Cari Artikel

Kisah Tenggelamnya Kapal Pesiar



Sebuah kapal pesiar mengalami kecelakaan di laut dan akan segera tenggelam. Sepasang suami istri berlari menuju skoci untuk menyelamatkan diri. Sampai di sana, mereka menyadari bahwa hanya ada tempat untuk satu orang yang tersisa. Segera sang suami melompat mendahului istrinya untuk mendapatkan tempat itu. Sang istri hanya bisa menatap kepadanya sambil meneriakkan sebuah kalimat sebelum skoci menjauh dan kapal itu benar-benar menenggelamkannya.

Guru yang menceritakan kisah ini bertanya pada murid-muridnya,
“Menurut kalian, apa yang istri itu teriakkan?”

Sebagian besar murid-murid itu menjawab,

“Aku benci kamu!”

“Kamu tau aku buta!!”

“Kamu egois!”

“Nggak tau malu!”

Tapi guru itu kemudian menyadari ada seorang murid yang diam saja. Guru itu meminta murid yang diam saja itu menjawab. Kata si murid, 
"Guru, saya yakin si istri pasti berteriak, ‘Tolong jaga anak kita baik-baik’”.

Guru itu terkejut dan bertanya,
“Apa kamu sudah pernah dengar cerita ini sebelumnya?”
Murid itu menggeleng. “Belum. Tapi itu yang dikatakan oleh mama saya sebelum dia meninggal karena penyakit kronis.”

Guru itu menatap seluruh kelas dan berkata,
“Jawaban ini benar.”

Kapal itu kemudian benar-benar tenggelam dan sang suami membawa pulang anak mereka sendirian.

Bertahun-tahun kemudian setelah sang suami meninggal, anak itu menemukan buku harian ayahnya. Di sana dia menemukan kenyataan bahwa, saat orang tuanya naik kapal pesiar itu, mereka sudah mengetahui bahwa sang ibu menderita penyakit kronis dan akan segera meninggal.

Karena itulah, di saat darurat itu, ayahnya memutuskan mengambil satu-satunya kesempatan untuk bertahan hidup. Dia menulis di buku harian itu,
“Betapa aku berharap untuk mati di bawah laut bersama denganmu. Tapi demi anak kita, aku harus membiarkan kamu tenggelam sendirian untuk selamanya di bawah sana.”

Cerita itu selesai. Dan seluruh kelas pun terdiam.

Guru itu tahu bahwa murid-murid sekarang mengerti moral dari cerita tersebut, bahwa kebaikan dan kejahatan di dunia ini tidak sesederhana yang kita sering pikirkan. Ada berbagai macam komplikasi dan alasan di baliknya yang kadang sulit dimengerti.

Karena itulah kita seharusnya jangan pernah melihat hanya di luar dan kemudian langsung menghakimi, apalagi tanpa tahu apa-apa.

Mereka yang sering membayar untuk orang lain, mungkin bukan berarti mereka kaya, tapi karena mereka menghargai hubungan daripada uang.

Mereka yang bekerja tanpa ada yang menyuruh, mungkin bukan karena mereka bodoh, tapi karena mereka menghargai konsep tanggung jawab.

Mereka yang minta maaf duluan setelah bertengkar, mungkin bukan karena mereka bersalah, tapi karena mereka menghargai orang lain.

Mereka yang mengulurkan tangan untuk menolongmu, mungkin bukan karena mereka merasa berhutang, tapi karena menganggap kamu adalah sahabat.

Mereka yang sering mengontakmu, mungkin bukan karena mereka tidak punya kesibukan, tapi karena kamu ada di dalam hatinya.

Mereka yang sering menyanjungmu setinggi langit, mungkin bukan karena engkau pahlawan, tapi mungkin karena mereka memaafkan keburukanmu.

Mereka yang selalu menghinamu dan menghakimimu, mungkin bukan karena mereka membencimu, tapi karena mereka ingin menguji ketulusan cintamu.

Mu'adz Bin Jabal RA



Mu'adz bin Jabal termasuk sahabat Anshar pada periode awal, ia telah memeluk Islam pada Ba'iat Aqabah ke dua, sehingga ia termasuk dari golongan as sabiqunal awwalun. Saat itu ia masih sangat muda, tetapi justru kemudaannya tersebut yang membuat ia lebih mudah dan lebih banyak menyerap ilmu-ilmu keislaman.

Ia termasuk sahabat yang berani mengemukakan buah pikirannya, seperti halnya Umar bin Khaththab, namun demikian ia tetap seorang yang rendah hati. Ia tidak pernah begitu saja mengemukakan pendapat atau pemikirannya (ijtihadnya) kecuali jika diminta atau diberi waktu mengemukakannya. Karena begitu luas dan mendalamnya pengetahuan yang dimilikinya, terutama menyangkut hukum-hukum Islam (Ilmu Fikih), Nabi SAW pernah bersabda tentang dirinya,
"Ummatku yang paling tahu akan halal dan haram adalah Mu'adz bin Jabal…"

Atas dasar sabda Nabi SAW inilah banyak sahabat-sahabat yang menjadikan Mu'adz sebagai rujukan jika ada permasalahan menyangkut hukum-hukum Islam (Fikih). Bahkan Umar bin Khaththab, yang diakui kecerdasannya oleh Nabi SAW, pada saat menjadi khalifah banyak meminta pendapat dan buah fikiran Mu'adz dalam memutuskan suatu permasalahan. Sampai akhirnya Umar berkata,
"Kalau tidaklah karena Mu'adz bin Jabal, akan celakalah Umar…"

Ketika Nabi SAW akan mengirimnya ke Yaman untuk membimbing dan mengajarkan seluk-beluk keislaman kepada penduduk di sana, beliau bertanya kepada Mu'adz,
"Apa yang menjadi pedoman bagimu untuk mengadili dan memecahkan suatu masalah, ya Mu'adz?"
"Kitabulah, ya Rasulullah!" Jawab Mu'adz.
"Jika tidak engkau temukan dalam Al Qur'an?"
"Akan saya cari pemecahannya berdasarkan sunnah-sunnahmu, Ya Rasulullah!!"
"Jika tidak engkau dapatkan juga??"
"Saya akan menggunakan fikiran saya untuk berijtihad, dan saya tidak akan berlaku sia-sia (dholim, tidak untuk kepentingan pribadi dan duniawiah"

Bersinarlah wajah Rasulullah SAW pertanda bahwa beliau puas dan senang dengan penjelasan Mu'adz, kemudian beliau bersabda,
"Segala puji bagi Allah yang telah memberikan taufik kepada utusan Rasulullah, sebagaimana yang diridhai Rasulullah."

Meninggalkan Kemewahan Menuju Syahid



Menjadi seorang pemuda tampan, kaya raya dengan asesoris serba mahal, parfum paling semerbak dan banyak memiliki fans adalah impian hampir semua anak-anak zaman sekarang. Sahabat Nabi yang satu ini demikian halnya.
Sebelum masuk Islam dia adalah pujaan hati semua wanita di kota Mekah dan impian hati orang tua untuk menjadi mertuanya. Di besarkan oleh keluarga yang kaya raya dan diperlakukan dengan istimewa, mengenakan pakaian 200 dirham sudah sering ia dapatkan.
Namanya Mus'ab bin Umair ra, telah masuk Islam dari awal tapi tidak di ketahui oleh orang tuanya.
Ketika orang tuanya mengetahui maka ia mendapat perlakuan yang kasar dan diikat di dalam rumah supaya tidak keluar.
Ketika ada seruan untuk berhijrah ke Habsyah ia dapat kesempatan meloloskan diri lalu ikut hijrah ke Habsyah bersama Jafar bin Abi Thalib ra dan rombongan yang lain.
Sekembalinya dari Habsyah, Rasulullah saw menyuruh Mus'ab bin Umair ra sebagai duta pertama yang mendakwahkan di kota Yasrib (Madinah).
Di Madinah ini ia mendapat sambutan yang baik dan ia mendapat sahabat Muaz bin Jabal ra sebagai saudaranya.

