Cari Artikel

Ali Bin Abi Thalib RA



Tumbuh dalam Didikan Kenabian Nabi SAW

Ali bin Abi Thalib masih sepupu Nabi SAW, putra dari Abi Thalib bin Abdul Muthalib, paman yang mengasuh beliau sejak usia delapan tahun. Pamannya ini bersama Khadijah, istri beliau menjadi pembela utama beliau untuk mendakwahkan Islam selama tinggal di Makkah, walau Abi Thalib sendiri meninggal dalam kekafiran. Ali bin Abi Thalib lahir sepuluh tahun sebelum kenabian, tetapi telah diasuh Nabi SAW sejak usia 6 tahun.

Sebagian riwayat menyebutkan ia orang ke dua yang memeluk Islam, yakni setelah Khadijah, riwayat lainnya menyebutkan ia orang ke tiga, setelah Khadijah dan putra angkat beliau Zaid bin Haritsah. Bisa dikatakan ia tumbuh dan dewasa dalam didikan akhlakul karimah Nabi SAW dan bimbingan wahyu. Maka tidak heran watak dan karakter Ali bin Abi Thalib mirip dengan Nabi SAW. Dan secara keilmuan, ia mengalahkan sebagian besar sahabat lainnya, sehingga beliau SAW pernah bersabda,
"Ana madinatul ilmu, wa Ali baabuuha…"(Saya kotanya ilmu dan Ali adalah pintunya).
Apalagi, ia kemudian dinikahkan dengan putri kesayangan Nabi SAW, Fathimah az Zahra, sehingga bimbingan pembentukan kepribadian Ali bin Abi Thalib oleh Nabi SAW terus berlanjut hingga kewafatan beliau.


Jiwa Perjuangan dan Kepahlawanan Ali bin Abi Thalib

Salah satu yang terkenal dari Ali bin Abi Thalib adalah sifat ksatria dan kepahlawanannya. Bersama pedang kesayangannya yang diberi nama Dzul Fiqar, sebagian riwayat menyatakan pedangnya tersebut mempunyai dua ujung lancip, ia menerjuni hampir semua medan jihad tanpa sedikit pun rasa khawatir dan takut. Walau secara penampilan fisiknya Ali tidaklah kekar dan perkasa seperti Umar bin Khaththab misalnya, tetapi dalam setiap duel dan pertempuran dengan pedangnya itu ia hampir selalu memperoleh kemenangan. Tidak berarti bahwa ia tidak pernah terluka dan terkena senjata musuh, hanya saja luka-luka yang dialaminya tidak pernah menyurutkan semangatnya. Nabi SAW seolah mengokohkan kepahlawanannya dengan sabda beliau,
"Tiada pedang (yang benar-benar hebat) selain pedang Dzul Fiqar, dan tiada pemuda (yang benar-benar ksatria dan gagah berani) selain Ali bin Abi Thalib…" (Laa fatan illaa aliyyun).

Ali bin Abi Thalib tidak pernah ketinggalan berjuang bersama Rasulullah SAW menerjuni medan pertempuran. Ketika perang Badar akan dimulai, tiga penunggang kuda handal dari kaum musyrik Quraisy maju menantang duel. Mereka dari satu keluarga, Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rab'iah dan Walid bin Utbah. Tampillah tiga pemuda Anshar menyambut tantangan mereka, Auf bin Harits al Afra, Muawwidz bin Harits al Afra dan Abdullah bin Rawahah. Tetapi tokoh Quraisy ini menolak ketiganya, dan meminta orang terpandang dari golongan Quraisy juga. Nabi SAW memerintahkan Ubaidah bin Harits, Hamzah dan Ali bin Abi Thalib. Ali menghadapi Walid, sebagian riwayat menyatakan ia menghadapi Syaibah. Ini adalah pertempuran pertamanya, tetapi dengan mudah Ali mengalahkan lawannya, yang jauh lebih terlatih dan berpengalaman.

Pada perang Uhud, ketika pemegang panji Islam, Mush'ab bin Umair menemui syahidnya, Nabi SAW memerintahkan Ali menggantikan kedudukannya. Tangan kiri memegang panji, tangan kanan mengerakkan pedang Dzul Fiqarnya, menghadapi serangan demi serangan yang datang. Tiba-tiba terdengar tantangan duel dari pemegang panji pasukan musyrik, yakni pahlawan Quraisy Sa’ad bin Abi Thalhah. Karena masing-masing sibuk menghadapi lawannya, tantangan tersebut tidak ada yang menanggapi, ia pun makin sesumbar, dan Ali tidak dapat menahan dirinya lagi. Setelah mematahkan serangan lawannya, ia meloncat menghadapi orang yang sombong tersebut, ia berkata,
"Akulah yang akan menghadapimu, wahai Sa'ad bin Abi Thalhah. Majulah wahai musuh Allah…!!"

