Suatu hari Khalifah Umar bin Abdul Aziz melihat anaknya yang masih kecil memakan sebuah apel.
Betapa terkejutnya Umar bin Abdul Aziz, ternyata apel itu adalah milik perkebunan warga dan sang anak tidak mendapatkan izin untuk memakannya. Umar bin Abdul Aziz lalu menghentikan anaknya, bahkan beberapa gigitan apel yang sempat masuk ke mulut anak dikeluarkannya dengan paksa. Ia tak ingin ada makanan haram atau makanan syubhat masuk ke perut keturunannya.
Sang anak yang sangat menginginkan apel itu kemudian menemui ibunya. Ia masih ingin makan buah apel, walau hanya sebuah.
Beberapa saat kemudian Umar bin Abdul Aziz pulang. Dilihatnya sang anak masih juga memegang buah apel.
“Dari mana ia mendapatkan buah itu? Apakah dari tempat yang sama dengan tadi?” Umar bin Abdul Aziz menyelidiki.
“Anak kita sangat ingin makan apel. Maka akupun membelikannya di pasar,” Fatimah menceritakan.
“Alhamdulillah… ”
Demikianlah teladan parenting Umar bin Abdul Aziz. Dia adalah khalifah yang zuhud dan wara’, sekaligus orang tua yang menanamkan prinsip itu kepada anak-anaknya sejak dini. Ia bukan hanya menjaga anaknya dari barang haram, ia bahkan menghindarkan mereka dari barang-barang syubhat. Apa yang dimakan oleh anak, sesungguhnya berpengaruh dalam membentuk kepribadiannya. Makanan bukan hanya membentuk daging dan menjadi darah, ia juga membentuk akhlak dan mempengaruhi jiwa. Maka jika anak telah dido’akan menjadi shalih, telah dididik dengan ilmu parenting terbaik, tetapi masih juga jauh dari akhlak mulia, maka hal pertama yang perlu diperiksa adalah makanannya. Apakah ia dibesarkan dengan makanan halal atau dibesarkan dengan makanan syubhat dan haram. Saat anak hanya mengkonsumsi makanan yang halal, ia akan mudah diajak dan diarahkan kepada hal-hal yang halal. Namun jika anak terbiasa mengkonsumsi makanan haram, ia pun lebih tertarik kepada hal-hal yang haram.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar