembuh?
Dr. Agus katakan, bisa jadi sumber sakitnya ada di hati, hati yang gersang karena jauh dari Allah.

Efek lain adalah pasiennya pulang dalam keadaan senang dan gembira. Karena tidak hanya fisiknya yang diobati, namun batinnya pun terobati.

Hati yang sehat, membuat fisik yang kuat. Dan sebaik-baik obat hati adalah Dzikir, Al-Quran, Wudhu, Shalat, Do'a dan tawakal pada Allah.

Pernah ada pasien yang jantungnya bermasalah dan harus dioperasi.

Selain “Yakin”, beliau juga mengajarkan terapi cara hidup Rasulullah. Pasien tersebut diminta mengamalkan satu sunnah saja, yaitu sunnah tidur. Sebelum tidur berwudhu, kalau bisa shalat dua rakaat, berdoa, berdzikir, menutup aurat, posisi kanan adalah kiblat, dan tubuh miring ke kanan.

Seminggu kemudian, pasien tersebut diperiksa. Alhamdulillah, tidak perlu dilakukan operasi. Allah telah memberi kesembuhan atasnya.

Ada juga pasien yang ginjalnya bermasalah. Beliau minta agar pasien tersebut mengamalkan sunnah makan dan sunnah di dalam WC. Makan dengan duduk sunnah sehingga posisi tubuh otomatis membagi perut menjadi 3 (udara, makanan, dan air). Kemudian buang air kecil dengan cara duduk sunnah, menguras habis-habis kencing yang tersisa dengan berdehem 3 kali, mengurut, dan membasuhnya dengan bersih.

Seminggu kemudian, saat diperiksa ternyata Allah berikan kesembuhan kepada orang tersebut.

Rudi pernah sedikit protes. Sejak melibatkan Allah, pasiennya jadi jarang bolak-balik dan berisiko mengurangi pendapatan beliau.
Namun Dr. Agus katakan bahwa rezeki adalah urusan Allah. Dan beliau jawab dengan kalimat yang sama dengan redaksi yang berbeda, bahwa “Sakitnya pasien tidak dapat mendatangkan rezeki, yang memberi rezeki adalah Allah. Allah juga bisa mendatangkan rezeki tanpa melalui sakitnya pasien”.

Enam bulan berikutnya seorang pasien yang pernah sembuh karena diminta shalat oleh beliau, datang ke klinik, mengucapkan terima kasih, dan berniat mengajak dokter serta asistennya umroh bulan depan.

Dr. Agus kemudian memanggil Rudi ke dalam ruangan. Sebenarnya beliau tahu bahwa Rudi ingin: sekali berangkat umrah. Namun kali ini beliau ingin bertanya langsung dengannya.

“Rudi, bapak ini mengajak kita untuk umrah bulan depan, kamu bersedia?”

Rudi tidak menjawab, namun matanya berbinar, air matanya tampak mau jatuh.
“Sebelum menjawab, saya izin shalat dulu pak,” ucapnya lirih. Ia shalat lama sekali, sepertinya ini shalat dia yang paling khusyu'.

Pelan, terdengar dia terisak-isak menangis dalam doanya.

Demikian mudah-mudahan kisah yang di bagikan membawa banyak manfaat,..... kisah nyata...........

Dr. Agus Thosin, SpJP (Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah) praktek di RSAI Bandung


Berkat Membaca Basmalah



Ada seorang wanita tua yang shalehah, tetapi suaminya adalah orang yang jahat dan tidak mau menjalankan kewajiban agama dan tidak mau berbuat baik.
Wanita itu selalu mengucapkan Bismillah setiap kali ingin berbicara dan setiap ingin memulai sesuatu selalu diawali dengan mengucap Bismillah.
Suaminya tidak menyukai sikap istrinya dan selalu mengolok-olok istrinya. Suaminya dengan bercanda berkata,
"Asyik Bismillah, Bismillah. Sebentar-sebentar Bismillah."
Istrinya tidak mengatakan apa-apa selain dia berdoa kepada Allah SWT sehingga bisa memberikan arahan kepada suaminya.

Suatu hari suaminya berkata:
"Suatu hari aku akan mengecewakanmu dengan bacaanmu."