Merekapun terlibat saling serang dengan pedangnya, di sela-sela dua pasukan yang bertempur rapat.
Pada suatu kesempatan, Ali berhasil menebas kaki lawannya hingga jatuh tersungkur. Ketika akan memberikan pukulan terakhir untuk membunuhnya, Sa'ad membuka auratnya dan Ali-pun berpaling dan berlalu pergi, tidak jadi membunuhnya. Ketika seorang sahabat menanyakan alasan mengapa tidak membunuhnya, ia berkata,
"Ia memperlihatkan auratnya, sehingga saya malu dan kasihan kepadanya…"

Usai pertempuran, Ali dikerumuni orang-orang yang berusaha mengobati lukanya, tetapi kesulitan karena begitu banyak luka yang dialaminya. Ketika Nabi SAW menghampiri, mereka berkata,
"Wahai Rasulullah, kami merasa kesulitan, kalau kami obati satu lukanya, terbukalah luka lainnya…"

Akhirnya beliau turun tangan ikut membalut luka, dan dengan berkah tangan beliau yang penuh mu'jizat, luka- lukanya dapat diobati dengan mudah.
Setelah itu beliau bersabda,
"Sesungguhnya seseorang yang mengalami semua ini karena membela agama Allah, sungguh telah berjasa besar dan diampuni dosa-dosanya…"

Pada perang Khandaq, sekelompok kecil pasukan musyrik Quraisy berhasil menyeberangi parit, mereka ini antara lain, Amr bin Abdi Wudd, Ikrimah bin Abu Jahal dan Dhirar bin Khaththab. Segera saja Ali bin Abi Thalib dan sekelompok sahabat yang berjaga pada sisi tersebut mengepung mereka. Amr bin Abdi Wudd adalah jagoan Quraisy yang jarang memperoleh tandingan. Siapa pun yang melawannya kebanyakan akan kalah. Ia melontarkan tantangan duel, dan segera saja Ali bin Abi Thalib menghadapinya. Amr bin Wudd sempat meremehkan Ali karena secara fisik memang ia jauh lebih besar dan gagah. Setelah turun dari kudanya, ia menunjukkan kekuatannya, ia menampar kudanya hingga roboh. Namun semua ia tidak membuat Ali gentar, bahkan dengan mudah Ali merobohkan dan membunuhnya. Melihat keadaan itu, anggota pasukan musyrik lainnya lari terbirit-birit sampai masuk parit untuk menyelamatkan diri.

Menjelang perang Khaibar, Nabi SAW bersabda sambil memegang bendera komando (panji peperangan),
"Sesungguhnya besok aku akan memberikan bendera ini pada seseorang, yang Allah akan memberikan kemenangan dengan tangannya. Ia sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya, Allah dan Rasul-Nya pun mencintainya"

Esoknya para sahabat berkumpul di sekitar Rasullullah SAW dan sangat berharap dialah yang akan ditunjuk Beliau untuk memegang bendera tersebut. Alasannya jelas, 'Sangat Mencintai Allah dan Rasul-Nya, Allah dan Rasul-Nya juga mencintainya', derajad apalagi yang lebih tinggi daripada itu, dan itu diucapkan sendiri oleh beliau. Pandangan Rasulullah SAW berkeliling untuk mencari seseorang, para sahabat mencoba menunjukkan diri dengan harapan akan ditunjuk beliau.Tetapi beliau tidak menemukan yang dicari, maka beliau bersabda,
"Dimanakah Ali bin Abi Thalib?"

Seorang sahabat menjelaskan kalau Ali sedang mengeluhkan matanya yang sakit. Nabi SAW menyuruh seseorang untuk menjemputnya, dan ketika Ali telah sampai di hadapan Rasulullah SAW, beliau mengusap mata Ali dengan ludah beliau dan mendo'akan, seketika sembuh. Sejak saat itu Ali tidak pernah sakit mata lagi. Beliau menyerahkan panji peperangan kepada Ali. Ali berkata,
"Wahai Rasulullah, aku akan memerangi mereka hingga mereka sama seperti kita!!"
"Janganlah terburu-buru," Kata Nabi SAW.
"Turunlah kepada mereka, serulah mereka kepada Islam. Demi Allah, lebih baik Allah memberi hidayah mereka melalui dirimu, daripada ghanimah berupa himar yang paling elok sekali pun!!"

Sebagian riwayat menyebutkan, pemilihan Ali sebagai pemegang komando atau panji, setelah dua hari sebelumnya pasukan muslim gagal merebut atau membobol benteng Na'im, benteng terluar dari Khaibar. Khaibar sendiri memiliki delapan lapis benteng pertahanan yang besar, dan beberapa benteng kecil lainnya.

Ketika perisainya pecah pada peperangan ini, Ali menjebol pintu kota Khaibar untuk menahan serangan panah yang bertubi-tubi, sekaligus menjadikannya sebagai tameng untuk terus menyerang musuh.
Usai perang, Abu Rafi dan tujuh orang lainnya mencoba membalik pintu tersebut tetapi mereka tidak kuat. Dalam peperangan ini benteng Khaibar dapat ditaklukkan dan orang-orang Yahudi yang berniat menghabisi Islam justru terusir dari jazirah Arabia.

