Cari Artikel

Abu Ubaidah Bin Jarrah RA



Amir bin Abdullah bin Jarrah atau lebih dikenal dengan nama Abu Ubaidah bin Jarrah, termasuk dalam golongan sahabat yang mula-mula memeluk Islam (as sabiqunal awwalun). Dan seperti kebanyakan sahabat yang memeluk Islam pada hari-hari pertama didakwahkan, Abu Bakar mempunyai peran penting dalam mempengaruhi keputusannya itu. Abu Ubaidah mengikuti hijrah ke Habasyah yang ke dua, tetapi tak lama kembali lagi ke Makkah karena ia merasa lebih nyaman berada dekat dengan Nabi SAW, walaupun mungkin jiwanya terancam. Ketika hijrah ke Madinah, Nabi SAW mempersaudarakannya dengan Sa'ad bin Mu'adz. Abu Ubaidah termasuk salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga ketika masih hidupnya.

Ketika ia berba'iat memeluk Islam, tiga kata yang tertanam dalam benaknya, "Jihad fi Sabilillah". Semua pertempuran bersama Nabi SAW diikutinya. Diterjuninya perang Badar, yang pada dasarnya merupakan pertempuran melawan sanak kerabatnya sendiri, dan juga sahabat-sahabatnya di masa jahiliah. Semuanya itu menjadi ringan karena jiwanya telah terangkum dalam tiga kata tersebut. Bahkan ada salah satu riwayat, ia membunuh ayahnya sendiri dalam peperangan tersebut. Sebenarnya ia telah berusaha menghindari bentrok dengan ayahnya yang ada di fihak kaum kafir, kalaupun ayahnya harus terbunuh, bukanlah tangannya yang melakukannya. Tetapi ayahnya selalu mengikuti dan mengejarnya sehingga tidak ada pilihan lain selain melakukan perlawanan, sehingga akhirnya ia menewaskannya.

Ia sempat gelisah dengan apa yang dilakukannya, kemudian turunlah surah al Mujadalah ayat 22, yang membenarkan sikapnya, bahkan memuji keimanannya.

Dalam perang Uhud, Nabi SAW sempat mengalami kondisi kritis, dimana beliau hanya dilindungi oleh Thalhah dan Sa'd bin Abi Waqqash, sementara pasukan Quraisy mengepung dengan maksud untuk membunuh beliau. Utbah bin Abi Waqqas melempar beliau dengan batu, hingga mengenai lambung dan bibir beliau. Abdullah bin Syihab memukul kening beliau dan akhirnya Abdullah bin Qamiah memukul bahu dan pipi beliau dengan pedang. Beliau memang memakai baju besi, tetapi akibat serangan tersebut, gigi seri beliau pecah, bibir dan kening terluka, bahkan ada dua potong besi dari topi baja yang menancap pada pipi beliau.

Beberapa sahabat berusaha membuka jalan darah mendekati posisi Nabi SAW untuk bisa memberikan perlindungan kepada beliau. Abu Bakar dan Abu Ubadiah yang paling cepat tiba, dan saat itu Thalhah telah tersungkur karena luka-lukanya. Tidak berapa lama, beberapa sahabat mulai berkumpul di sekitar Nabi SAW dan mengamankan keadaan beliau, termasuk seorang pahlawan wanita, Ummu Amarah (Nushaibah binti Ka'b al Maziniyah).

Melihat ada besi yang menancap di pipi Nabi SAW, Abu Bakar berniat untuk mencabut besi itu, tetapi Abu Ubaidah berkata kepada Abu Bakar,
"Aku bersumpah dengan hakku atas dirimu, biarkanlah aku yang melakukannya…"
Abu Bakar pun membiarkan Abu Ubaidah melakukannya. Tetapi ia tidak mencabut besi itu dengan tangannya karena khawatir akan menyakiti Nabi SAW, ia menggigit besi itu dengan gigi serinya, dan menariknya perlahan. Besi itu terlepas, tetapi tanggal pula gigi Abu Ubaidah dan darah pun mengucur. Masih ada satu potongan besi lagi, karena dilihatnya Abu Ubaidah terluka, Abu Bakar berniat mencabutnya, tetapi sekali Abu Ubaidah berkata,
"Aku bersumpah dengan hakku atas dirimu, biarkanlah aku yang melakukannya…"

Kemudian ia melakukannya sekali lagi dengan gigi serinya yang lain, kali ini pun giginya tanggal bersama besi yang terlepas dari pipi Rasulullah SAW. Jadilah ia pahlawan besar yang giginya terlihat ompong jika sedang membuka mulutnya. Tetapi Abu Ubaidah justru membanggakan cacatnya tersebut, karena itu menjadi peristiwa bersejarah dalam hidupnya bersama Rasulullah SAW. Bahkan ia sangat ingin membawa ompongnya tersebut ke hadapan Allah SWT di hari kiamat sebagai hujjah kecintaan kepada Nabi SAW.

Sebelum peristiwa Perjanjian Hudaibiyah, Nabi SAW pernah mengirim Abu Ubaidah dengan sekitar tiga ratus orang anggota pasukan untuk mengintai kafilah dagang Quraisy. Bekal yang diberikan beliau tidak lebih dari sebakul kurma, sehingga setiap orang hanya mendapat jatah segenggam kurma. Ketika perbekalan mereka habis, Abu Ubaidah memerintahkan pasukannya menumbuk daun kayu khabath dengan senjatanya sehingga menjadi tepung dan diolah menjadi roti, dan sebagian lagi makan daun-daunnya. Makanan yang sangat tidak layak sebenarnya, tetapi tidak ada pilihan lain, dan tugas harus tetap dilaksanakan.

Setelah beberapa hari dalam keadaan seperti itu, mereka tiba di pesisir pantai, dan tampak sebuah gundukan besar di sana. Setelah didekati ternyata sebuah ikan besar, sejenis ikan paus yang terdampar. Mereka menggunakan ikan tersebut sebagai bahan makanan selama hampir lima belas hari di sana, sehingga kembali sehat bahkan cenderung lebih gemuk dari sebelumnya.

Saat pulang kembali, mereka membawa sisa-sisa daging ikan itu untuk perbekalan di perjalanan.

Ketika sampai di Madinah, Abu Ubaidah menceritakan pengalaman mereka kepada Nabi SAW, dan beliau berkata,
“Itu adalah rezeki yang diberikan Allah kepada kalian. Apakah masih ada sisa dagingnya untuk kami di sini?”

Mereka membagi-bagikan daging ikan yang masih ada tersebut, dan Nabi SAW ikut memakannya. Dan dalam sejarah peristiwa ini dikenal dengan nama "Ekspedisi Daun Khabath".

Pada tahun 9 hijriah, datang utusan dari Najran yang berjumlah enam puluh orang. Najran merupakan suatu wilayah yang luas di Yaman, memiliki seratus ribu prajurit yang bernaung di bawah bendera Nashrani. Sebagian dari utusan ini adalah para bangsawannya sebanyak 24 orang, dan para pemimpin kaum Najran sendiri sebanyak tiga orang. Mereka belum memeluk Islam, tetapi sempat melakukan diskusi dan perdebatan tentang Isa.

Allah menurunkan Surah Ali Imran 59-61, sehingga Nabi SAW menantang mereka untuk "mubahalah" sesuai dengan petunjuk wahyu yang turun tersebut. Tetapi utusan Najran tersebut tidak berani menerima tantangan Nabi SAW tersebut. Sedikit atau banyak ada juga keyakinan mereka bahwa Nabi SAW memang seorang Nabi, hanya saja mereka masih yakin juga akan ketuhanan Isa.

Mubahalah atau disebut juga mula’anah adalah proses di mana dua kelompok saling berdoa kepada Allah (atau Tuhannya masing-masing), yang doa itu diakhiri dengan permintaan kepada Allah (atau Tuhannya masing-masing), jika memang dirinya atau kelompoknya tidak benar, laknat Allah akan turun kepada mereka karena kedustaannya itu. Mungkin proses ini yang di Indonesia, khususnya di Jawa Timur, diadopsi menjadi prosesi sumpah pocong, di mana dua orang saling menuduh dan menolak tuduhan, yang masing-masing tidak mempunyai bukti cukup kuat. Dan kedua belah pihak juga tidak bersedia mencabut atau membatalkan tuduhannya tersebut, masing-masing merasa benar sendiri.

Akhirnya, kaum Nashrani dari Najran itu melunak, walaupun belum memeluk Islam, mereka meminta Nabi SAW mengirim seseorang bersama mereka ke Najran untuk lebih memperkenalkan Islam kepada masyarakat mereka. Maka Nabi SAW berkata,
"Baiklah, akan saya kirimkan bersama tuan-tuan seseorang yang terpercaya, benar-benar terpercaya, benar-benar terpercaya, benar-benar terpercaya…..!!"
Para sahabat sangat takjub mendengar ucapan Nabi SAW, yakni pujian beliau sebagai orang terpercaya, dan beliau mengulangnya hingga tiga kali untuk menegaskan, siapakah orang tersebut sebenarnya? Setiap sahabat berharap, dia-lah yang ditunjuk oleh Nabi SAW. Bahkan Umar bin Khaththab yang tidak memiliki ambisi untuk memegang suatu jabatan apapun, sangat menginginkan agar dialah yang dimaksud Rasulullah SAW.

Ketika itu waktunya shalat dhuhur, Umar berusaha menampilkan dirinya di dekat Nabi SAW Namun walau Nabi SAW telah melihat dirinya, beliau masih mencari-cari seseorang. Ketika pandangan beliau jatuh pada Abu Ubaidah, beliau bersabda,
"Wahai Abu Ubaidah, pergilah berangkat bersama mereka, dan selesaikan apabila terjadi perselisihan di antara mereka….!"

Inilah dia orang terpercaya itu, dan para sahabat lainnya tidak heran kalau ternyata Abu Ubaidah yang dimaksudkan Nabi SAW. Beberapa kali, dalam beberapa kesempatan berbeda, beliau menyebut Abu Ubaidah sebagai ‘Amiinul Ummah’, orang kepercayaan ummat Islam ini.

Abu Ubaidah-pun menyertai rombongan tersebut kembali ke Najran, sebagaimana diperintahkan Nabi SAW. Sebagian riwayat menyebutkan, dua dari tiga pemimpinnya masuk Islam setelah mereka tiba di Najran, Yakni Al Aqib atau Abdul Masih, pemimpin yang mengendalikan roda pemerintahan, dan As Sayyid atau Al Aiham atau Syurahbil, pemimpin yang mengendalikan masalah peradaban dan politik. Lambat laun Islam menyebar di Najran berkat bimbingan ‘Amiinul Ummah’ ini. Bahkan akhirnya Nabi SAW mengirimkan Ali bin Thalib untuk membantu Abu Ubaidah dalam urusan Shadaqah dan Jizyah dari masyarakat Najran yang makin banyak yang memeluk Islam.

Pada masa khalifah Abu Bakar, ia mengikuti pasukan besar yang dipimpin oleh Khalid bin Walid untuk menghadang pasukan Romawi, yang dikenal dengan nama Perang Yarmuk. Walau ia seorang sahabat besar, senior dan seorang kepercayaan Nabi SAW dan kepercayaan ummat, ia hanyalah seorang prajurit biasa sebagaimana banyak sahabat besar lainnya. Dan tidak ada masalah baginya kalau komandannya adalah Khalid bin Walid, yang baru memeluk Islam setelah perjanjian Hudaibiyah, sebelum terjadinya Fathul Makkah. Padahal sebelumnya ia sangat gencar memerangi kaum muslimin sewaktu masih kafirnya. Bahkan Khalid bin Walid juga yang berperan besar menggagalkan kemenangan pasukan muslim di perang Uhud dan memporak-porandakan kaum muslimin, bahkan hampir mengancam jiwa Nabi SAW. Tetapi itulah gambaran umum karakter sahabat Nabi SAW yang sebenarnya, termasuk Abu Ubadiah bin Jarrah. Ikhlas berjuang di jalan Allah, tidak karena jabatan, kekuasaan, harta, nama besar, atau bahkan tidak untuk kemenangan itu sendiri. Tetapi semua ikhlas karena Allah dan RasulNya.

Kembali ke perang Yarmuk, ketika pertempuran berlangsung sengit dan kemenangan sudah tampak di depan mata, datanglah utusan dari Madinah menemui Abu Ubaidah membawa dua surat dari khalifah. Pertama mengabarkan tentang kewafatan khalifah Abu Bakar, dan Umar diangkat sebagai khalifah atau penggantinya. Kedua, tentang keputusan khalifah Umar mengangkat Abu Ubaidah bin Jarrah sebagai komandan seluruh pasukan, menggantikan Khalid bin Walid.