Untuk melakukan sesuatu yang mengejutkan istrinya, dia memberikan banyak uang kepada istrinya dengan mengatakan,
"Simpan uang ini."
Istrinya mengambil uang tersebut dan menyimpannya di tempat yang aman, disamping itu suaminya telah melihat tempat yang disimpan oleh istrinya. Lalu diam-diam suaminya mengambil uang itu dan melemparkan kantong uang itu ke dalam sumur di belakang rumahnya.

Beberapa hari kemudian sang suami memanggil istrinya dan berkata,
"Berikan uang saya yang saya berikan sebelumnya untuk disimpan."
Kemudian istrinya pergi ke tempat dia menyimpan uang dan diikuti oleh suaminya dengan hati-hati dia mendekati tempat dia menyimpan uang yang dibukanya dengan membaca,
"Bismillahirrahmanirrahiim." Saat itulah Allah SWT mengirim malaikat Jibril AS untuk mengembalikan kantong uang dan mengembalikan uang itu kepada suaminya.
Sangat mengejutkan suaminya, dia merasa bersalah dan mengakui semua perbuatannya kepada istrinya, di mana dia bertobat dan mulai melakukan perintah-perintah Allah, dan dia juga membaca Bismillah ketika dia akan mulai bekerja.

Rahasia Khusuk Dalam Shalat



Seorang ahli ibadah bernama Isam bin Yusuf, dia sangat warak dan sangat khusyuk solatnya.
Namun dia selalu khuatir kalau-kalau ibadahnya kurang khusyuk dan selalu bertanya kepada orang yang dianggapnya lebih ibadahnya, demi untuk memperbaiki dirinya yang selalu dirasakan kurang khusyuk.

Pada suatu hari, Isam menghadiri majlis seorang abid bernama Hatim Al-Isam dan bertanya;
"Wahai Aba Abdurrahman, bagaimanakah caranya tuan shalat?"
Hatim berkata;
"Apabila masuk waktu shalat aku berwudhu' zahir dan batin."
Isam bertanya,
"Bagaimana wudhu' zahir dan batin itu?"
Hatim berkata,
"Wudhu' zahir sebagaimana biasa, yaitu membasuh semua anggota wudhu' dengan air. Sementara wudhu' batin ialah membasuh anggota dengan tujuh perkara:
1. bertaubat
2. menyesali dosa yang dilakukan
3. tidak tergila-gilakan dunia
4. tidak mencari / mengharap pujian orang (riya')
5. tinggalkan sifat berbangga
6. tinggalkan sifat khianat dan menipu
7. meninggalkan sifat dengki"

Hatim melanjutkan kata-katanya;
"Kemudian aku pergi ke masjid, aku kemaskan semua anggotaku dan menghadap kiblat. Aku berdiri dengan penuh kewaspadaan dan aku bayangkan Allah ada di hadapanku, syurga di sebelah kananku, neraka di sebelah kiriku, malaikat maut berada di belakangku, dan aku bayangkan pula bahwa aku seolah-olah berdiri di atas titian 'Sirratul Mustaqim' dan aku menganggap bahwa shalatku kali ini adalah shalat terakhirku, kemudian aku berniat dan bertakbir dengan baik.
Setiap bacaan dan do'a dalam shalat kufahami maknanya, kemudian aku ruku' dan sujud dengan tawadhu', aku bertasyahhud dengan penuh pengharapan dan aku memberi salam dengan ikhlas. Beginilah aku bersolat selama 30 tahun."
Apabila Isam mendengar, menangislah dia kerana membayangkan ibadahnya yang kurang baik bila dibandingkan dengan Hatim.

Kisah Pendeta Yang Insaf



Ibrahim al-Khawas ialah seorang wali Allah yang terkenal keramat dan dimakbulkan segala doanya oleh Tuhan. Beliau pernah menceritakan suatu peristiwa yang pernah dialaminya. Katanya,

"Mengenai kebiasaanku, aku keluar menziarahi Mekah tanpa kenderaan dan kafilah.

Pada suatu kali, tiba-tiba aku tersesat jalan dan kemudian aku berhadapan dengan seorang rahib Nasrani (Pendita Kristian).

Bila dia melihat aku dia pun berkata,
"Wahai rahib Muslim, bolehkah aku bersahabat denganmu?"
Ibrahim segera menjawab,
"Ya, tidaklah aku akan menghalangi kehendakmu itu."