Begitulah, hampir tidak ada peperangan yang tidak diterjuninya, dan Ali bin Abi Thalib selalu menunjukkan kepahlawanan dan kekesatriaannya, sekaligus kualitas akhlaknya sebagai didikan wahyu, didikan Nabi SAW. Sampai pernah diceritakan, dalam suatu pertempuran Ali sudah hampir membunuh musuhnya, tiba-tiba musuh tersebut meludahi wajahnya. Tampak tersirat kemarahan Ali, tetapi justru ia meninggalkan dan membiarkannya hidup. Sebagian anggota pasukan muslim melihatnya dengan heran menanyakan sikapnya tersebut. Ali menjawab,
"Ketika aku bertempur dan akan membunuhnya, aku masih berjuang karena agama Allah. Tetapi ketika ia meludahiku dan ada sedikit kemarahan dalam diriku, aku takut membunuhnya itu karena (nafsu) kemarahanku yang muncul."


Sebagian Kisah Pancaran Akhlak Ali bin Abi Thalib

Salah satu bentuk didikan Nabi SAW yang jelas-jelas mencerminkan kepribadian beliau pada diri Ali adalah kesederhanaan (zuhud)-nya. Beberapa orang sahabat sering melihat Ali bin Abi Thalib menangis pada malam-malamnya, sambil berbicara sendiri,
"Wahai dunia, apakah engkau hendak menipuku? Apakah kamu mengawasiku? Jauh sekali… jauh sekali… Godalah orang selain aku, sesungguhnya aku telah menceraikanmu dengan thalak tiga. Umurmu pendek, majelis-majelismu sangat hina, kemuliaan dan kedudukanmu sangat sedikit dan tidak berarti (akan habis). Alangkah sengsaranya aku, bekalku sedikit sedangkan perjalanan sangat jauh dan jalannya sangat berbahaya."

Itulah prinsip-prinsip mendasar dari akhlak Ali bin Abi Thalib, yang secara umum mewarnai jalan kehidupannya, termasuk ketika ia menjabat sebagai khalifah.


Bekerja pada Orang Yahudi

Suatu ketika Rasullullah SAW mengunjungi kedua cucunya, Hasan dan Husain, tetapi di sana beliau hanya menjumpai putrinya, Fathimah Ketika beliau bertanya tentang keberadaan kedua cucunya, Fathimah berkata kalau keduanya sedang mengikuti ayahnya, Ali bin Abi Thalib, yang sedang bekerja menimba air pada orang Yahudi karena pada hari itu memang tidak ada persediaan makanan bagi mereka sekeluarga.

Rasulullah SAW menjumpai Ali di kebun orang Yahudi itu, ia menimba air untuk menyiram tanaman di kebun tersebut dengan upah satu butir kurma untuk satu timba air. Hasan dan Husain sendiri sedang bermain-main di suatu ruang sementara tangannya sedang menggenggam sisa-sisa kurma. Nabi SAW berkata kepada Ali,
"Wahai Ali, apa tidak sebaiknya engkau bawa pulang anak-anakmu sebelum terik matahari akan menyengat mereka?"
Ali menjawab,
"Wahai Rasulullah, pagi ini kami tidak memiliki sesuatu pun untuk dimakan, karena itu biarkanlah kami disini hingga bisa mengumpulkan lebih banyak kurma untuk Fathimah."

Rasulullah SAW akhirnya ikut menimba air bersama Ali, hingga terkumpul beberapa butir kurma untuk bisa dibawa pulang.


Pengadilan Atas Kepemilikan Baju Besi

Ketika menjadi khalifah, Ali bin Abi Thalib telah kehilangan baju besinya pada perang Jamal. Suatu ketika ia berjalan-jalan di pasar, ia melihat baju besinya ada pada seorang lelaki Yahudi. Ali menuntut haknya atas baju besi itu dengan menunjukkan ciri-cirinya, tetapi si Yahudi bertahan bahwa itu miliknya.

Ali mengajak si Yahudi menemui kadhi (hakim) untuk memperoleh keputusan yang adil. Yang menjadi kadhi adalah Shuraih, seorang muslim. Ali menyampaikan kepada kadhi tuntutan kepemilikannya atas baju besi yang sedang dibawa oleh si Yahudi. Ia menunjukkan ciri-cirinya, dan membawa dua orang saksi, Hasan putranya sendiri dan hambanya yang bernama Qanbar.

Mendengar penuturan Ali, yang tak lain adalah Amirul Mukminin yang menjadi ‘Presiden’ kaum muslimin saat itu, Shuraih berkata dengan tegas,
"Gantikan Hasan dengan orang lain sebagai saksi, dan kesaksian Qanbar saja tidak cukup!"
"Apakah engkau menolak kesaksian Hasan?" Tanya Ali kepada Shuraih.
"Padahal Rasulullah pernah bersabda Hasan dan Husain adalah penghulu pemuda di surga?"
"Bukan begitu Ali," Kata Shuraih, ia sengaja tidak menyebut Amirul Mukminin, karena begitulah kedudukannya di depan hukum, ia meneruskan,
"Engkau sendiri pernah berkata bahwa tidak sah kesaksian anak untuk bapaknya."

Karena Ali tidak bisa menunjukkan saksi lain yang menguatkan kepemilikannya atas baju besi itu, Shuraih memutuskan baju besi itu milik si Yahudi, dan Ali menerima keputusan tersebut dengan lapang dada.