Setelah membaca dua surat tersebut, Abu Ubaidah menyuruh utusan tersebut menyembunyikan diri di tenda sampai pertempuran selesai, ia meneruskan menyerang musuh. Setelah perang usai dan pasukan Romawi dipukul mundur, Abu Ubaidah menghadap Khalid layaknya seorang prajurit kepada komandannya, dengan hormat dan penuh ta'dhimnya, dan menyerahkan dua surat dari khalifah Umar tersebut. Usai membaca dua surat itu, Khalid ber-istirja' (mengucap Inna lillaahi wa inna ilaihi rooji’un), dan memberitahukan kepada seluruh pasukan tentang isi dua surat tersebut, kemudian ia menghadap Abu Ubaidah, tak kalah hormat dan ta'dhimnya, dan berkata,
"Semoga Allah memberi rahmat anda, wahai Abu Ubaidah, mengapa anda tidak menyampaikan surat ini padaku ketika datangnya..??"

Abu Ubaidah yang cukup mengenal ketulusan dan keikhlasan Khalid dalam berjuang, menjawab dengan santun,
"Saya tidak ingin mematahkan ujung tombak anda! Kekuasaan dunia bukanlah tujuan kita, dan bukan pula untuk dunia kita beramal dan berjuang! Tidak masalah dimana posisi kita, kita semua bersaudara karena Allah!!"

Sebagian riwayat menyatakan utusan tersebut menemui Khalid bin Walid, setelah membacanya ia menyuruh utusan bersembunyi sampai perang usai. Setelah kemenangan tercapai, Khalid bin Walid menghadap Abu Ubaidah layaknya seorang prajurit kepada komandannya, dan peristiwa berlangsung penuh ketulusan dan keikhlasan seperti riwayat sebelumnya.

Abu Ubaidah wafat ketika menjabat sebagai gubernur Syam, pada masa khalifah Umar bin Khaththab. Saat itu berjangkit penyakit tha'un (semacam wabah penyakit) yang menyerang dan membunuh beberapa orang sekaligus Ketika wafatnya ini, sahabat Mu'adz bin Jabal berkata khalayak ramai yang turut menghantar jenazahnya,
"Sesungguhnya kita sekalian telah kehilangan seseorang yang, Demi Allah, aku menyangka tidak ada orang lain yang lebih sedikit dendamnya, lebih bersih hatinya, dan paling jauh dari perbuatan merusak, lebih cintanya pada kehidupan akhirat, dan lebih banyak memberikan nasehat kecuali Abu Ubaidah ini. Keluarlah kalian untuk menyalatkan jenazahnya, dan mohonkan rahmat Allah untuknya."

Mu'adz memimpin shalat jenazahnya dan turun ke liang lahat bersama Amru bin 'Ash dan Dhahak bin Qais.

Gunung Menangis Karena Takut Api Neraka



Pada suatu hari Uqa'il bin Abi Thalib telah pergi bersama-sama dengan Nabi Muhammad SAW pada waktu itu Uqa'il telah melihat berita ajaib yang menjadikan tetapi hatinya tetap bertambah kuat di dalam Islam dengan sebab tiga perkara tersebut. Peristiwa pertama adalah, bahawa Rasulullah SAW akan mendatangi hajat yakni mebuang air besar dan di hadapannya terdapat beberapa batang pohon. Maka baginda SAW berkata kepada Uqa'il,
"Hai Uqa'il teruslah engkau berjalan sampai ke pohon itu, dan katalah kepadanya, bahawa sesungguhnya Rasulullah berkata; Agar kamu semua datang kepadanya untuk menjadi aling-aling atau penutup baginya, kerana sesungguhnya baginda akan mengambil air wudhu dan buang air besar."

Uqa'il pun keluar dan pergi menghampiri pohon-pohon itu dan sebelum dia menyelesaikan tugas itu ternyata pohon-pohon sudah tumbang dari akarnya serta sudah mengelilingi di sekitar baginda SAW, selesai dari hajatnya. Maka Uqa'il kembali ke tempat pohon-pohon itu.

Peristiwa kedua adalah, bahwa Uqa'il merasa haus dan setelah mencari air ke mana-mana namun tidak ditemui. Maka baginda SAW berkata kepada Uqa'il bin Abi Thalib,
"Hai Uqa'il, dakilah gunung itu, dan sampaikanlah salamku kepadanya serta katakan, "Jika padamu ada air, berilah aku minum!"

Uqa'il lalu pergilah mendaki gunung itu dan berkata kepadanya sebagaimana yang telah disabdakan baginda itu.
Maka sebelum ia selesai berkata, gunung itu berkata dengan fasihnya,
"Katakanlah kepada Rasulullah, bahawa aku sejak Allah SWT menurunkan ayat yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu beserta keluargamu dari (seksa) api neraka yang umpannya dari manusia dan batu. Aku menangis dari sebab takut kalau aku menjadi batu itu maka tidak ada lagi air padaku."

Peristiwa yang ketiga ialah, bahawa ketika Uqa'il sedang berjalan dengan Nabi, tiba-tiba ada seekor unta yang meloncat dan lari ke hadapan rasulullah, maka unta itu lalu berkata,
"Ya Rasulullah, aku minta perlindungan darimu." Unta masih belum selesai mengadukan apapun, tiba-tiba datanglah dari belakang seorang Arab kampung dengan membawa pedang terhunus. Melihat orang Arab kampung dengan membawa pedang terhunus itu, Nabi Muhammad SAW berkata,
"Hendak apakan kamu terhadap unta itu?"
Jawab orang kampungan itu,
"Wahai Rasulullah, aku telah membelinya dengan harta yang mahal, tetapi dia tidak mahu taat atau tidak mau jinak, maka akan kupotong saja dan akan kumanfaatkan dagingnya (kuberikan kepada orang-orang yang memerlukan)."
Rasulullah SAW bertanya, "Mengapa engkau mendurhakai dia?"
Jawab unta itu,
"Wahai Rasulullah, sungguh aku tidak mendurhakainya dari satu pekerjaan, akan tetapi aku mendurhakainya dari sebab perbuatannya yang buruk. Kerana kabilah dia termasuk golongannya, semua tidur meninggalkan solat Isya'. Kalau sekiranya dia mahu berjanji kepada engkau akan mengerjakan solat Isaya' itu, maka aku berjanji tidak akan mendurhakainya lagi. Sebab aku takut kalau Allah menurunkan siksa-Nya kepada mereka sedang aku berada di antara mereka."

Akhirnya Nabi Muhammad SAW mengambil perjanjian orang Arab kampung itu, bahawa dia tidak akan meninggalkan solat Isya'. Dan baginda Nabi Muhammad SSW menyerahan unta itu kepadanya. Dan dia pun kembali kepada keluarganya.

4 Golongan Yang Dirindukan Surga



Rasulullah SAW bersabda: “Surga akan merindukan 4 golongan, yakni orang yang gemar membaca Al-Qur’an, kedua, golongan orang yang pandai menjaga ucapannya, ketiga, golongan orang yang mau memberikan kepada mereka yang sedang lapar, dan keempat adalah golongan orang-orang yang mau berpuasa Ramadhan.”

Dari hadits di atas tentunya kita tahu bahwa jika kita menginginkan bagian dari ahli surga maka marilah kita bersegera untuk ambil bagian dari keempat golongan tersebut. Paling tidak jika ada kesempatan melakukan salah satu diantara keempat hal tersebut kita berupaya sekuat tenaga untuk melakukannya.

1. Golongan orang yang gemar membaca al-Qur’an.
Ketahuilah bahwa Syafa’at sebenarnya dibagi ke dalam dua bagian, syafa’at dari Rasulullah SAW dan syafa’at al-Qur’an. Artinya bahwa setiap umat Muhammad SAW yang tergolong orang mukmin akan mendapatkan dua kesempatan untuk diselematkan. Paling tidak dengan membaca al-Qur’an kita dapat syafa’at dari al-Qur’an tersebut dan jika tidak bisa demikian, paling tidak hati kita tidak condong pada yang lain dalam ibadah kecuali hanya menyembah Allah SWT.
Rasulullah Saw bersabda:

من قرأ القرآن فإنّه شفيع يوم القيامة لقارئه

"Barangsiapa yang mau membaca al-Qur’an, maka sesungguhnya ia akan menjadi penolong baginya kelak di hari kiamat."

2. Menjaga Lisan.
Penjagaan lisan menjadi satu diantara hal penting dalam hidup kita, yang dengannya kita akan selamat dan darinya pula kita bisa beruntung dan mendapatkan pahala. Lisan yang baik adalah ketika ia berkata-kata yakni dengan kata yang penuh dengan ‘ibrah, santun dan penuh dengan ajakan kebaikan serta jauh dari ghibah, fitnah, menggunjing dan berbohong. Maka benar kata-kata bijak dari ‘ulama bahwa :

ألسّلامة الإنسان في حفظ اللّسان

“Keselamatan mansusia terletak pada penjagaan lisannya”

Rasulullah SAW juga bersabda:

المسلم من سلم المسلم من لسانه ويده

"Yang dinamakan seorang Muslim adalah jika ia mau menyelamatkan saudara muslimnya dari ucapan buruk dan tangan-tangan angkara."

3.Memberi Makan Orang Yang lapar.
Artinya bahwa barang siapa yang mau menyisakan sebagian hartanya guna membeli sedikit makanan untuk saudaranya atau orang-orang yang sedang kelaparan, maka surga akan merindukan orang yang seperti ini. Pada hal lain di ungkapkan bahwa seorang pemberi makanan kepada mereka yang sedang kelaparan seperti ini dipuji oleh Allah dan rasulNya sebagai perbuatan baik yang berbalas pahala. Sungguh Allah dan RasulNya sangat menyukai perbuatan yang demikian. Kedermawanan seperti itu walau seolah sepele namun berat timbangan kebaikannya kelak di akhirat. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:

قال رسول اللّه صلّى اللّه عليه وسلّم: السّخيّ قريب من اللّه وقريب من النّاس وقريب بالجنّة وبعيد من النّار، والبخيل بعيد من اللّه وبعيد من النّاس وبعيد باالجنّة وقريب من النّار

“Rasulullah Saw bersabda: Seorang yang dermawan akan dekat dengan Allah, dekat dihati manusia, didekatkan dengan surga dan jauh dari api neraka. Sebaliknya, orang yang bakhil akan jauh dari Allah, jauh dari manusia dan jauh dari surga serta dekat dengan siksa api neraka.”

Orang yang berpuasa Ramadhan.
Artinya bahwa setiap hamba Allah SWT yang mau berpuasa Ramadhan, ia akan mendapatkan berbagai macam keistimewaan, tak terkecuali pahala yang berlipat dari satu kebaikan yang ia kerjakan di bulan ini. Hal tersebut mengingat bahwa bulan Ramadhan adalah sebuah bulan yang memiliki ribuan keistimewaan dibanding bulan-bulan lain. Diantaranya;
A. Seseorang yang mau menyambut bulan ini dengan keceriaan dan suka cita saja kelak di hari kiamat Allah akan mengharamkannya dari siksa api neraka,
B. Bahwa seluruh aktifitas positif yang dikerjakan selama berpuasa di dalam bulan Ramadhan ini pahala yang diberikan berlipat ganda dibanding pada bulan lain,
C. Bahwa Allah sangat mencintai orang-orang yang mau berpuasa ramadhan yang di dalamnya terdapat dua kabar gembira yakni saat ia berbuka puasa dan saat nanti di akhirat dipertemukan dengan Allah SWT.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

قال رسول اللّه صلّى اللّه عليه وسلّم: للصّائم فرحتان، فرحة عند الفطر وفرحة عند لقاء ربّه

“Rasulullan SAW: bersabda bahwa bagi seseorang yang melaksanakan puasa, maka ia akan memperoleh dua kebahagiaan (kegembiraan); yakni pertama saat ia berbuka puasa dan yang kedua saat ia bertemu dengan Allah SWT kelak di akhirat”

Imam Abu Hanifah Dan Si Pemalas


Suatu hari ketika Imam Abu Hanifah sedang berjalan-jalan, melalui sebuah rumah yang jendelanya masih terbuka, terdengar suara keras orang yang mengeluh dan menangis tersedu-sedu.
“Aduhai, alangkah malangnya nasibku ini...., agaknya tiada seorang pun yang lebih malang dari nasibku yang celaka ini...... Sejak dari pagi belum sesuap nasi atau makanan pun di kerongkongku sehingga seluruh badanku menjadi lemah lunglai. Oh, manakah hati yang belas kasihan yang sudi memberi curahan air walaupun setitik.”
Mendengar itu, Imam Abu Hanifah merasa iba, beliau lalu pulang dan mengambil bungkusan hendak diberikan kepada orang itu.