Maka berjalanlah Ibrahim bersama dengannya selama tiga hari tanpa meminta makanan.
Kemudian rahib itu menyatakan rasa laparnya kepadaku, katanya,
"Tidak ingin aku memberi tahu kepadamu bahwa aku telah menderita kelaparan. Kerana itu berilah aku sesuatu makanan yang ada padamu."

Mendengar permintaan rahib itu, lantas Ibrahim pun berdo'a kepada Allah dengan berkata,
"Wahai Tuhanku, Pemimpinku, Pemerintahku, janganlah engkau memalukan aku di hadapan musuh engkau ini."

Belum selesai Ibrahim berdo'a, tiba-tiba turunlah setalam hidangan dari langit berisi dua keping roti, air minuman, daging dan tamar. Maka mereka pun makan dan minum bersama dengan senang sekali.

"Sesudah itu aku pun meneruskan perjalananku. Sudah tiga hari tidak makan dan minuman, maka di waktu pagi, aku pun berkata kepada rahib itu,
"Hai rahib Nasrani, berikanlah sesuatu makanan yang ada kamu."
Rahib itu menghadap kepada Allah, tiba-tiba turun setalam hidangan dari langit seperti yang diturunkan kepadaku dulu."

Sambung Ibrahim lagi, "Tatkala aku melihat yang demikian, maka aku pun berkata kepada rahib itu; "Demi kemuliaan dan ketinggian Allah, tidak akan aku makan sebelum engkau memberitahukan (hal ini) kepadaku."

Jawab rahib itu
"Hai Ibrahim, pada waktu aku bersahabat denganmu, maka jatuhlah telekan makrifah (pengenalan) engkau kepadaku, lalu aku memeluk agama engkau. Sesungguhnya aku telah membuang-buang waktu di dalam kesesatan dan sekarang aku telah mendekati Allah dan berpegang kepada-Nya. Dengan kemuliaan engkau, tidaklah dia memalukan aku. Maka terjadilah kejadian yang engkau lihat sekarang ini. Aku telah mengucapkan seperti ucapanmu (kalimah syahadah)."

"Maka bergembiralah aku setelah mendengar jawapan rahib itu.
Kemudian aku pun meneruskan perjalanan sehingga sampai ke Mekah yang mulia.

Setelah kami mengerjakan haji, maka kami tinggal dua tiga hari lagi di tanah suci itu.

Suatu ketika, rahib itu tidak kelihatan olehku, lalu aku mencarinya ke masjidil haram, tiba-tiba aku menemukan dia sedang shalat di sisi Ka'bah."

Setelah selesai rahib itu shalat maka dia pun berkata,
"Hai Ibrahim, sesungguhnya telah hampir perjumpaanku dengan Allah, maka peliharalah kamu akan persahabatan dan persaudaraanku denganmu."

Setelah dia berkata begitu, tiba-tiba dia menghembuskan nafasnya yang terakhir yaitu pulang ke rahmatullah.

Kemudian Ibrahim menceritakan,
"Maka aku merasa amat dukacita atas kepergiannya itu. Aku segera menguruskan hal-hal pemandian, kafan dan penguburannya.

Suatu malam aku bermimpi melihat rahib itu dalam keadaan yang begitu bagus sekali tubuhnya dihiasi dengan pakaian sutera yang indah.
Melihat itu, Ibrahim pun terus bertanya,
"Bukankah engkau ini sahabat aku kemarin, apakah yang telah dilakukan oleh Allah terhadap engkau?"
Dia menjawab,
"Aku berjumpa dengan Allah dengan dosa yang banyak, tetapi dimaafkan dan diampunkan-Nya semua itu kerana aku bersangka baik (zanku) kepada-Nya dan Dia menjadikan aku seolah-olah bersahabat dengan engkau di dunia dan bedampingan dengan engkau di akhirat."

Begitulah persahabatan di antara dua orang yang berpengetahuan dan beragama itu akan memperoleh hasil yang baik dan memuaskan. Walaupun salah seorang dahulunya beragama lain, tetapi berkat keikhlasan dan kebaktian kepada Allah, maka dia ditarik kepada Islam dan mengalami ajaran-ajarannya."