Si Yahudi begitu takjub dengan peristiwa ini. Ia-pun mengakui kalau baju itu ditemukannya di tengah jalan, mungkin terjatuh dari unta milik Ali. Ia langsung mengucapkan syahadat, menyatakan dirinya masuk Islam, dan mengembalikan baju besinya kepada Ali. Tetapi karena keislamannya ini, justru Ali menghadiahkan baju besi tersebut kepadanya, dan menambahkan beberapa ratus uang dirham.
Lelaki ini selalu menyertai Ali sehingga ia terbunuh syahid dalam perang Shiffin.


“Engkau Bebas karena Allah!”

Suatu ketika Ali memanggil salah seorang budaknya, tetapi tidak ada jawaban. Sampai dua dan tiga kali ia mengulanginya tetapi belum juga datang. Maka Ali mencari keberadaan budaknya tersebut, yang ternyata tidak jauh dari tempat itu. Dengan heran Ali berkata,
”Tidakkah engkau mendengar panggilanku, wahai Ghulam!”
Dengan santai budaknya itu berkata,
“Ya, saya mendengar!”
“Mengapa engkau tidak memenuhi panggilanku?”
Jawabannya sungguh mengejutkan, budak itu berkata,
“Saya sangat mengenalmu, dan saya merasa tidak bakal dihukum, karena itu saya membiarkan saja panggilan itu!”

Bagi Ali, seorang budak dimaksudkan untuk memudahkan kehidupan, khususnya untuk merambah jalan akhirat, kalau sikapnya seperti itu justru akan mengotori hati saja. Karena itu ia berkata,
“Engkau bebas karena Allah, engkau aku merdekakan!”


Karena Ali Memuliakan Seorang Lanjut Usia

Suatu ketika di shalat jamaah subuh, tiba-tiba Nabi SAW ruku’ dalam waktu cukup lama. Bukan karena apa, tetapi malaikat Jibril datang dan menggelar salah satu sayapnya di punggung beliau sehingga beliau tidak bisa bangkit. Setelah Jibril pergi barulah beliau bisa i’tidal dan meneruskan shalat hingga selesai. Usai shalat para sahabat terheran-heran, dan salah satunya bertanya,
“Apa yang terjadi, wahai Rasulullah, sehingga engkau memperpanjang ruku begitu lama yang sebelumnya belum pernah engaku lakukan?”

Nabi SAW menceritakan tentang malaikat Jibril yang menahan beliau dalam ruku. Sahabat itu bertanya lagi,
“Mengapa bisa seperti itu?”
Nabi SAW bersabda,
“Aku tidak tahu!”

Tidak berapa lama Jibril datang lagi dan berkata,
“Wahai Muhammad, Ali tergesa-gesa untuk ikut berjamaah, tetapi di depannya ada seorang lelaki tua nashrani yang berjalan sangat pelan. Ali tidak mau mendahuluinya karena sangat memuliakan lelaki tua itu! Karena itu Allah memerintahkan aku untuk menahanmu dalam ruku, agar Ali dapat ikut jamaah!”

Nabi SAW tampak terkagum-kagum dengan penjelasan Jibril tersebut, tetapi Jibril meneruskan,
“Yang lebih mengagumkan lagi, Allah memerintahkan malaikat Mikail untuk menahan perputaran matahari dengan sayapnya, sehingga waktu subuh tidak habis karena menunggu Ali hadir!”

Nabi SAW memanggil Ali. Ketika Nabi SAW meng-konfirmasi hal itu, Ali berkata dengan tenangnya seolah-olah tidak ada sesuatu yang ajaib terjadi,
“Benar, ya Rasulullah, lelaki tua itu sangat pelan jalannya dan aku tidak suka untuk mendahuluinya karena memuliakannya. Tetapi ternyata ia tidak datang untuk shalat, untungnya engkau masih dalam keadaan ruku’ sehingga aku tidak tertinggal shalat jamaah bersamamu!”
Nabi SAW hanya tersenyum, dan menceritakan duduk permasalahannya kepada para sahabat. Setelah itu beliau bersabda,
“Inilah derajad orang yang memuliakan seorang lanjut usia, walau ia bukan seorang muslim!”


Ali di Jalan Zakaria dan Fathimah di Jalan Maryam

Suatu ketika Ali bertanya kepada istrinya,
“Wahai Fathimah, ada makanan untuk kusantap hari ini?”
Fathimah berkata,
“Tidak ada, aku berpagi hari dalam keadaan tidak ada makanan untukmu, begitu juga untukku dan kedua anak kita!”
“Tidakkah engkau menyuruhku untuk untuk mencari makanan?” Tanya Ali.
“Aku malu kepada Allah untuk meminta kepadamu yang engkau tidak memilikinya!”

Kemudian Ali keluar rumah, ia yakin dan khusnudzon kepada Allah dan meminjam uang satu dinar untuk membeli makanan bagi keluarganya. Tetapi belum sempat membelanjakan uang satu dinar itu, ia melihat sahabat Nabi SAW lainnya, Miqdad al Aswad, sedang berjalan sendirian di padangpasir yang panas. Ali menghampirinya dan berkata,
“Wahai Miqdad, apa yang menggelisahkanmu?”
Miqdad berkata,
“Wahai Abul Hasan, janganlah mengganggu aku, janganlah menanyakan kepadaku sesuatu yang di belakangku (peristiwa yang menimpa sebelumnya)!”
Ali berkata lagi,
“Wahai Miqdad, tidak seharusnya engkau menyembunyikan keadaanmu dari aku!!”
“Baiklah kalau engkau memang memaksa, demi Dzat yang memuliakan Muhammad dengan kenabian, tidak ada yang menggelisahkan aku dalam perjalanan ini, kecuali karena aku meninggalkan keluargaku dalam keadaan kelaparan. Ketika aku mendengar tangisan mereka, bumi serasa tidak mampu memikulku, aku pergi dengan tidak mempunyai muka (sangat malu)!”