Ketika sampai di samping rumah si malang, dilemparkannya bungkusan itu dan meneruskan perjalanannya.
Si malang terkejut sekali mendapat bungkusan yang tidak diketahui dari mana datangnya. Dengan tergesa-gesa dibukanya bungkusan itu. Ternyata berisi uang dan selembar kertas yang bertulis:
”Hai manusia, sungguh tidak wajar kamu mengeluh sedemikian itu, mengeluh atss nasibmu. ingatlah kepada kemurahan Allah dan bermohon kepadaNya dengan bersungguh-sungguh jangan berputus asa, Hai kawan...! tetapi berusahalah terus.”

Keesokan harinya, Imam Abu Hanifah melalui lagi rumah itu dan suara keluhan itu masih terdengar,
“Ya Allah Tuhan Yang Maha Belas Kasihan dan Pemurah, sudilah kiranya memberikan bungkusan lain seperti kemarin..., sekadar untuk menyenangkan hidupku yang melarat ini...... Sungguh jika Tuhan tidak beri, akan lebih sengsaralah hidupku, wahai malangnya nasibku.”

Imam Abu Hanifah pun lalu melemparkan lagi bungkusan berisi uang dan selembar kertas dari luar jendela itu, lalu dia pun meneruskan perjalanannya kembali.
Bukan kepalang gembiranya orang itu mendapat bungkusan lagi. Seperti dahulu juga, di dalam bungkusan itu tetap ada uang dan selembar kertas, lalu dibacanya :
“Hai kawan, bukan begitu cara bermohon, bukan demikian cara berikhtiar. Perbuatan demikian malas namanya.!! Putus asa kepada kebenaran dan kekuasaan Allah. Sungguh tidak ridha Tuhan melihat orang pemalas dan putus asa, enggan bekerja untuk keselamatan dirinya. Jangan…. jangan berbuat demikian.! Bekerja dan berusahalah karana rizki itu tidak mungkin datang sendiri tanpa dicari. Orang hidup tidak disuruh duduk diam tetapi harus bekerja dan berusaha. Allah tidak akan mengabulkan do'a orang yang berputus asa dan orang yang malas bekerja. Sebab itu, carilah pekerjaan yang halal dan berikhtiarlah sedapat mungkin. Nah… carilah segera pekerjaan, saya do'akan Saudara sukses..!"

Setelah selesai membacanya, ia tertegun dan malu. Tersadarlah ia, rupanya selama ini ada seseorang yang memperhatikan, menegur dan mencobanya memberi nasihat.
Siapakah dia.?
Dialah Imam Abu Hanifah kawan..!!

Dalam Islam tiada istilah pengangguran, istilah ini hanya digunakan oleh orang yang berakal sempit. Islam mengajar kita untuk maju ke hadapan dan bukan mengajar kita meminta-minta di tepi jalan atau mengeluh keras-keras agar orang lain iba dan melempari dengan bungkusan

Cinta Sejati Seorang Ibu Terhadap Anak-Anaknya


Wanita itu sudah tua, namun semangat perjuangannya tetap menyala seperti wanita yang masih muda. Setiap tutur kata yang dikeluarkannya selalu menjadi pendorong dan bualan orang disekitarnya. Maklumlah, ia memang seorang penyair dua zaman, maka tidak kurang pula bercakap dalam bentuk syair. Al-Khansa bin Amru, demikianlah nama wanita itu. Dia merupakan wanita yang terkenal cantik dan pandai di kalangan orang Arab. Dia pernah bersyair mengenang kematian saudaranya yang bernama Sakhr:
"Setiap mega terbit, dia mengingatkan aku pada Sakhr, malang. Aku pula masih teringatkan dia setiap mega hilang dii ufuk barat Kalaulah tidak kerana terlalu ramai orang menangis di sampingku ke atas mayat-mayat mereka, niscaya aku bunuh diriku."

Setelah Khansa memeluk Islam, keberanian dan kepandaiannya bersyair telah digunakan untuk menyemarakkan semangat para pejuang Islam. Ia mempunyai empat orang putera yang kesemuanya diajari ilmu bersyair dan dididik berjuang dengan berani.
Kemudian puteranya itu telah diserahkan untuk berjuang demi kemenangan dan kepentingan Islam. Khansa telah mengajar anaknya sejak kecil lagi agar jangan takut menghadapi peperangan dan tantangan.

Pada tahun 14 Hijrah, Khalifah Umar Ibnul Khattab menyediakan satu pasukan tempur untuk menentang Farsi. Semua Islam dari berbagai kabilah telah dikerahkan untuk menuju ke medan perang, maka terkumpullah sebanyak 41,000 orang tentera. Khansa telah mengerahkan keempat puteranya agar ikut mengangkat senjata dalam perang suci itu. Khansa sendiri juga ikut ke medan perang dalam kumpulan pasukan wanita yang bertugas merawat dan menaikkan semangat pejuan tentera Islam.

Dengarlah nasihat Khansa kepada putera-puteranya yang sebentar lagi akan ke medan perang,
"Wahai anak-anakku! Kamu telah memilih Islam dengan rela hati. Kemudian kamu berhijrah dengan sukarela pula. Demi Allah, yang tiada tuhan selain Dia, sesungguhnya kamu sekalian adalah putera-putera dari seorang lelaki dan seorang wanita. Aku tidak pernah mengkhianati ayahmu, aku tidak pernah mengfitnah kerabatmu, aku tidak pernah merendahkan keturun kamu, dan aku tidak pernah mengubah perhubungan kamu. Kamu telah tahu pahala yang disediakan oleh Allah kepada kaum muslimin dalam memerangi kaum kafir itu. Ketahuilah bahawasaya kampung yang kekal itu lebih baik daripada kampung yang hancur"
Kemudian Khansa membacakan satu ayat dari surah Ali Imran yang artinya,
"Wahai orang yang beriman! Sabarlah, dan sempurnakanlah kesabaran itu, dan teguhkanlah kedudukan kamu, dan patuhlah kepada Allah, semoga menjadi orang yang beruntung."
Putera-putera Khansa tertunduk khusyuk mendengar nasihat bunda yang disayanginya.

Kemudian Khansa berkata,
"Jika kalian bangun esok pagi, insya Allah dalam keadaan selamat, maka keluarlah untuk berperang dengan musuh kamu. Gunakanlah semua pengalamanmu dan mohonlah pertolongan dari Allah. Jika kamu melihat api pertempuran semakin hebat dan kamu dikelilingi oleh api peperangan yang sedang bergejolak, masuklah kamu ke dalamnya. Dan cari tahu penyebabnya saat pertempuran tersebut terjadi, semoga berhasil mendapatkan pahala di kampung abadi, dan tempat tinggal yang kekal."

Subuh esoknya semua tentera Islam sudah berada di tikar shalat masing-masing untuk mengerjakan perintah Allah yaitu shaat Subuh, kemudian berdoa semoga Allah memberikan mereka kemenangan atau syurga.

Kemudian Saad bin Abu Waqas panglima besar Islam telah memberikan arahan agar bersiap-siap segera setelah seruan perang berbunyi.

Perang satu lawan satu pun terjadi dua hari. Pada hari ketiga mulailah pertempuran besar-besaran. 41,000 orang tentera Islam melawan tentera Farsi yang berjumlah 200,000 orang. Pasukan Islam mendapat tentangan hebat, namun mereka tetap yakin akan pertolongan Allah.

Putera-putera Khansa maju untuk merebut peluang memasuki syurga. Berkat dorongan dan nasihat dari bundanya, mereka tidak sedikit pun merasa takut.
Sambil mengibas-ngibaskan pedang, salah seorang dari mereka bersyair,
"Wahai saudara-saudaraku! Ibu kita yang banyak pengalaman itu, telah memanggil kita semalam dan membekalkan nasihat. Semua mutiara yang keluar dari mulutnya bijak dan berfaedah. Insya Allah akan kita buktikan sebentar lagi."
Kemudian ia maju menebas setiap musuh yang datang.

Kemudian disusul pula oleh anak kedua maju dan melawan setiap musuh yang menantang. Dengan semangat yang berapi-api ia bersyair,
"Demi Allah! Kami tidak akan melanggar nasihat dari ibu kami Nasihatnya wajib ditaati dengan ikhlas dan rela hati Segeralah bertempur, segeralah bertarung dan menggempur mush-musuh bersama-sama Sehingga kau lihat keluarga Kaisar musnah."

Anak Khansa yang ketiga juga segera melompat dengan beraninya dan bersyair,
"Sungguh ibu kami teguh pendiriannya, tetap tegas tidak goncang. Beliau telah mendorong kita agar bertindak efisien dan berakal cemerlang Itulah nasihat seorang ibu tua yang merawat anak-anaknya sendiri Mari! Segera memasuki medan tempur dan segeralah untuk mempertahankan diri Dapatkan kemenangan yang bakal membawa kegembiraan di dalam hati Atau tempuhlah kematian yang bakal mewarisi kehidupan yang abadi."

Yang terahir anak keempat menghunus pedang dan melompat menyusul kakak-kakaknya. Untuk menaikkan semangatnya ia pun bersyair,
"Bukanlah aku putera Khansa', bukanlah aku anak lelaki Dan bukanlah pula kerana 'Amru yang pujiannya sudah lama terkenal Kalau aku tidak membuat tentera asing yang berkelompok-kelompok itu terjatuh ke jurang bahaya, dan musnah oleh senjataku."

Bertarunglah keempat-empat putera Khansa dengan tekad bulat untuk mendapatkan syurga diiringi oleh doa munajat bundanya yang berada di garis belakang. Pertempuran terus hebat. Tentera Islam pada awalnya kebingungan dan kacau kerana pada awalnya tentera Farsi menggunakan tentera bergajah di barisan depan, sementara tentera berjalan kaki berlindung di belakang binatang kuat itu. Namun tentera Islam dapat mencederakan gajah-gajah itu dengan memanah mata dan bahagian-bahagian lainnya. Gajah yang cedera itu marah dengan menghempaskan tuan yang menungganginya, memijak-mijak tentera Farsi yang lannya. Kesempatan ini digunakan oleh pihak Islam untuk memusnahkan mereka. Panglima perang bermahkota Farsi dapat dipenggal kepalanya, akhirnya mereka lari tunggang-langgang menyeberangi sungai dan dipanah oleh pasukan Islam hingga air sungai menjadi merah.
Pasukan Farsi kalah telak, dari 200,000 tenteranya hanya sebahagian kecil saja yang dapat menyelamatkan diri.

Umat Islam lega. Kini mereka mengumpul dan mengira tentera Islam yang gugur. Ternyata yang beruntung menemui syahid di medan Kadisia itu berjumlah lebih kurang 7,000 orang. Dan dari 7,000 orang syuhada itu terbujur empat orang kakak-beradik Khansa. Seketika itu juga banyak tentera Islam yang datang menemui Khansa memberitahukan bahawa keempat anaknya telah menemui syahid.
Al-Khansa menerima berita itu dengan tenang, gembira dan hati tidak bergoncang. Al-Khansa terus memuji Allah dengan ucapan,
"Segala puji bagi Allah, yang telah memuliakanku dengan mensyahidkan mereka, dan aku mengahrapkan dari Tuhanku, agar Dia mengumpulkan aku dengan mereka di tempat tinggal yang kekal dengan rahmat-Nya!"

Al-Khansa kembali lagi ke Madinah bersama para perajurit yang masih hidup dengan meninggalkan mayat-mayat puteranya di medan pertempuran Kadisia. Dari peristiwa peperangan itu pula wanita penyair ini mendapat gelar kehormatan 'Ummu syuhada yang artinya ibu kepada orang-orang yang mati syahid."

Kata-Kata Bijak Dari Jokowi (Presiden RI Ke 7)





1851. Saat ini kita tidak bisa lagi hanya sekedar berteori dan tidak perlu menyampaikan hal yang muluk-muluk.

1852. Apa yang harus kita ketahui harus segera dikerjakan. Segera implementasikan. Yang paling penting adalah melaksanakan.

1853. Saya sangat bangga menjadi rakyat Indonesia yang mengedepankan asas gotong royong. Semangat gotong royonglah yang akan dapat membuat bangsa Indonesia bukan hanya mampu menghadapi tantangan tapi juga mampu berkembang menjadi poros maritim dunia.

1854. Setiap hari, setiap saat itu ada aspirasi dari rakyat, dari bawah. Ada kebutuhan dari bawah, kalau kita hanya duduk di kantor, enggak akan ketangkap yang seperti itu.

1855. Keluarga adalah harta yang paling berharga, luangkanlah waktu untuk berkumpul dengan mereka.

1856. Jika kita bekerja keras, maka kita akan menghasilkan sesuatu yang berguna bagi diri kita sendiri maupun nusa bangsa.

1857. Kehormatan hidup bukanlah ditentukan seberapa tinggi pendidikanmu, seberapa banyak ijasah akademismu, seberapa banyak bintang-bintang jasa bertaburan di dadamu, tapi kehormatan hidup itu ada ketika namamu melekat di hati orang-orang sekitarmu, kerjamu bermanfaat untuk rakyat banyak dan doamu tiap bangun tidur memohon agar hari ini lebih baik dari hari kemarin.