Pada Suatu hari Rasulullah saw dan para sahabat sedang membuat suatu Majlis, kemudian melintas di hadapan mereka seseorang dengan pakain yang banyak bertambal, bahkan ada sebagian baju yang sobek dan di tempel dengan kulit hewan. Tak terasa air mata Rasulullah saw menetes. Masih segar di ingatan mereka bahwa itu adalah pemuda dari keluarga kaya raya, hidup tidak pernah kekurangan apa lagi kesusahan, makan dari menu yang lezat dan terjamin harganya, senantiasa menjadi buah bibir di lisan wanita-wanita kota Mekah. Kini Islam telah merenggut asesoris dunia penuh kemewahan yang pernah di sandang.
Mus'ab bin Umair lebih memilih duduk bersama majlis Rasulullah saw, kadang kepanasan kadang kehujanan dari pada duduk di rumah megahnya di Mekah dengan di kelilingi makanan enak, musik mengalun dan di layani budak-budak pilihan. Ia lebih nikmat dengan perut yang sering keroncongan karena jarang makan tapi khusyu beribadah di masjid bersama Rasulullah saw. Malam-malam yang biasanya dilalui dengan berkumpul bersama kaum kerabat sambil bercanda ria, kini di lalui dengan linangan air mata disudutnya dengan dzikir dan do'a yang panjang.
Mus'ab bin Umair sesungguhnya telah merintis jalan yang dulu di lalui para Nabi Allah. Bila berjalan ke akhirat ibarat sebuah gerbong kereta api maka hanya dengan menumpang kereta api itu akan sampai di stasiun yang di tuju, sekalipun kita berada di gerbong terahir atau hanya bergelayutan di pegangan pintu maka kita yakin bahwa kita akan sampai di stasiun yang kita tuju. Tapi meskipun kita ada di gerbong mewah dan serba nyaman kalau kita menggunakan kereta yang lain maka kita tidak akan pernah sampai di stasiun yang sebenarnya.

Ketika panggilan Uhud di kumandangkan, Mus'ab bin Umar termasuk dalam barisan yang pertama. Bahkan ia mendapat penghormatan sebagai pemegang bendera utama Islam.
Ketika pasukan Islam terdesak dan ada Sebagian yang mundur, Mus'ab bin Umair bin Umair ra tetap kokoh memegang panji Islam dengan erat sambil berdiri tak goyah dari tempatnya. Musuh pun makin gencar melakukan serangan apalagi setelah pasukan Khalid bin Walid (sebelum masuk Islam) berhasil menguasai bukit tempat pasukan panah melakukan serangan. Pasukan Islam banyak yang lepas dari kordinasi, tidak rapi seperti awalnya.
Saat seorang musuh mengayunkan pedangnya dan memutus tangan kanan Mus'ab bin Umair ra, Mus'ab sempoyongan dan berhasil bangkit memegang panji dengan tangan kirinya. Musuh melakukan serangan lagi dan berhasil memutuskan tangan kiri Mus'ab. Ia terjatuh bersimbah darah, tapi masih hidup. Seluruh kekuatan di kumpulkan lagi dan berhasil memegang kembali panji Islam di dadanya dibantu dengan sisa kedua tangan yang terpotong. Tak berselang lama sebuah anak panah menembus dadanya dan robohlah ia sebagai Syuhada.

Sahabat Rasulullah saw yang lain datang dan merebut kembali panji Islam dari jasad Mus'ab bin Umair ra.

Disaat pemakamannya, beliau hanya memiliki sehelai kain yang tidak cukup menutupi jasadnya. Bila kepalanya di tutupi maka kakinya akan terbuka, dan bila kakinya di tutupi maka kepalanya akan terbuka.
Rasulullah saw mendekati dan bersabda;
"Selimutilah kepalanya dengan kain itu dan tutupilah kakinya dengan daun-daun Azkhar"

Inilah sebuah akhir kegemilangan seorang pemuda dalam menegakkan panji Islam. Dia memang kehilangan kemewahan dan gemerlapnya dunia, tetapi ia mendapat ganti yang jauh lebih baik yakni Syurga.
Perjalanan dari pemuda yang kaya raya dan berakhir dengan hanya pakaian yang tidak cukup menutupi jasadnya.
Subhanallah........