Miqdad enggan menceritakan keadaannya karena ia sangat mengenal Ali. Keadaan Ali tidaklah lebih baik daripada dirinya, apalagi ia seorang yang sangat perasa dan pemurah. Dan hasil dari ceritanya itu langsung tampak. Ali mengucurkan air mata hingga membasahi jenggotnya. Dengan terbata ia berkata,
“Aku bersumpah dengan Dzat yang engkau bersumpah dengan-Nya, tidaklah menggelisahkanku kecuali seperti yang menggelisahkan engkau juga, untuk itu aku telah meminjam uang satu dinar, ini untukmu saja, ambillah! Aku dahulukan engkau daripada diriku sendiri!”

Miqdad menerima uang itu dengan gembira, dan Ali berlalu pergi ke Masjid untuk shalat zhuhur karena waktunya hampir menjelang. Ia tetap tinggal di masjid hingga shalat ashar dan maghrib. Usai shalat mangrib, tiba-tiba Nabi SAW menghampirinya dan berkata,
“Wahai Abul Hasan, apakah kamu punya makanan untuk kita makan malam?”

Pada masa Nabi SAW, beliau lebih sering mengerjakan shalat jamaah isya’ pada akhir waktu, yakni menjelang tengah malam. Karena itu setelah shalat magrib biasanya para sahabat pulang dahulu. Ali tersentak kaget mendengar pertanyaan beliau, ia tidak bisa berkata apa-apa karena malu kepada Nabi SAW. Karena ia diam saja, beliau bersabda lagi,
“Jika kamu berkata ‘tidak’ maka aku akan pergi. Jika engkau berkata ‘ya’ maka aku akan pergi bersamamu!!”
“Baiklah, ya Rasulullah, marilah ke rumah saya!”

Mereka berjalan beriringan ke rumah Ali, dan Fathimah langsung menyambut ketika mengetahui kedatangan Rasulullah SAW, dan mengucap salam. Beliau menjawab salam putri tercintanya itu sambil mengusap kepalanya, kemudian bersabda,
“Bagaimana engkau malam ini? Sudah siapkah makan malam untuk kita? Semoga Allah mengampunimu, dan Dia telah melakukannya!”

Fathimah mengambil mangkuk besar berisi makanan, yang beberapa waktu sebelumnya tiba-tiba saja telah berada di rumahnya tanpa tahu siapa yang membawakannya. Ali mencium aroma makanan yang sangat lezat, yang belum pernah rasanya ia menemukan makanan seperti itu. Ia memandang tajam kepada istrinya, sebuah pertanyaan keras dan kemarahan bercampur dalam pandangannya itu. Fathimah berkata,
“Subkhanallah, alangkah tajamnya pandanganmu! Apakah aku telah berbuat kesalahan sehingga engkau tampak begitu murka?”
Ali berkata,
“Apakah ada dosa yang lebih besar daripada yang engkau perbuat hari ini? Tadi pada aku menjumpaimu dan engkau bersumpah tidak memiliki makanan apapun, bahkan sudah dua hari lamanya!!”
Fathimah menengadah ke langit sambil berkata,
“Tuhanku Maha Tahu, bahwa aku tidaklah berkata kecuali kebenaran semata!!”

Nabi SAW tersenyum melihat pertengkaran kecil tersebut. Sambil meletakkan tangan di pundak Ali dan mengguncang-guncangkannya, beliau bersabda,
“Wahai Ali, inilah pahala dinarmu, inilah balasan dinarmu. Allah memberi rezeki kepada siapa saja yang dikehendakinya!”

Sesaat kemudian Nabi SAW menangis penuh haru, dan bersabda,
“Segala puji bagi Allah, Dzat yang telah mengeluarkan kalian berdua di dunia ini, yang telah memperjalankan engkau, wahai Ali di jalan (Nabi) Zakaria, dan memperjalankan engkau, wahai Fathimah di jalan Maryam!!”

Pelajaran dari Seekor Katak dan Siput



Ada seekor siput selalu memandang sinis terhadap katak. Suatu hari, katak yang kehilangan kesabaran akhirnya berkata kepada siput:
“Tuan siput, apakah saya telah melakukan kesalahan, sehingga Anda begitu membenci saya?”
Siput menjawab:
“Kalian kaum katak mempunyai empat kaki dan bisa melompat ke sana ke mari, Tapi saya mesti membawa cangkang yang berat ini, merangkak di tanah, jadi saya merasa sangat sedih.”
Katak menjawab:
“Setiap kehidupan memiliki penderitaannya masing-masing, hanya saja kamu cuma melihat kegembiraan saya, tetapi kamu tidak melihat penderitaan kami (katak).”