1858. Kehidupan adalah kerja dan cinta. Itu kita jalani dengan sederhana saja.

1859. Marilah kita bangun bangsa dan kita hindarkan pertikaian yang sering terjadi dalam sejarah. Inilah esensi tugas kesehjahteraan kita, yang tidak boleh kita lupakan sama sekali.

1860. Ibu itu lambang Surga, Hormati dan sayangi Ibumu karena doa restu ibu adalah kunci utama untuk memperoleh kebahagiaan dunia akhirat.

1861. Kejahatan jangan dibalas dengan kejahatan, tidak akan selesai.

1862. Pemilu damai itu penting tetapi lebih penting adalah mengupayakan pemilu yang jujur. Maka perolehan suara harus dikawal dengan sungguh- sungguh, karena suara itu amanah rakyat. Hanya dengan memperjuangkan pemilu yang jujur, kegembiraan pesta demokrasi akan tercapai.

1863. Gunakan bahasa yang santun dan baik karena itu adalah budaya kita.

1864. Saya akan terus begini, kebawah mendengarkan akar rumput, cek lapangan, cek proyek, kontrol program, dan mendengar aspirasi masyarakat. Kan itu manajemen kontrol yang kita lakukan.

1865. Hidup adalah tantangan, jangan dengarkan omongan orang, yang penting kerja, kerja dan kerja. Kerja akan menghasilkan sesuatu, sementara omongan hanya menghasilkan alasan.

1866. Bukan kesulitan yang membuat kita takut, tapi sering ketakutanlah yang membuat jadi sulit. Jadi, jangan mudah menyerah.

1867. Kita kuat karena kita bersatu, kita bersatu karena kita kuat.

1868. Laki-laki dan perempuan adalah seperti dua sayap dari seekor burung. Jika dua sayap sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya; Jika patah satu dari pada dua sayap itu, maka tak dapatlah terbang burung itu sama sekali.

1869. Saya berangkat ke tanah suci untuk menjalankan ibadah umrah. Di depan Ka'bah, saya berdoa, semoga Allah SWT meridhai semua maksud baik bangsa ini.

1870. Inilah saatnya bergerak bersama mulai sekarang. Petani mulai kesawah, Nelayan mulai melaut, Anak-anak kita mulai sekolah.

1871. Sumber daya manusia merupakan kekayaan yang luar biasa. Kekayaan pertanian bisa saja lahannya makin luas, kekayaan industri bisa saja mesin makin canggih, tapi kekayaan sumber daya manusia harus tetap jadi yang utama.

1872. Perubahan tidak akan pernah ada tanpa kemauan dan keberanian, yang juga harus diiringi kebersamaan.

1873. Jangan pernah merasa ragu ataupun malu untuk berbuat kebaikan, jika kita merasa demikian maka kita justru tidak akan maju.

1874. Kalau rakyat sehat dan rakyat berpendidikan, maka daya kompetisi ekonomi menjadi tinggi. Politik itu penuh keriangan, politik itu didalamnya ada kebahagiaan, politik itu adalah kebajikan, dan politik adalah kebebasan.

1875. Saya jokowi, lahir disini, besar disini, di didik disini dan saya seutuhnya adalah indonesia.

1876. Bagi saya ekonomi ditujukan sebesar-besarnya untuk rakyat. Itulah ekonomi yang berdikari. Yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah pembangunan manusia melalui revolusi mental.

1877. Setiap fitnah jangan dibalas dengan fitnah, kejelekan jangan dibalas dengan kejelekan, kekerasan jangan dibalas dengan kekerasan karena itu tidak akan menyelesaikan masalah.

1878. Saya pekerja, bukan politisi. Saya hanya berkerja dan bekerja. Saya tidak peduli penilaian orang, mau jelek, mau gagal, mau berhasil, yang penting saya bekerja.

1879. Teman-temanku, selagi kita masih mampu, jangan lupa untuk berbagi dengan saudara-saudari kita yang kurang mampu.

1880. Saya ini orang miskin, anak tukang kayu. Masa kecil saya, kami tinggal di bantaran kali. Tiga kali orang tua saya berpindah-pindah, mengontrak, karena tidak punya rumah. Waktu di bantaran kali itu juga, rumah kami digusur pemerintah Solo, dan tidak diganti rugi. Itu semua memengaruhi saya.

1881. Pemimpin yang lahir dalam keluarga kaya raya, dengan orang miskin tentu beda.

1882. Omongan boleh dibuat-buat, tetapi gestur tubuh dan mimiknya tidak bisa berbohong.

1883. Ruang Kota dibangun dengan Bahasa Kemanusiaan, Bahasa Kerja dan Bahasa Kejujuran. Kerjakan dengan bahasa cinta, kerena itu yang diinginkan setiap orang terhadap dirinya, cinta akan membawa pertanggungjawaban, masyarakat akan disiplin sendiri jika ia sudah mengenal bagaimana ia mencintai dirinya, lingkungan dan Tuhan.

1884. Perjuangan masih panjang, jangan ada ucapan selamat malam, tapi mari kita kumandangkan "Semangat Pagi" untuk selalu berpacu dalam semangat yang selalu berkobar tanpa lelah demi Jakarta baru.

1885. Warga Jakarta akan mengukir sejarah baru, Indonesia Baru dengan suasana Ibukota Negara yang baru pula.

1886. Pasti ada hikmah dibalik setiap musibah, yang terpenting adalah jangan sampai berhenti untuk melangkah. Kita jadikan musibah sebagai pelajaran berharga untuk lebih berhati-hati dalam menata langkah.

1887. Barengi aktifitas dengan selalu optimis dan melihat segala sesuatu dari sisi yang positif.

1888. Jangan takut untuk mendobrak kebiasaan lama dengan cara dan pemikiran yang keluar dari pakem.

1889. Jadilah pribadi yang berkarakter. Keberanian, ketegasan dan jiwa pantang menyerah harus selalu mengiringi langkah kita untuk terus maju.

1890. Siapa yang mampu memajukan dirinya, maka dia akan mampu memajukan keluarga dan lingkungannya. Siapa yang mampu memajukan lingkungannya, maka dia akan mampu memajukan kotanya, dan siapa yang mampu memajukan kotanya, maka dia akan mampu memajukan propinsinya, negara dan dunia sekalipun.

1891. Jadikanlah Persaingan itu sebagai ajang untuk pembelajaran, bukan ajang untuk saling menjatuhkan. Karena ada banyak sekali nilai-nilai yang bisa kita ambil dalam menentukan langkah kedepan yang lebih baik.

1892. Jangan pernah putus asa dan kobarkan terus semangatmu.

1893. Jangan pernah merasa lemah saat melihat kondisi bangsa yang kian dilanda krisis kepercayaan. Karena kita-kitalah yang harus merubahnya, dimulai dari diri sendiri dan lingkungan di sekitar kita. Menuju masa depan bangsa yang gemilang.

1894. Jadilah pribadi yang tangguh dan berani melawan arus, jangan hanya opo jare. Suarakanlah kebenaran dengan tanpa rasa takut saat kamu melihat ketidak jujuran di sekelilingmu, karena perubahan tidak akan pernah ada tanpa kemauan dan keberanian, yang juga harus di iringi kebersamaan.

1895. Kuncinya adalah; Tanggap, Cerdas dan Cepat dalam setiap keputusan dan selalu disertai dengan komitmen yang kokoh dengan satu kepentingan, yakni kepentingan bersama.

1896. Resep untuk dapat memimpin rakyat dengan hati adalah: jangan punya kepentingan apapun selain kepentingan rakyat. Yang penting itu Realisasinya. Ide itu akan muncul dari masyarakat. Jadi yang pintar itu ya masyarakatnya, bukan jokowinya.

1897. Bangsa Indonesia tidak ingin menjadi Macan, melainkan menaklukkan macan. Karena bangsa Indonesia tidak ingin ditakuti melainkan disegani.

1898. Dibutuhkan kepemimpinan yang mampu memecah keheningan, menerobos dengan gebrakan, bukan yang monoton dan rutinitas sehingga membosankan.

1899. Kita perlu pemimpin yang mau berjuang dan bisa dipercaya oleh masyarakat karena jika bisa dipercaya, apapun yang akan dilakukan akan mudah dilaksanakan.

1900 Yang memiliki kekuasaan tertinggi adalah rakyat. Kedaulatan yang dipegang oleh pemimpin atau penguasa itu berasal dari rakyat.

Nabi Khidir Dan Raja Yang Sombong



Dahulu kala sebelum Ibrahim bin Adham menjadi ulama sufi yang terkenal, beliau adalah seorang raja yang sangat luas kekuasaannya dan hingga tiba pertemuannya dengan Nabi Khidir as mendengarkan keluh kesah rakyatnya.
Namun, pada hari itu, lain dari biasanya karena para menteri dan rakyat melihat perubahan yang terjadi secara tiba-tiba pada diri raja mereka.
Perubahan terjadi karena ada seseorang yang misterius masuk ke pertemuan tersebut. Wajahnya begitu menakutkan sehingga tak ada seorang pun yang berani menegur dan menanyakan keperluannya
Kejadiannya begitu cepat dan tak ada yang berani mencegahnya untuk masuk pertemuan negara tersebut.

Lelaki misterius tersebut kemudian langsung menghadap Raja Ibrahim bin Adham.
"Apakah yang engkau inginkan?" tanya Ibrahim.
"Aku baru saja sampai, berilah istirahat sejenak," jawab lelaki misterius itu.
"Wahai orang asing, ini bukanlah tempat persinggahan kafilah. Ini istanaku. Perilakumu itu seperti orang gila saja," cerca Ibrahim dengan nada tinggi.
Akan tetapi lelaki misterius itu tak mau tinggal diam. Ia malah balik bertanya,
"Siapa pemilik istana ini sebelum engkau?"
"Ayahku," jawab Ibrahim.
"Sebelum ayahmu?" tanya lelaki misterius itu lagi.
"Kakekku," jawab Ibrahim kesal.
"Sebelum kakekmu siapa pemiliknya?" tanya lelaki misterius itu.
"Ini warisan dari keluarga kakekku," jawab Ibrahim dengan nada emosi.
"Kemanakah mereka sekarang ini?" tanya lelaki misterius yang tak menunjukkan rasa takut sama sekali.
"Mereka telah meninggal dunia," jawab Ibrahim.
"Jika demikian, tidakkah ini sebuah persinggahan yang diduduki oleh seseorang kemudian ditinggalkannya dan diganti oleh yang lain pula?" jelas lelaki misterius tersebut.

Mendengar penjelasan tersebut, Ibrahim bin Adham tersentak kaget.
Namun sebelum Ibrahim sempat menjawab, lelaki misterius itu mundur ke belakang dan tiba-tiba saja gaib menghilang di tengah kerumunan orang-orang.
Ibrahim tak menyadari bahwa lelaki misterius tersebut adalah Nabi Khidir as karena pada pertemuan selanjutnya Nabi Khidir as mengakuinya.

Sumber; kitab Tazkirat Al Aulia.
karya; Syeikh Farid Ad Din Attar.

Wanita Shalihah



Sebaik-Baik Perhiasan Dunia Adalah Wanita Shalihah
‪Namun, wanita juga bisa menjadi fitnah yang besar, sesuai dengan hadits berikut: Tidak pernah aku tinggalkan fitnah yang lebih berbahaya terhadap kaum pria daripada fitnah para wanita. (HR Al-Bukhari dan Muslim)

‪Mengapa wanita bisa menjadi fitnah bagi kaum Adam?
“Wanita adalah aurat, jika ia keluar maka syaitan memandangnya” (HR At-Thirmidzi dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)

‪Maksud dari hadits di atas adalah, berkata Al-Mubarokfuuri,
“Yaitu syaitan menghiasi wanita pada pandangan para lelaki, dan dikatakan (juga) maksudnya adalah syaitan melihat wanita untuk menyesatkannya dan (kemudian) menyesatkan para lelaki dengan memanfaatkan wanita tersebut.” (Tuhfatul Ahwadzi 4/283)

‪Berkata Al-‘Ala’ bin Ziyad,
“Janganlah engkau mengikutkan pandanganmu pada pakaian seorang wanita. Sesungguhnya pandangan menimbulkan syahwat dalam hati”

Ibnul Qoyyim berkata,
“Kebanyakannya maksiat itu masuk kepada seorang hamba melalui empat pintu, yang keempat pintu tersebut adalah kilasan pandangan, betikan di benak hati, ucapan, dan tindakan”

‪Tidak hanya laki-laki, wanita pun diperintahkan oleh Allah untuk menjaga pandangannya, sesuai dengan firman Allah yang artinya:
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya,” (QS. An Nuur: 30-31)

‪Dari ayat di atas, kita tahu bahwa Allah memerintahkan untuk menjaga pandangan ini kepada manusia baik laki-laki maupun wanita.