Ya Allah berilah kami kekuatan untuk mencintai dan meneladani orang-orang besar seperti mereka...... Aamiin

Khalifah Umar Bin Abdul Aziz Dan Anaknya

Suatu hari Khalifah Umar bin Abdul Aziz melihat anaknya yang masih kecil memakan sebuah apel.
Betapa terkejutnya Umar bin Abdul Aziz, ternyata apel itu adalah milik perkebunan warga dan sang anak tidak mendapatkan izin untuk memakannya. Umar bin Abdul Aziz lalu menghentikan anaknya, bahkan beberapa gigitan apel yang sempat masuk ke mulut anak dikeluarkannya dengan paksa. Ia tak ingin ada makanan haram atau makanan syubhat masuk ke perut keturunannya.



Sang anak yang sangat menginginkan apel itu kemudian menemui ibunya. Ia masih ingin makan buah apel, walau hanya sebuah.

Beberapa saat kemudian Umar bin Abdul Aziz pulang. Dilihatnya sang anak masih juga memegang buah apel.
“Dari mana ia mendapatkan buah itu? Apakah dari tempat yang sama dengan tadi?” Umar bin Abdul Aziz menyelidiki.
“Anak kita sangat ingin makan apel. Maka akupun membelikannya di pasar,” Fatimah menceritakan.
“Alhamdulillah… ”

Demikianlah teladan parenting Umar bin Abdul Aziz. Dia adalah khalifah yang zuhud dan wara’, sekaligus orang tua yang menanamkan prinsip itu kepada anak-anaknya sejak dini. Ia bukan hanya menjaga anaknya dari barang haram, ia bahkan menghindarkan mereka dari barang-barang syubhat. Apa yang dimakan oleh anak, sesungguhnya berpengaruh dalam membentuk kepribadiannya. Makanan bukan hanya membentuk daging dan menjadi darah, ia juga membentuk akhlak dan mempengaruhi jiwa. Maka jika anak telah dido’akan menjadi shalih, telah dididik dengan ilmu parenting terbaik, tetapi masih juga jauh dari akhlak mulia, maka hal pertama yang perlu diperiksa adalah makanannya. Apakah ia dibesarkan dengan makanan halal atau dibesarkan dengan makanan syubhat dan haram. Saat anak hanya mengkonsumsi makanan yang halal, ia akan mudah diajak dan diarahkan kepada hal-hal yang halal. Namun jika anak terbiasa mengkonsumsi makanan haram, ia pun lebih tertarik kepada hal-hal yang haram.

Perintah Allah Untuk Shalat Malam



Firman Allah Subhanahu wa ta’alaa:
Perintah Allah Untuk Shalat
“Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk sholat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Qur’an itu dengan perlahan-lahan.” (QS. Al Muzzamil:1-4)

Dari Jabir ra, ia barkata,
“Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. bersabda, “Sesungguhnya pada malam hari itu benar-benar ada saat yang seorang muslim dapat menepatinya untuk memohon kepada Allah suatu kebaikan dunia dan akhirat, pasti Allah akan memberikannya (mengabulkannya); dan itu setiap malam.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Dari Abdullah bin Salam, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
“Wahai manusia, sebarkanlah salam, berikanlah makanan, dan sholat malamlah pada waktu orang-orang tidur, kalian akan masuk surga dengan selamat.” (HR. Imam Tirmidzi)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda yang artinya:
“Lazimkan dirimu untuk shalat malam karena hal itu tradisi orang-orang shalih sebelummu, mendekatkan diri kepada Allah, menghapus dosa, menolak penyakit, dan pencegah dari dosa.” (HR. Ahmad)

Wallahu a'lam...