Dan seketika, ada seekor elang besar yang terbang ke arah mereka, siput dengan cepat memasukan badannya ke dalam cangkang, sedangkan katak dimangsa oleh elang.
Nikmatilah kehidupanmu, tidak perlu dibandingkan dengan orang lain. keirian hati kita terhadap orang lain akan membawa lebih banyak penderitaan. Lebih baik pikirkanlah apa yang kita miliki. Hal tersebut akan membawakan lebih banyak rasa syukur dan kebahagiaan bagi kita sendiri.

Kerabat, Kekayaan Dan Amal Perbuatan



Kata Kumail, "Saya bersama-sama Ali telah berjalan ke arah padang pasir pada suatu hari. Dia telah mendekati tanah perkuburan yang terdapat di situ sambil berkata,
"Ya ahli-ahli kubur! Wahai kamu yang telah menghuni di tempat sunyi ini! Bagaimanakah keadaan kamu di dunia sana? Setahu kami segala harta peninggalan kamu telah habis dibahagi-bahagikan, anak-anak kamu telah menjadi yatim dan janda-janda yang kamu tinggalkan telah nikah lagi.
Sekarang ceritakan sedikit perihal diri kamu."

Kemudian sambil menoleh kepada saya, dia berkata,
"Ya Kumail! Jika mereka bisa berbicara tentu saja mereka akan mengatakan persediaan terbaik adalah taqwa." Air mata mengalir dari kedua matanya. Katanya lagi,
"Ya Kumail, kuburan adalah tempat menyimpan segala perbuatan manusia. Tapi kenyataan ini baru kita sadari setelah memasukinya."

Menurut sebuah hadits tiap-tiap manusia akan menemui perbuatan-perbuatannya yang baik. 
Perbuatan-perbuatan baiknya itu akan berupa seorang manusia yang akan menjadi sahabat dan penawar hatinya. Sebaliknya kejahatan-kejahatannya akan berupa seekor binatang yang jelek yang mengeluarkan bau yang busuk dan yang menambahkan kesengsaraannya.
Nabi saw telah bersabda dalam sebuah hadits,
"Hanya tiga benda saja yang mengikuti seseorang ke kuburnya; harta-bendanya, kaum kerabatnya dan amal perbuatannya. Harta benda dan kerabatnya akan kembali setelah pemakamannya. Yang tinggal bersama-samanya hanyalah amalannya saja."

Pada suatu hari Nabi saw telah bertanya kepada para sahabatnya,
"Tahukah kamu tentang hubunganmu dengan kerabatmu, kekayaan dan amal perbuatanmu?" 
Sahabat-sahabat semua ingin mendengar penjelasan baginda. Nabi pun bersabda,
"Hubungan itu bisa diibaratkan dengan hubungan seorang dengan tiga orang saudaranya. ketika seseorang akan menunggal dia memanggil salah seorang dari saudaranya tadi lalu berkata, "Saudara, engkau tahu keadaan aku bukan? Apa pertolongan yang dapat engkau berikan?" Saudaranya menjawab, "Aku akan memanggil dokter untuk merawat kamu dan aku akan menjaga kamu. Kalau engkau meninggal, aku akan mandikan kamu, mengkafankan kamu serta mengusung jenazahmu ke perkuburan. Kemudian aku akan mendoakan kamu. Saudaranya ini ialah kerabatnya. pertanyaan yang sama diajuka kepada saudaranya yang kedua. Jawabnnya, "Aku akan berada bersamu selagi engkau masih bernyawa. setelah engkau meninggal, aku akan pergi ke orang lain." Saudaranya yang kedua ini ialah harta kekayaannya. Ketika pertanyaan itu diajukan kepada saudaranya yang ketiga, dia menjawab, "Aku tidak akan meninggalkan kamu walaupun di dalam kubur. Aku akan bersama-sama kamu ke tempat itu.
Ketika amal perbuatanmu dipertimbangkan, aku akan memberatkan perbuatanmu yang baik. Saudara yang terakhir ini ialah perbuatan yang telah dilakukan. Sekarang yang mana yang menjadi pilihanmu?"
Jawab para sahabat,
"Ya Rasulullah, tidak ada keraguan lagi saudara yang terakhir yang paling berguna untuk dirinya."

Semoga Allah Wafatkan Kita Dalam Keadaan Berwudhu



Wudhu adalah syariat Allah dan sunnah Rasulullah, walaupun tata caranya sangat mudah dan praktis, tetapi di dalamnya mengandung faedah yang sangat besar. Sungguh kelak di hari kiamat Rasulullah akan mengenali umatnya dari bekas wudhu yang terpancar dari wajah dan telapak tangannya, pada hari itu pula orang-orang kafir tertunduk sesal dengan wajah yang hitam legam karena kekufuran mereka.
Tiada kebahagiaan kecuali hidup dalam sunnah Nabi muhammad. Diantaranya "Almutathohhiriin" kecintaan Allah kepada hambaNya yang selalu menjaga kesucian dirinya, diantara selalu berwudhu.