‪Wallahu a'lam...

Amalan Yang Melelahkan | Amilatun Nasibah



Ternyata salah satu penyebab orang dimasukan ke neraka adalah sebab amalan yang banyak dan beragam tapi penuh cacat; baik motif dan niatnya, maupun kaifiyat yang tidak sesuai dengan sunnah Rasul saw AstaghfiruLlahal'adzhim…

‪Alkisah juga, suatu hari Atha As-Salami, seorang Tabi`in bermaksud menjual kain yang telah ditenunnya kepada penjual kain di pasar. Setelah diamati dan diteliti secara seksama oleh sang penjual kain, sang penjual kain mengatakan,
"Ya, Atha sesungguhnya kain yang kau tenun ini cukup bagus, tetapi sayang ada cacatnya sehingga saya tidak dapat membelinya."
‪Begitu mendengar bahwa kain yang telah ditenunnya ada cacat, Atha termenung lalu menangis. Melihat Atha menangis, sang penjual kain berkata,
"Atha sahabatku, aku mengatakan dengan sebenarnya bahwa memang kainmu ada cacatnya sehingga aku tidak dapat membelinya, kalaulah karena sebab itu engkau menangis, maka biarkanlah aku tetap membeli kainmu dan membayarnya dengan harga yang pas."
‪Tawaran itu dijawabnya, "Wahai sahabatku, engkau menyangka aku menangis disebabkan karena kainku ada cacatnya? ketahuilah sesungguhnya yang menyebabkan aku menangis bukan karena kain itu. Aku menangis disebabkan karena aku menyangka bahwa kain yang telah kubuat selama berbulan-bulan ini tidak ada cacatnya, tetapi di mata engkau sebagai ahlinya ternyata ada cacatnya."
‪Begitulah aku menangis kepada Allah dikarenakan aku menyangka bahwa ibadah yang telah aku lakukan selama bertahun-tahun ini tidak ada cacatnya, tetapi mungkin di mata Allah sebagai ahli-Nya ada cacatnya, itulah yang menyebabkan aku menangis."

‪Semoga kita menyadari sedini mungkin tentang amal yang kita lakukan apakah sudah sesuai ataukah tidak. Hanya dengan ilmulah kita akan mengetahui dimana letak kekurangan amal kita.
‪Maka bukan hanya dengan beramal sebanyak-banyaknya tapi juga beramal dengan .
‪Aku adalah tempat yang paling gelap diantara yang gelap, maka terangilah aku dengan ‪‎tahajud‬‬.
‪Aku adalah tempat yang paling sempit, maka luaskanlah aku dengan ‪‎silaturahim‬‬.
‪Aku adalah tempat yang paling sepi, maka ramaikanlah aku dengan memperbanyak membaca ‪Al-Qur'an‬‬.
‪Aku adalah tempatnya binatang-binatang menjijikan, maka racuni ia dengan ‪‎sedekah‬‬.
‪Aku yang menjepitmu hingga hancur bilamana tidak sholat, bebaskan jepitan itu dengan ‪sholat‬‬.
‪Aku adalah tempat untuk merendammu dengan cairan yang sangat amat sakit, bebaskan rendaman itu dengan ‪puasa‬‬.
‪Aku adalah tempat Munkar dan Nakir bertanya, maka bersiaplah jawabanmu dengan memperbanyak mengucapkan kalimat ‪Laailaahaillallah‬‬.

Kisah Para Penghafal Al-Qur'an



Seorang muslim secara fitrah mengetahui keutamaan menghafal al-Qur'an dan tingginya kedudukan penghafal al-Qur'an. Banyak sekali nash-nash yang mengumpulkan keutamaan-keutamaan ini sehingga menambah kuat pengertian ini. Jika ditambah dengan contoh-contoh yang nyata dalam perkara ini, niscaya hal itu akan semakin menambah keyakinan seseorang dengan kemampuannya untuk mengubah makna-makna ini ke dalam alam nyata. Tidak ada dalil yang lebih jelas dalam hal ini daripada metode yang digunakan al-Qur'an al-Karim dan as-Sunnah an-Nabawiyah dalam menyampaikan kisah-kisah dan contoh-contoh untuk dijadikan pelajaran dan nasihat.

Berikut ini beberapa kisah para penghafal al-Qur'an, mudah-mudahan dapat menjadi menara dan contoh untuk diikuti generasi ini.

Amru bin Salmah RA adalah golongan sahabat yang masih kecil (muda). Dia sangat antusias mempelajari al-Qur'an. Dia selalu menemui kafilah yang datang dari bepergian, bertanya kepada mereka dan meminta dibacakan al-Qur'an dari mereka. Sehingga dia menjadi orang yang paling banyak hafalannya diantara seluruh kaumnya, dan menjadikannya orang yang berhak menjadi imam shalat mereka. Marilah kita dengarkan kisahnya, dia bercerita,
“Ketika saya berada di kampung, datanglah kafilah melewati kami. Mereka baru saja kembali dari sisi Rasulullah SAW, lalu aku mendekati mereka dan mendengarkan pelajaran dari mereka sehingga aku hafal al-Qur'an.

Orang-orang menunggu masuk Islam hingga setelah Fathu Mekkah. Ketika Mekkah telah ditaklukan, mereka mengutus seorang laki-laki menghadap Rasulullah SAW. Utusan itu berkata, “Wahai Rasulullah, saya adalah utusan Bani Fulan yang datang kepada engkau untuk memberitahukan keislaman mereka.”
Ayahku juga menghadap Rasulullah dengan keislaman kaumnya lalu kembali kepada mereka, dia berkata,
”Rasulullah SAW bersabda,
“Pilihlah (untuk menjadi imam sholat) orang yang paling banyak hafalan al-Qurannya diantara kalian!”
Amru bin Salmah berkata,
”Lalu mereka melihat-lihat, ketika itu saya memiliki hafalan yang banyak, mereka tidak mendapati seorangpun yang lebih banyak hafalannya daripadaku, maka merekapun memilihku padahal aku masih anak-anak...” (HR. Ahmad)

Para pemuda hari ini saling bertanya, ketika melihat contoh ini. Pemuda sahabat RA ini sangat antusias menghafal al-Qur'an dan mempelajarinya, padahal ketika itu belum ada sarana dan prasarana yang tersedia seperti halnya yang kita dapati pada hari ini. Saat itu dia tidak mempunyai halaqoh untuk menghafal al-Quran, juga tidak mempunyai kaset rekaman atau MP3 player, bahkan al-Qur'an di masanya belumlah terkumpul dalam satu mushaf yang darinya bisa dia baca dan hafalkan. Namun dengan segala keterbatasan tersebut, dia tetap bisa menghafalnya.
Kita bisa merasakan semangat Zaid bin Tsabit RA saat kaumnya mendatangi Nabi SAW dengan bangga terhadap prestasi yang telah ditorehkan Zaid bin Tsabit RA. Disebutkan bahwa kaumnya berkata kepada Nabi SAW,
”Anak ini merupakan salah seorang anak Bani Najjar yang telah menghafal apa-apa yang telah diturunkan Robbmu kepadamu berupa beberapa puluh surat.” Nabipun takjub dan bersabda,
”Wahai Zaid, pelajarilah bahasa Ibrani. Demi Allah, karena mereka tidak memahami surat yang kutulis.”
Maka aku (Zaid bin Tsabit) pun mempelajari bahasa mereka sesuai dengan apa yang diperintahkan kepadaku selama lima belas malam kemudian akupun mengusainya. Maka sejak saat itu akulah yang membacakan surat yang mereka sampaikan kepada Nabi SAW dan membalas surat mereka jika Nabi SAW ingin membalasnya. (HR. Al-Bukhari dan Ahmad)


Anak yang lain yang juga telah menghafal al-Qur'an.

pada saat usianya baru sepuluh tahun lebih sedikit adalah Barro’ bin Azib RA. Beliau berkata,
”Rasulullah tidaklah mendatangi kami sampai aku membaca puluhan surat al-Mufashshal.”

Abdushshamad bin Abdurrahman bin Abi Raja’ al-Balwi (wafat tahun 619 H)
meriwayatkan al-Quran dari ayahnya dengan cara talaqqi. Dari ayahnya beliau juga mendengar beberapa kitab, padahal ayahnya wafat saat beliau baru berumur sekitar sepuluh tahun.

Ali bin Hibbatullah al-Jumaizi (wafat tahun 649 H) hafal al-Qur’an saat berumur sepuluh tahun.

Majduddin Abu al-Barakat Ibnu Taimiyah (wafat tahun 652 H) hafal al-Quran dan menguasai ilmu dari pamannya, al-Khatib Fahruddin dan berkelana maencari ilmu menemani putra pamannya, Saifuddin, saat beliau masih berumur belasan tahun.

Zaid bin Hasan Tajuddin al-Kindi (wafat tahun 613 H) membacakan al-Qur'an di depan Muhammad Sabth al-Khiyath dengan cara talqin (menirukan) saat beliau masih berusia tujuh tahun dan hal ini jarang terjadi  seperti yang disampaikan adz-Dzahabi dan yang lebih langka lagi, beliau membacanya dengan sepuluh macam jenis qira’ah saat beliau berusia sepuluh tahun.

Abu Syammah (wafat tahun 665 H) membaca al-Qur'an sejak kecil dan telah menguasai seluruh jenis qira’ah dari syaikhnya, as-Sakhawi, ketika masih berumur tujuh belas tahun.

Abu Bakar bin Umar bin Musyabba’ bin Miqashshati (wafat tahun 713 H) menjadi ahli qira’ah al-Qur'an sebelum berusia dua puluh tahun.

Hamzah bin Habib al-Imam al-Muqri (wafat tahun 158 H) mengomentari dirinya sendiri dengan berkata,
”Aku dilahirkan pada tahun 80 H, dan menguasai qira’ah saat berusia lima belas tahun.”

Khalf bin Hisyam bin Tsa’lab al-Imam al-Hafidz al-Hujjah Syaikhul Islam (wafat tahun 229 H) keluar dari Baghdad saat berusia sembilan belas tahun yang saat itu disana tidak ada yang lebih ahli qira’ah daripada beliau.

Makki bin Abu Thalib al-Allamah al-Muqri yang lahir pada tahun 355 H, menguasai qira’ah dari Ibnu Ghalbun pada tahun 376 H, atau saat beliau masih berusia dua puluh satu tahun.

Abu Ali al-Ahwazi al-Muqri al-Muhaddits yang lahir pada tahun 362 H, sejak kecil telah sibuk dengan riwayat dan hafal al-Quran 378 H atau ketika usia beliau berkisar enam belas tahun.

Abu Bakar an-Nuqqasy al-Muqri’ al-Mufassir Ahad al-A’lam yang lahir pada tahun 266 H sejak kecil telah sibuk dengan qira’ah dan belajar pada Hasan bin Abbas bin Abu Mahran tahun 285 H atau ketika usianya sembilan belas tahun.

Diantara mereka, ada juga Imam an-Nawawi, yang sampai-sampai syaikh beliau, Syaikh Yasin bin Yusuf al-Marakisyi berkata,
”Aku melihatnya menjadi seorang syaikh saat dia berumur sepuluh tahun di kota Nawa. Teman-temannya tidak suka kepadanya jika dia bermain bersama mereka, kemudian dia berlari menjauhi mereka seraya menangis karena ketidaksukaan mereka tersebut, dan saat itu dia langsung membaca al-Qur’an. Maka saat itulah aku mulai merasa menyayanginya. Saat itu ayahnya membawanya ke tokonya namun tidak membebaninya dengan kesibukan jual beli sehingga melalaikannya dari al-Qur’an. Akupun kemudian mendatangi pengajarnya dan menasehatinya dan kukatakan kepadanya bahwa dia diharapkan bisa menjadi orang yang paling alim dan paling zuhud pada masanya, dan manusiapun bisa mengambil manfaat darinya. Mendengar itu dia berkata,
”Apakah engkau seorang peramal?”
Maka akupun menjawab,
”Tidak, sesungguhnya aku hanyalah orang yang diberitahu oleh Allah akan hal itu.”
Maka sang guru menyampaikan hal itu kepada ayahnya dan kemudian ayahnya menyemangatinya untuk menghatamkan al-Qur’an padahal saat itu dia belum baligh.”
Saat para remaja merenungi beberapa contoh di atas, maka yang harusnya ada di benak mereka adalah naik dan bertambahnya semangat mereka, berusaha untuk bersimbiosis dengan mereka dan berusaha untuk mengikuti rombongan kloter mereka, merasa bahwa ketika mempelajari al-Qur’an Kitabullah ta’ala seperti para pendahulu mereka, mereka seperti sedang melompati beberapa masa ke belakang guna meresapi bahwa sesungguhnya mereka dan para pendahulu mereka tersebut berada dalam satu gerbong. Sesungguhnya barangsiapa yang mencintai suatu kaum, maka dia akan dikumpulkan bersama mereka dan barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari golongan mereka.
Maka saat itu merekapun akan saling bertanya,
"Dimanakah teman-teman sebayaku yang belum pernah kulihat, yang mereka telah diuji dengan kesenangan dan kesia-siaan? Namun mereka berusaha menangkal ujian-ujian yang melingkupi mereka. Sesungguhnya aku ingin bersimbiosis dengan mereka.”

Kata Mutiara Dari Kahlil Gibran Dan John F Kennedy (Presiden AS Ke 35)




Kahlil Gibran

1801. Cinta memiliki jemari yang sehalus sutera, yang kuku-kukunya yang runcing meremas jantung dan membuat manusia menderita karena duka.

1802. Cinta yang terbatas ingin memiliki yang di cintai, tapi cinta yang tak terbatas hanya terbatas menginginkan cinta itu sendiri, cinta yang tumbuh dalam perpaduan kenaifan dan gairah masa muda, memuaskan diri dengan memiliki dan tumbuh dengan pelukan. Tapi cinta yang dilahirkan bersama segala rahasia malam tidak pernah puas dengan apa pun selain keabadian dan kelestarian dan ia hanya membungkuk dan patuh kepada Tuhan.

1803. Cinta tiada lain kecuali maknanya. Namun jika engkau mencintai dengan banyak keinginan, wujudkan menjadi keinginanmu; Luluhkan hati, mengalir bagai kali, nyanyikan lagu persembahan malam, kenali kepedihan kemesraan yang terlalu dalam, merasakan luka akibat pengertianmu sendiri tentang cinta, serta meneteskan darah duka dan cita, terjaga di fajar dengan hati seringan awan. Menyusuri hati penuh sinar cinta.

1804. Cinta pertama adalah pengalaman paling indah bagi semua manusia. Cinta pertama penuh keindahan, dunia baru yang memenuhi seluruh sisi-sisi kalbu, memenuhi dunia dengan pelangi warna-warni, sehingga ia akan melupakan segala derita rahasia kehidupan ini.

1805. Keindahan adalah cahaya yang memancar dari kesunyian jiwa dan menyinari tubuh, seperti kehidupan yang datang dari kasih bumi yang memberikan warna bunga keindahan dan mencipta dalam kalbu apa yang disebut cinta, yang tercipta antara laki-laki dan perempuan.

1806. Cinta telah menjadi sebuah lingkaran cahaya yang awalnya adalah akhir, dan akhirnya adalah awal. Lingkaran cahaya itu mengelilingi setiap makhluk dan meluas dengan perlahan memeluk semua yang hidup.

1807. Anak kalian bukanlah anak kalian. Mereka putra-putri kehidupan yang merindu pada dirinya sendiri. Berikan kepada mereka cinta kalian, tapi jangan gagasan kalian, karena mereka memiliki gagasan sendiri. Kalian boleh membuatkan rumah untuk raga mereka, sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan, yang tidak bisa kalian kunjungi, sekalipun dalam mimpi.

1808. Cinta adalah satu-satunya kebebasan di dunia, karena cinta membangkitkan semangat yang hukum-hukum kemanusiaan dan gejala-gejala alami pun tak bisa mengubah perjalanannya.

1809. Cinta yang hadir di antara kenaifan dan kebangkitan anak-anak muda memuaskan cintanya dengan rasa saling memiliki, dan cintanya mekar dalam pelukan-pelukan mesra.

1810. Keabadian tak menyimpan apa-apa kecuali Cinta, karena cinta adalah keabadian itu sendiri.

1811. Manusia mencengkeram harta kekayaan yang memberkukan bagai salju, namun obor cinta kasih senantiasa kucari, agar nyala apinya menyucikan hatiku dan menghanguskan benih penyakit kedurhakaan. Karena himpitan kebendaan membunuh manusia, pelan tanpa derita, cinta kasih membuatnya terjaga, dan perih menghidupkan kepekaan jiwa.

1812. Hakikat cinta adalah rintihan panjang yang dikeluhkan oleh lautan perasaan kasih sayang. Ia adalah cucuran air mata kesedihan langit pikiran. Ia adalah senyuman ceria kebun-kebun bunga cinta.

1813. Cinta adalah suatu cahaya magis yang bersinar dari kedalaman perasaan manusia dan menyinari sekelilingnya. Engkau lihat dunia sebagai perjalanan menuju taman hijau, hidup seperti mimpi yang menyenangkan, ditegakkan di antara kesadaran.

1814. Terpujilah cinta yang mampu mengisi kesepian manusia, dan mengakrabkan hatinya dengan manusia lain.

1815. Cinta turun ke dalam roh kita melalui kehendak Tuhan, dan bukan melalui kemauan manusia sendiri.

1816. Cinta ibarat mata air abadi, yang selalu mengalirkan kesegaran bagi jiwa-jiwa dahaga. Bagaikan anggur nikmat, yang manis di bibir menghangatkan badan, tetapi tidak jarang juga memabukkan.

1817. Karena cintalah dunia dipelihara, karena cinta setiap makhluk terus mempertahankan diri sendiri-sendiri, dan karena cinta mata yang utuh menjadi bagian-bagiannya. Dia yang menyebut cinta demi masyarakat manusia tidak salah, karena efek aneh dan kesan ajaib yang ia hasilkan di kalangan manusia.

1818. Setiap cinta adalah yang terbaik di dunia ini, dan yang paling menyenangkan. Cinta tidak seperti sepotong kue yang bisa dipotong; besar dan kecil. Semua cinta. Tentu saja kau bisa mengatakan dia adalah yang paling kucintai di dunia ini, siapapun yang kita cinta dan setiap orang yang kita cintai, bagi kita adalah orang yang tercinta di dunia ini.

1819. Bunga-bunga padang adalah anak-anak kasih semesta alam, dan anak-anak manusia adalah bunga-bunga cinta dan kasih sayang.

1820. Cinta adalah karunia Tuhan kepada jiwa-jiwa yang peka dan agung. Haruskah kita campakkan kekayaan ini dan kita biarkan babi-babi itu memporak-porandakan dan menginjak-injaknya.

1821. Hidup penuh dengan kebahagiaan dan kebebasan, mengapa kita tetap membiarkan belenggu di pundak dan kita patahkan rantai yang menjerat kaki kita, lalu berjalan bebas menuju kedamaian.

1822. Cinta akan diri sendiri, menghasilkan kecongkakan buta, dan kecongkakan menciptakan kesukuan, dan kesukuan membangun kekuasaan, dan kekuasaan penyebab penaklukan dan penindasan.

1823. Engkau, cintaku! Aku mendengarkan panggilanmu dari balik lautan dan merasakan sayap-sayapmu menyekaku. Aku terbangun dan meninggalkan kamarku serta pergi ke padang-padang. Kakiku dan kurungan jubahku basah oleh embun malam, aku berdiri di bawah pohon badam yang berbunga dan mendengarkan panggilan jiwamu, cintaku.

1824. Keindahan sejati terletak pada keserasian spiritual yang diberi nama cinta. Yang dapat bersarang di antara seorang lelaki dan seorang wanita.

1825. Cinta adalah seorang tuan rumah yang penuh kasih sayang kepada para tamunya, walaupun bagi rumahnya yang tak diharapkan merupakan sebuah khayalan dan penghinaan.


John F Kennedy (Presiden AS Ke 35)

1826. Semakin besar kita meningkatkan pengetahuan, semakin besar pula kita mengungkapkan ketidaktahuan kita.

1827. Bukanlah bertanya mengenai apa yang bisa dilakukan oleh negara untuk anda, tetapi apa yang bisa anda lakukan untuk negara anda.

1828. Perubahan adalah hukum dalam kehidupan. Mereka yang hanya melihat pada masa lalu dan saat ini tentunya akan menyia-nyiakan masa depan.

1829. Maafkanlah musuh anda, tapi jangan lupakan namanya.

1830. Sebuah negara yang takut membiarkan orang-orangnya menilai kebenaran dan kesalahan pada suara yang terbuka, adalah sebuah negara yang takut pada orang-orangnya.

1831. Kita harusnya tak pernah melupakan bahwa penghargaan terbesar bukanlah dengan mengucapkan kata-kata, tetapi dengan hidup menyatu dengannya.

1832. Marilah kita tidak mencari cara untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi pada masa lalu, tetapi marilah kita menerima tanggung jawab kita sendiri untuk masa depan.

1833. Mereka yang menciptakan kedamaian revolusi yang tak memungkinkan akan menciptakan revolusi tersembunyi yang tak terelakkan.

1834. Jika kebebasan masyarakat tak dapat menyelamatkan banyak dari mereka yang hidup miskin, maka juga tak akan dapat menyelamatkan segenlintir mereka yang hidup kaya.

1835. Seseorang mungkin akan mati, negara mungkin akan berjayapun juga akan hancur, tetapi ide tentang Kehidupan tetaplah berjalan.

1836. Manusia harus mengakhiri peperangan sebelum peperangan yang mengakhiri manusia.

1837. Kebijakan domestik hanya bisa mengalahkan kita, tetapi kebijakan asing dapat membunuh kita.

1838. Kesamaan adalah penjara kebebasan.

1839. Kita terjalin dengan lautan. Dan ketika kita kembali ke lautan, apakah untuk berlayar atau untuk menikmati pemandangan, Kita tetap akan kembali kepada dimana kita datang.

1840. Jalan terbaik untuk berkembang, adalah jalan kebebasan.

1841. Usaha keras dan keberanian tidaklah cukup tanpa tujuan dan arah.

1842. Seorang anak yang tak terdidik adalah seorang anak yang hilang.

1842. Sesuatu tidaklah terjadi. Namun sesuatu itu dibuat untuk terjadi.

1843. Kebugaran fisik bukan sekedar hal yang paling penting bagi kesehatan tubuh, tetapi adalah dasar dari segala aktivitas intelektual yang dinamis dan kreatif.

1844. Ketika dituliskan dalam bahasa cina, kata "krisis" terdiri dari dua karakter, satu memiliki arti "bahaya" dan yang lainnya berarti "kesempatan".

1845. Harga sebuah kebebasan selalu tinggi, namun amerika harus selalu membayarnya. Dan satu hal yang tidak akan pernah kita pilih, ialah "menyerah" atau "tunduk".

1846. Marilah kita untuk tidak bernegosiasi karena takut. Tetapi marilah kita tidak takut karena untuk bernegosiasi.

1847. Kepemimpinan dan pembelajaran sangatlah diperlukan kepada sesama.

1848. Ketika anda mengucapkan bahwa anda akan merasa puas selama sesaat, itulah yang akan terjadi pada hidup anda.

1849. Musuh terbesar dari kebenaran sangatlah sering bukan karena kebohongan, kesengajaan, perbuatan dan ketidak jujuran, tetapi oleh karena mitos, kegigihan, persuasif dan tidak realistik.

1850. Jika seni adalah untuk memelihara akar budaya kita, masyarakat haruslah membuat sang artis tersebut bebas untuk mengikuti visi yang akan membawa mereka kemanapun juga.

Kisah Nabi Shaleh AS Dan Unta



Nabi Salleh as sadar akan tantangan kaumnya yang menuntut bukti darinya berupa mukjizat itu, adalah bertujuan untuk menghilangkan pengaruhnya dan mengikis habis kewibawaannya di mata kaumnya terutama para pengikutnya. Bila ia gagal memenuhi tuntutan tersebut, Nabi Salleh membalas tantangan mereka dengan menuntut janji dari mereka, bila ia berhasil mendatangkan mukjizat yang mereka minta, bahawa mereka akan meninggalkan agama dan penyembahan mereka dan akan mengikut Nabi Salleh dan beriman kepadanya.

Sesuai dengan permintaan dan petunjuk pemuka-pemuka kaum Tsamud, berdo'alah Nabi Salleh as memohon kepada Allah agar memberikan suatu mukjizat kebenearan risalahnya dan sekaligus mematahkan perlawanan dan tantangan kaumnya yang masih degil itu. Ia memohon keada Allah dengan kekuasasan-Nya menciptakan seekor unta betina, dikeluarkannya dari perut sebuah batu karang besar yang terdapat di sisi sebuah bukit yang mereka tunjuk.

Maka sejurus kemudian, dengan izin Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Pencipta, terbelahlah batu karang yang ditunjuk itu dan keluar dari perutnya seekor unta betina. Dengan menunjuk kepada binatang yang baru keluar dari perut batu karang.
"Inilah dia unta Allah, janganlah kamu ganggu dan biarkan giliran untuk mendapatkan air minum bagimu dan bagi ternakanmu juga, dan ketahuilah bahwa Allah akan menurunkan azab-Nya bila kamu sampai mengganggu binatang ini."