Banyak keutamaan wudhu yang dijelaskan Rasulullah Saw. Antara lain sebagaimana diriwayatkan Thabrani dari Ubadah bin Shamit, bahwa Rasulullah Saw bersabda,
''Jika seorang hamba menjaga shalatnya, menyempurnakan wudhunya, rukuknya, sujudnya, dan bacaannya, maka shalat akan berkata kepadanya, 'Semoga Allah Swt menjagamu sebagaimana kamu menjagaku', dia naik dengannya ke langit dan memiliki cahaya hingga sampai kepada Allah Swt dan shalat memberi syafaat kepadanya.''

Dan berita gembira dari Rasulullah,
"Sesungguhnya umatku akan dipanggil pada hari kiamat nanti dalam keadaan dahi dan kedua tangan dan kaki mereka bercahaya, karena bekas wudhu" (HR Bukhari).

Kemudian ajakan Rasulullah,
“Apabila engkau hendak mendatangi pembaringan (tidur), maka hendaklah berwudhu terlebih dahulu sebagaimana wudhumu untuk melakukan shalat” (HR. Bukahri dan Muslim).

Dalam hadist lain,
“Barangsiapa tidur dimalam hari dalam keadaan suci (berwudhu’) maka Malaikat akan tetap mengikuti, lalu ketika ia bangun niscaya Malaikat itu akan berucap ‘Ya Allah ampunilah hambaMu si fulan, kerana ia tidur di malam hari dalam keadaan selalu suci" (HR Ibnu Hibban dari Ibnu Umar r.a.).

Mari kita senantiasa menjaga wudhu tidak hanya untuk sholat. Semoga Allah wafatkan kita dalam keadaan berwudhu, husnul khotimah ..aamiin.

Kata Mutiara Nasehat Dari Imam Al-Ghazali




2651. Ibu segala akhlak ialah tempat kebijaksanaan, keberanian, kesucian diri dan keadilan.

2652. Nasehat itu mudah, yang musykil ialah menerimanya kerana ia pahit terasa kepada si hamba hawa nafsu, sebab barang yang terlarang sangat disukainya.

2653. Berpikirlah selalu tentang nikmat nikmat dan keagungaNya.

2654. Hiduplah sebagai mana yang kau sukai tetapi ingat bahawasanya engkau akan mati, cintailah pada sesiapa yang engkau kasihi tetapi jangan lupa bahawasanya engkau akan berpisah dengannya, dan buatlah apa yang engkau kehendaki tetapi ketahuilah bahawasanya engkau akan menerima balasan yang setimpal dengannya.

2655. Carilah hatimu di tiga tempat. Temui hatimu sewaktu bangun membaca Al-Qur'an, tetapi jika tidak kau temui, carilah hatimu ketika mengerjakan shalat, jika tidak kau temui juga, carilah hatimu ketika duduk tafakur mengingati mati. Jika kau tidak temui juga, maka berdoalah kepada Allah, pinta hati yang baru kerana hakikatnya pada ketika itu kau tidak mempunyai hati!

2656. Jika berjumpa dengan kanak-kanak, bahawa kanak-kanak itu lebih mulia daripada kita, kerana kanak-kanak ini belum banyak melakukan dosa dari pada kita.

2657. Apabila bertemu dengan orang tua, bahawa dia lebih mulia dari pada kita kerana dia sudah lama beribadat.

2658. Jika berjumpa dengan orang alim, dia lebih mulia dari pada kita kerana banyak ilmu yang telah mereka pelajari dan ketahui.

2659. Apabila melihat orang jahil, mereka lebih mulia dari pada kita kerana mereka membuat dosa dalam kejahilan, sedangkan kita membuat dosa dalam keadaan mengetahui.

2660. Jika melihat orang jahat, jangan anggap kita lebih mulia kerana mungkin satu hari nanti dia akan insaf dan bertaubat atas kesalahannya.

2661. Ku letakkan arwah ku dihadapan Allah dan tanamkanlah jasad ku dilipat bumi yang sunyi senyap. Namaku akan bangkit kembali menjadi sebutan dan buah bibir ummat manusia di masa depan.

2662. Ilmu yang pertama disebut ilham dan hembusan dalam hati, ilmu yang kedua disebut wahyu dan khusus untuk para Nabi.

2663. Kita tidak dapat mengakui bahwa setiap orang yang mengaku beragama itu pasti mempunyai segala sifat-sifat yang baik.

2664. Pati ilmu yang sebenarnya ialah mengetahui sedalam-dalamnya apa arti taat dan ibadat.

2665. Jadikanlah “kemahuan yang bersungguh-sungguh” itu menjadi mahkota roh, “kekalahan” menjadi belenggu nafsu dan “mati” menjadi pakaian badan, kerana yang akan menjadi tempat diammu adalah kubur, dan ahli kubur setiap saat menunggu, bilakah engkau akan sampai kepada mereka.

2666. Lidah yang lepas dan hati yang tertutup dan penuh dengan kelalaian itu alamat kemalangan besar.

2667. Jika nafsu itu tiddak engkau kalahkan dengan jihad yang bersungguh-sungguh, maka sekali-kali hatimu tidak akan hidup dengan bur ma’rifat.

2668. Jika sekiranya sekadar ilmu sahaja telah memadai bagimu, dan tidak ada lagi hajatmu kepada amal di belakang itu, tentulah seruan dari sisi Allah yang berbunyi: “Apakah ada yang memohon? Apakah ada yang meminta ampun? Dan apakah ada yang bertaubat?” itu akan percuma sahaja, tidak ada gunanya.