Maka bekeliaranlah sang unta di ladang-ladang memakan rumput sesauka hatinya tanpa mendapat gangguan. Dan disaat giliran minumnya tiba, pergilah unta itu ke sebuah perigi dan minumlah sepuas hatinya. Dan pada hari-hari giliran unta Nabi Salleh as datang minum, tiada seekor binatang lain menghampirinya, hal itu menimbulkan rasa tidak senang pada pemilik-pemilik binatang-binatang itu yang makin hari makin merasa bahwa adanya unta Nabi Salleh di tengah-tengah mereka itu merupakan gangguan. Laksana duri yang melintang di dalam kerongkong.

Dengan berhasilnya Nabi Salleh as mendatangkan mukjizat yang mereka tuntut, gagallah pemuka kaum Tsamud dalam usahanya menjatuhkan kehormatan dan menghilangkan pengaruh Nabi Salleh, bahkan sebaliknya telah menambah tebal kepercayaan para pengikutnya dan menghilangkan keraguan dari kaumnya.
Maka dihasutlah oleh mereka pemilik-pemilik ternak yang merasa jengkel dan tidak senang dengan adanya unta Nabi Salleh yang merajalela di ladang dan kebun-kebun mereka serta ditakuti oleh binatang-binatang peliharaannya.
"Barangsiapa tidak mau mengikuti jejak sunnahku, maka ia bukan termasuk dalam golonganku." Hadits Riwayat Muslim

Seorang Anak Mengeraskan Suaranya Di Masjid



Ada seorang anak kecil yang umurnya belum mencapai 10 tahun. Dia selalu menjalankan shalat berjamaah di masjid, dan selalunya berusaha menempati shaf paling depan. Anak itu biasa mengeraskan suara saat shalat, terutama tatkala saya selesai membaca al-fatihah, si anak membaca “aamiin” dengan suara sangat keras.

Suatu kali, saya ingin menasihati anak ini agar merubah kebiasaannya. Akan tetapi setiap kali saya selesai shalat dan berdzikir anak itu telah pergi, saya tidak sempat berbicara dengannya.
Hingga suatu kali, setelah selesai shalat saya langsung memegang tangan anak itu sebelum ia pergi. Lalu saya bertanya,
“Nak, mengapa kamu sering berteriak keras sewaktu shalat?”
Anak itu menjawab;
"Rumah saya dekat dengan masjid, tapi ayah tidak pernah ke masjid sama sekali. Saya mengeraskan suara agar ayah mendengar suaraku melalui loudspeaker masjid. Dengan begitu ayah tahu bahwa saya shalat di masjid. Saya berharap ayah segera menyusul ke masjid setelah mendengar suara saya.

Imam tsb melanjutkan ceritanya,
“Betapa merinding bulu kudukku ketika mendengar jawaban anak ini. Maka saya bersepakat dengan sebagian jamaah untuk mengunjungi ayah dari anak tersebut untuk memberikan nasihat dan menceritakan apa yang dilakukan anaknya di masjid.
Hingga akhirnya sang ayah bisa tertib menjalankan shalat jamaah di masjid, Allahu akbar walillahilhamd.

[Ust. Abu Umar Abdillah] via Majalah Qiblati – Menyatukan Hati Dalam Sunnah Nabi

Kisah Penciptaan Malaikat Jibril



Telah bersabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam bahwa;
Sesungguhnya Allah telah menciptakan malaikat Jibril dengan bentuk yang sangat elok. Jibril mempunyai 124,000 sayap dan di antara sayap-sayap itu terdapat dua sayap yang berwarna hijau seperti sayap burung merak, sayap itu antara timur dan barat. Jika Jibril menebarkan hanya satu daripada beberapa sayap yang dimilikinya, maka ia sudah cukup untuk menutup dunia ini.
Setelah memandang dirinya yang tampak begitu indah dan sempurna, maka malaikat Jibril pun berkata kepada Allah;
“Wahai Rabbku, apakah Engkau menciptakan makhluk lain yang lebih baik daripada aku?”
Kemudian Allah pun menjawab pertanyaan malaikat Jibril; “Tidak”.
Mendengar jawaban Allah, maka malaikat Jibril pun berdiri dan melakukan shalat dua rakaat untuk bersyukur kepada Allah.
Pada setiap rakaat shalat yang dikerjakan oleh malaikat Jibril, dia menghabiskan masa selama 20,000 tahun lamanya.
Setelah malaikat Jibril selesai melaksanakan shalatnya, kemudian Allah pun berfirman kepadanya;
“Wahai Jibril, kamu telah menyembah Aku dengan ibadah yang bersungguh-sungguh dan tidak ada seorang pun yang menyembahKu seperti ibadah yang kamu lakukan, akan tetapi di akhir zaman nanti akan datang seorang nabi yang mulia, yang paling Aku cintai bernama Muhammad. Dia mempunyai umat yang lemah dan sentiasa berdosa. Seandainya mereka mengerjakan shalat dua rakaat walau hanya sebentar dan dalam keadaan lupa serta serba kurang, dengan pikiran yang melayang-layangdan dosa mereka pun besar, maka demi kemuliaanKu dan ketinggianKu, sesungguhnya shalat mereka itu lebih Aku sukai daripada shalatmu. Hal tersebut kerana mereka telah mengerjakan shalat itu atas perintahKu sedangkan shalat kamu bukan atas perintahKu”.

Setelah mendengar hal tersebut, Jibril pun kembali bertanya kepada Allah;
“Ya Rabbku, apakah yang Engkau berikan kepada mereka sebagai ganjaran atas ibadah mereka kepadaMu?”
Maka Allah berfirman yang artinya;
“Ya Jibril, akan Aku berikan syurga Ma’waa sebagai tempat tinggal mereka”.
Malaikat Jibril kemudian meminta izin kepada Allah untuk melihat syurga Ma’waa tersebut.

Setelah Allah memberikan izin kepadanya, maka malaikat Jibril pun mengembangkan sayapnya dan terbang menuju syurga Ma’waa. Satu hayunan sayap malaikat Jibrail adalah sama dengan jarak perjalanan selama 3000 tahun.
Maka terbanglah malaikat Jibril selama beberapa lama perjalanan, malaikat Jibril akhirnya kepenatan dan turun untuk singgah dan berteduh di bawah sebuah pohon. Di sana ia bersujud kepada Allah lalu berkata;
“Ya Rabbku, apakah aku telah menempuh setengah atau sepertiga atau seperempat dari perjalanan menuju ke syurga Ma’waa?”
Maka Allah pun berfirman;
“Wahai Jibril, meskipun kamu mampu terbang selama 3000 tahun dan meskipun Aku memberikan kekuatan kepadamu seperti kekuatan yang engkau miliki, lalu kamu terbang seperti yang telah kamu lakukan, niscaya kamu tidak akan sampai kepada sepersepuluh dari beberapa puluhan yang telah kuberikan kepada umat Muhammad terhadap imbalan shalat dua rakaat yang mereka kerjakan”.

Sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam;
“Sebelah kanan sayap Jibril terdapat gambar syurga berserta dengan segala isinya termasuk bidadari-bidadari, istana, pelayan dan sebagainya manakala sayapnya yang sebelah kiri terdapat gambar neraka dan segala isinya yang terdiri daripada beberapa macam ular yang cukup berbisa, kalajengking dan neraka yang bertingkat-tingkat serta penjaganya yang terdiri daripada malaikat yang garang dan ganas yakni malaikat Zabaniyah“.

Sabda Rasulullah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam lagi;
“Apabila telah sampai ajal seseorang itu, maka akan masuklah satu kumpulan malaikat ke dalam lubang kecil pada badan manusia kemudian mereka akan menarik rohnya dari kedua telapak kaki hingga lutut dan mereka pun keluar. Setelah itu datang lagi sekumpulan malaikat masuk menarik roh dari lutut ke perut. Begitulah seterusnya dari perut ke dada dan dada ke kerongkongnya. Itu saat nazak seseorang.
Kalau orang yang nazak itu orang beriman, maka malaikat Jibril akan menebarkan sayapnya yang sebelah kanan sehingga orang itu dapat melihat kedudukannya di syurga sehingga terlupa orang-orang di sekelilingnya.
Jika orang yang nazak itu orang munafik, maka Jibrail akan menebarkan sayap sebelah kiri untuk menunjukkan tempatnya di neraka sehingga ia menjadi sangat takut serta lupa kepada keluarganya”,

Malaikat Jibril Dan Mikail Menangis



Dalam sebuah kitab karangan Imam al-Ghazali menyebutkan bahawa iblis itu sesungguhnya namanya disebut sebagai al-Abid (ahli ibadah) pada langit yang pertama, pada langit yang keduanya disebut az-Zahid. Pada langit ketiga, namanya disebut al-Arif. Pada langit keempat, namanya adalah al-Wali. Pada langit kelima, namanya disebut at-Taqi. Pada langit keenam namanya disebut al-Kazin. Pada langit ketujuh namanya disebut Azazil manakala dalam Luh Mahfudz, namanya ialah iblis.
Dia (iblis) lupa akibat urusannya. Maka Allah SWT telah memerintahkannya sujud kepada Adam. Lalu iblis berkata,
"Adakah Engkau mengutamakannya daripada aku, sedangkan aku lebih baik daripadanya. Engkau jadikan aku daripada api dan Engkau jadikan Adam daripada tanah."
Lalu Allah S.W.T berfirman yang maksudnya,
"Aku membuat apa yang aku kehendaki."
Oleh kerana iblis memandang dirinya penuh keagungan, maka dia enggan sujud kepada Adam AS kerana bangga dan sombong.
Dia berdiri tegak sampai saatnya malaikat bersujud dalam waktu yang berlalu. Ketika para malaikat mengangkat kepala mereka, mereka mendapati iblis tidak sujud sedang mereka telah selesai sujud. Maka para malaikat bersujud lagi bagi kali kedua kerana bersyukur, tetapi iblis tetap angkuh dan enggan sujud. Dia berdiri tegak dan memaling dari para malaikat yang sedang bersujud. Dia tidak ingin mengikut mereka dan tidak pula dia merasa menyesal atas keengganannya.

Kemudian Allah SWT merubahkan mukanya pada asalnya yang sangat indah cemerlangan kepada bentuk seperti babi hutan. Allah SWT membentukkan kepalanya seperti kepala unta, dadanya seperti daging yang menonjol di atas punggung, wajah yang ada di antara dada dan kepala itu seperti wajah kera, kedua matanya terbelah pada sepanjang permukaan wajahnya. Lubang hidungnya terbuka seperti cerek tukang bekam, kedua bibirnya seperti bibir lembu, taringnya keluar seperti taring babi hutan dan janggut terdapat sebanyak tujuh helai.
Setelah itu, lalu Allah mengusirnya dari syurga, bahkan dari langit, dari bumi dan ke beberapa jazirah. Dia tidak akan masuk ke bumi melainkan dengan cara sembunyi. Allah SWT melaknatinya sehingga ke hari kiamat kerana dia menjadi kafir.
Walaupun iblis itu pada sebelumnya sangat indah cemerlang rupanya, mempunyai sayap empat, banyak ilmu, banyak ibadah serta menjadi kebanggan para malaikat dan pemukanya, dan dia juga pemimpin para malaikat karubiyin dan banyak lagi, tetapi semua itu tidak menjadi jaminan sama sekali baginya.

Ketika Allah SWT membalas tipu daya iblis, maka menangislah Jibril AS dan Mikail. Lalu Allah SWT berfirman yang bermaksud,
"Apakah yang membuat kamu menangis?"
Lalu mereka menjawab,
"Ya Allah! Kami tidaklah aman dari tipu dayamu."
Firman Allah bagi bermaksud,
"Begitulah aku. Jadilah engkau berdua tidak aman dari tipu dayaku."

Setelah diusir, maka iblis pun berkata,
Ya Tuhanku, Engkau telah mengusir aku dari Syurga disebabkan Adam, dan aku tidak menguasainya melainkan dengan penguasaan-Mu."
Lalu Allah berfirman yang bermaksud,
"Engkau dikuasakan atas dia, yakni atas anak cucunya, sebab para nabi adalah maksum."
Berkata lagi iblis,
"Tambahkanlah lagi untukku."
Allah berfirman yang maksudnya,
"Tidak akan dilahirkan seorang anak baginya kecuali tentu dilahirkan untukmu dua padanya."
Berkata iblis lagi,
"Tambahkanlah lagi untukku." Lalu Allah berfirman dengan maksud,
"Dada-dada mereka adalah rumahmu, engkau berjalan di sana sejalan dengan peredaran darah."
Berkata iblis lagi, "Tambahkanlah lagi untukku." Maka Allah berfirman lagi yang bermaksud,
"Dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukan yang berjalan kaki, artinya mintalah tolong menghadapi mereka dengan pembantu-pembantumu, baik yang naik kuda maupun yang berjalan kaki. Dan berserikatlah dengan mereka pada harta, yaitu mendorong mereka mengusahakannya dan mengarahkannya ke dalam haram."

"Dan pada anak-anak, yaitu dengan menganjurkan mereka dalam membuat perantara mendapat anak dengan cara yang dilarang, seperti melakukan senggama dalam masa haid, berbuat perkara-perkara syirik mengenai anak-anak itu dengan memberi nama mereka Abdul Uzza, menyesatkan mereka dengan cara mendorong ke arah agama yang batil, mata pencarian yang tercela dan perbuatan-perbuatan yang jahat dan berjanjilah mereka." (Hal ini ada disebutkan dalamsurah al-Isra ayat 64 yang bermaksud: "Gerakkanlah orang yang engkau kuasai di antara mereka dengan suara engkau dan kerahkanlah kepada mereka tentera engkau yang berkuda dan yang berjalan kaki dan serikanlah mereka pada harta dan anak-anak dan berjanjilah kepada mereka. Tak ada yang dijanjikan iblis kepada mereka melainkan (semata-mata) tipuan."

Zaid Bin Haritsah RA



Keluarga Zaid bin Haritsah hanyalah keluarga Arab biasa, yang ketika itu sedang mengunjungi kerabatnya di kampung Kabilah Bani Ma'an, dan Zaid kecil diajak serta. Takdir Allah menghendaki akan mengangkat derajadnya setinggi-tingginya, tetapi melalui jalan musibah.
Tiba-tiba sekelompok perampok badui menjarah perkampungan Bani Ma’an tersebut, harta bendanya dikuras habis dan sebagian penduduknya ditawan untuk dijual sebagai budak, termasuk di antaranya adalah Zaid bin Haritsah.

Zaid bin Haritsah yang masih kecil itu dijual di pasar Ukadz di Makkah, ia dibeli oleh Hakim bin Hizam.
Oleh Hakim, ia diberikan kepada bibinya, Khadijah binti Khuwailid, yang tak lain adalah istri Nabi SAW, dan akhirnya ia diberikan kepada Nabi SAW untuk menjadi khadam (pelayan) beliau. Walau saat itu Nabi SAW belum diangkat menjadi Nabi dan Rasul, tetapi pendidikan yang diperoleh Zaid dari beliau merupakan pendidikan berbasis akhlak mulia, didikan yang berbasis kenabian yang menaikkan derajadnya, dan mengantarnya menjadi salah seorang kelompok sahabat as sabiqunal awwalin.

Ketika ayahnya, Haritsah mendengar kabar bahwa putranya dimiliki oleh seorang keluarga bangsawan Quraisy di Makkah, ia bergegas mengumpulkan harta semampunya untuk menebusnya dari perbudakan. Ia mengajak saudaranya untuk menemaninya ke Makkah. Sesampainya di Makkah, ia menemui Nabi SAW dan berkata,
"Kami datang kepada anda untuk meminta anak kami, kami mohon anda bersedia mengembalikannya kepada kami dan menerima uang tebusan yang tidak seberapa banyaknya ini!
"Tidak harus seperti itu," Kata Nabi SAW," Biarlah ia memilih sendiri. Jika ia memilih anda, saya akan mengembalikannya kepada anda tanpa tebusan apapun. Tetapi jika ia memilih saya, maka saya tidak bisa menolak orang yang dengan sukarela mengikuti saya…!"

Nabi SAW menyuruh seseorang untuk memanggil Zaid. Sementara itu tampak kegembiraan Haritsah dengan penjelasan beliau. Ia akan meperoleh kembali anaknya tanpa tebusan apapun, begitu pikirnya. Ketika Zaid telah datang, beliau berkata kepadanya, "Tahukah engkau, siapa dua orang ini?"
"Ya, saya tahu," Kata Zaid, "Yang ini ayahku, satunya lagi adalah pamanku."

Nabi SAW menjelaskan permintaan ayahnya, dan juga tentang pilihan yang beliau berikan kepadanya. Tanpa berfikir panjang, Zaid berkata,
"Tak ada pilihanku kecuali anda, andalah ayahku, dan andalah juga pamanku…!"

Mendengar jawaban Zaid ini ayah dan pamannya terkejut, tetapi Nabi SAW tampak berlinang air mata karena haru dan syukur. Beliau memang sangat menyayanginya seperti anak sendiri, sehingga bagaimanapun secara manusiawi, beliau akan merasa kehilangan jika Zaid memutuskan untuk kembali kepada keluarganya sendiri. Segera saja Nabi SAW membawa Zaid ke Ka'bah dimana biasanya para pembesar Quraisy berkumpul, kemudian beliau berkata lantang,
"Saksikanlah oleh kalian semua, mulai hari ini Zaid adalah anakku, ia ahli warisku dan aku ahli warisnya…"

Memang, budaya Arab saat itu membenarkan mengangkat anak yang statusnya sama seperti anak kandung. Sejak itu, Zaid dikenal dengan nama Zaid bin Muhammad. Dalam perkembangan selanjutnya ketika telah tinggal di Madinah, Al Qur'an melarang penisbahan kecuali kepada ayah kandungnya, begitu juga anak angkat tidaklah sama dengan anak kandung. Salahsatu cara Allah SWT ‘membongkar’ budaya jahiliah ini adalah Nabi SAW diperintahkan menikahi atau lebih tepatnya dinikahkan dengan janda Zaid bin Haritsah, yakni Zainab binti Jahsy, melalui firman Allah dalam surah al Ahzab 37. Zaid sendiri kemudian dinikahkan Nabi SAW dengan Ummu Kaltsum binti Uqbah, saudara dari Hindun binti Utbah, istri Abu Sufyan bin Harb.

Mendengar pernyataan Nabi SAW ini, Haritsah menjadi tenang, ia tidak perlu lagi merisaukan bahwa anaknya akan terlantar atau tersiksa karena statusnya sebagai budak. Ia kembali ke kaumnya dengan hati riang dan bangga.

Zaid bin Haritsah menjadi kelompok pertama pemeluk Islam karena ia tinggal bersama Rasulullah SAW. Ia menjadi orang yang ke dua (setelah Khadijah RA) atau ke tiga (setelah Ali bin Abi Thalib) yang meyakini kenabian Nabi Muhammad SAW. Ia begitu disayang oleh Nabi SAW, di samping karena ketinggian akhlaknya sebagai hasil didikan beliau sendiri, kecintaannya kepada Nabi SAW juga begitu besar. Ia rela menderita dan kesakitan demi keselamatan beliau. Hal ini tampak jelas ketika ia mendampingi beliau menyeru penduduk Thaif untuk memeluk Islam.

Ketika Abu Thalib dan Khadijah wafat, tekanan dan siksaan yang dilakukan oleh kaum kafir Quraisy makin meningkat, karena itu beliau berinisiatif untuk menyeru penduduk Thaif untuk memeluk Islam. Kalau berhasil, setidaknya bisa mengurangi dan menghambat tekanan kaum Quraisy, karena Bani Tsaqif yang mendiami kota Thaif adalah kabilah yang cukup kuat. Beliau menempuh jarak sekitar 90 atau 100 km dengan berjalan kaki, hanya berdua dengan Zaid bin Haritsah.

Selama sepuluh hari tinggal di Thaif ternyata tidak ada seorang pun yang menyambut seruan beliau. Bahkan akhirnya mereka mengusir beliau dari Kota Thaif. Tidak cukup itu, mereka mengumpulkan beberapa orang jahat dan para budak mengerumuni beliau, membentuk dua barisan di kanan kiri jalan, dan mereka mencaci maki serta melemparkan batu kepada mereka berdua.
Zaid bin Haritsah mati-matian melindungi Nabi SAW dari serangan lemparan batu tersebut. Tak terkira luka-luka di kepala dan tubuhnya, karena mereka terus melakukan serangan batu tersebut sepanjang 4,5 km (3 mil) perjalanan, sampai Nabi SAW dan Zaid masuk dan berlindung ke dalam kebun milik Utbah bin Rabiah dan Syaibah bin Rabiah, seorang tokoh Quraisy.

Luka mengucur hampir dari seluruh bagian tubuh Zaid, Nabi SAW sendiri juga terluka, bahkan salah urat di atas tumit beliau putus sehingga darah membasahi terompah beliau. Tetapi Zaid justru lebih mengkhawatirkan luka pada kaki Nabi SAW daripada luka-luka yang dialaminya. Persoalan belum selesai sampai di situ, kaum kafir Quraisy dengan pimpinan Abu Jahal ternyata telah bersiap-siap menolak Rasulullah SAW untuk memasuki Makkah, bahkan akan mengusir beliau. Zaid bin Haritsah bertanya,
"Bagaimana caranya engkau memasuki Makkah, Ya Rasulullah, padahal mereka telah (berniat) mengusir engkau?"
"Wahai Zaid," Kata Nabi SAW, "Sesungguhnya Allah akan menciptakan kelonggaran dan jalan keluar dari masalah yang kita hadapi ini. Sungguh Allah pasti akan menolong agamaNya dan memenangkan NabiNya!"

Setelah hijrah ke Madinah, Zaid tidak pernah terlewat berjuang bersama Rasulullah SAW. Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandaq dan lain-lainnya, semua diterjuninya tanpa kenal menyerah. Jika Nabi SAW mengirim suatu pasukan sementara beliau sendiri tidak mengikutinya, pastilah Zaid yang ditunjuk sebagai pemimpinnya. Misalnya perang al Jumuh, at Tharaf, al Ish, al Hismi dan beberapa peperangan lainnya.

Tibalah pertempuran Mu'tah, sebuah pertempuran tidak berimbang antara pasukan muslim yang hanya 3.000 orang melawan pasukan Romawi dan sekutunya sebanyak 200.000 orang. Pemicu pertempuran ini adalah terbunuhnya utusan Nabi SAW ke Bushra, Harits bin Umair RA oleh Syurahbil bin Amr, pemimpin Balqa yang berada di bawah kekuasaan kaisar Romawi. Pasukan muslim 3.000 orang saat itu adalah yang terbesar yang pernah dipersiapkan beliau, dan beliau tidak pernah menyangka bahwa pasukan Romawi akan menghadapinya dengan prajurit sebanyak itu. Tetapi seperti memperoleh pandangan ke depan (vision), beliau menunjuk tiga orang sebagai komandan secara berturutan, pertama Zaid bin Haritsah, kedua Ja'far bin Abi Thalib dan ketiga Abdullah bin Rawahah.

Ketika pasukan tiba di Mu'an, tidak jauh dari Mu'tah, mereka baru memperoleh informasi bahwa pasukan Romawi sebanyak 200.000 orang. Mereka bermusyawarah tentang jalan terbaik, sebab kalau nekad bertempur, sama saja dengan bunuh diri.

Setelah banyak pendapat yang masuk, diputuskan untuk memberitahukan Nabi SAW jumlah pasukan yang harus dihadapi. Setelah itu terserah petunjuk beliau, apa akan terus melawan? Menunggu bantuan? Atau apa nanti, terserah perintah Nabi SAW.

Tetapi pendapat tersebut ditentang oleh komandan lapis ke tiga, Abdullah bin Rawahah. Menurutnya, pertempuran ini adalah karena Allah dan AgamaNya, bukan karena jumlah pasukan yang dihadapinya. Rasulullah SAW telah memerintahkan dan tugas mereka melaksanakannya. Apapun hasilnya adalah kebaikan semata, yakni kemenangan, atau gugur sebagai syahid. Pendapat Ibnu Rawahah tersebut seolah menyadarkan mereka, dan menggelorakan semangat berjihad kaum muslimin tersebut, bukan semata-mata takut dan bunuh diri.

Pertempuran hebat antara 3.000 pasukan melawan 200.000 pasukan, sangat mudah diramalkan bagaimana kesudahannya. Dan seperti diramalkan Nabi SAW, Zaid bin Haritsah gugur dengan luka-luka yang tidak bisa dibayangkan bagaimana parahnya, jauh lebih parah daripada luka-lukanya sepulang dari Thaif. Namun demikian tampak sesungging senyum di bibirnya, karena sesungguhnya-lah ia tak sempat melihat dan mengamati medan pertempuran. Kebun-kebun surga dan bidadari-bidadari yang jelita seolah menyerunya untuk segera datang, sehingga apapun dan siapapun yang menghalangi jalannya, ditebasnya habis dengan pedang dan tombaknya. Dan ia benar-benar telah merasa gembira dan ridha ketika tubuhnya roboh tak bergerak karena luka-luka yang dialaminya, sementara ruh-nya terbang tinggi memenuhi panggilan kasih sayang Ilahi. “Yaa ayyatuhan nafsul muthmainnah, irji-‘ii ilaa robbiki roodhiyatan mardhiyyah, fadhkhuuli fii ‘ibaadii, wadhkhuulii jannatii….!!”