2669. Janganlah engkau meyimpan harta benda melebihi dari apa yang dibutuhkan. Rasulullah saw. bersabda: “Ya Allah, jadikanlah rizki keluarga Muhammad itu sekadar untuk mencukupi kebutuhan.”

2670. Hendaklah sabar dan teliti dalam mendidik muridnya yang kurang cerdas. Jangan berkeberatan menjawab, “aku kurang mengerti,” jika memeng belum mampu menjawab sesuatu masalah. Pusatkanlah perhatian kepada murid yang sedang bertanya, dan memahami benar isi pertanyaanya.

2671. Cepat cepatlah memenuhi panggilan agama.

2672. Jauhilah larangan-larangan agama.

2673. Janganlah menentang terhadap takdir Allah SWT.

2674. Menangkanlah yang hak dan gugurkanlah yang batil.

2675. Rendahkanlah hatimu kepada Allah SWT.

2676. Sesalilah segala perbuatan yang tercela dan merasa malulah dihadapan Allah SWT.

2677. Hindarilah segala tipu daya yang tidak terpuji dalam mencari nafkah, dengan penuh keyakinan bahwa Allah SWT selalu melimpahkan segala usaha kebaikan apapun sertailah dengan tawakkal kepadanya.

2678. Hendaklah seseorang menerima masalah masalah yang dikemukakan oleh muridnya.

2679. Ilmu yang tidak disertakan dengan amal itu namanya gila dan amal yang tidak disertai ilmu itu akan sia-sia.

2680. Sesungguhnya kebahagiaan, kesenangan, dan kenikmatan sesuatu bergantung pada kondisi dasarnya. Kondisi dasar sesuatu adalah menyangkut untuk apa ia diciptakan. Oleh karena itu, kenikmatan mata adalah dengan melihat yang indah-indah. Kenikmatan telinga adalah dengan mendengar suara-suara merdu. Begitulah seterusnya untuk anggota badan lainnya. Namun, khusus berkaitan dengan hati, kenikmatannya hanyalah manakala ia dapat mengenal Allah SWT, karena hati diciptakan untuk itu. Jika manusia mengetahui apa yang tidak diketahuinya, maka senanglah ia. Begitu juga dengan hati. Manakala hati mengenal Allah SWT, maka senanglah ia, dan ia tidak sabar untuk ‘menyaksikan-Nya’.

2681. Tidak ada yang maujud yang lebih mulia dibanding Allah, karena setiap kemuliaan adalah denganNya dan berasal dariNya. Setiap ketinggian ilmu adalah jejak yang dibuatNya, dan tidak ada pengetahuan yang lebih digdaya dibanding pengetahuan tentang diriNya.

2682. Janganlah anda menjadi muflis dari sudut amalan dan jangan jadikan dirimu itu kosong dari pada perkara yang berfaedah.

2683. Yakinlah semata-mata dengan memiliki ilmu belum tentu lagi menjamin keselamatan di akhirat kelak.

2684. Jadikan kematian itu hanya pada badan kerana tempat tinggalmu ialah liang kubur dan penghuni kubur sentiasa menanti kedatanganmu setiap masa.

2685. Terimalah alasan yang benar, sekalipun dari pihak lawan.

2686. Jangan segan-segan kembali kepada yang benar, manakala terlanjur salah dalam memberikan keterangan.

2687. Berikan contoh dan teladan yang baik kepada murid dengan melaksanakan perintah agama dan meninggalkan larangan agama, agar demikian apa yang engkau katakan mudah diterima dan diamalkan oleh murid.

2688. Dengarkan dan perhatikan segala yang dikatakan oleh ibu bapakmu, selama masih dalam batas-batas agama.

2689. Bersikaplah sopan santun, ramah tamah dan merendah diri terhadap orang tuamu.

2690. Sabar dan tabahlah dalaml menghadpi segala persoalan.

2691. Janganlah sombong terhadap sesama mahluk, kecuali terhadap mereka yang zalim.

2692. Bersikap tawadduklah dalam segala bidang pergaulan.

2693. Janganlah suka bergurau dan bercanda.

2694. Bersikap lemah lembut terhadap murid dan hendaklah dapat menyesuaikan diri atau mengukur kemampuan murid.

2695. Berpikirlah selalu tentang nikmat-nikmat dan keagungaNya.

2696. Menangkanlah yang hak dan gugurkanlah yang batil.

2697. Sesalilah segala perbuatan yang tercela dan merasa malulah dihadapan Allah SWT.

2698. Hindarilah segala tipu daya yang tidak terpuji dalam mencari nafkah, dengan penuh keyakinan bahwa Allah SWT selalu melimpahkan segala usaha kebaikan apapun sertailah dengan tawakkal kepadanya.

2699. Hendaklah seseorang menerima masalah-masalah yang dikemukakan oleh muridnya.

2700. Bila mencari teman untuk mencapai kebahagian akhirat, perhatikanlah benar-benar urusan agamanya. Dan bila mencari teman untuk keperluan duniawi, maka perhatikanlah ia tentang kebaikan budi pekertinya.