Cari Artikel

Akibat Dzalim Kepada Yang Lemah



Seorang lelaki yang tangannya buntung hingga bahunya, berseru dengan keras di pinggir pantai,
“Wahai, siapa yang melihat (keadaan) aku ini, janganlah kalian berlaku dzalim kepada siapapun juga!!”

Dia mengulang-ulang ucapannya itu kepada orang-orang di sekitarnya. Mungkin hanya sebuah nasehat sederhana, tetapi karena berseru lantang dan berulang-ulang, hal itu menarik perhatian dari seorang lelaki Bani Israil yang melihatnya, dan berkata,
“Hai hamba Allah, apakah yang terjadi denganmu?”

Lelaki buntung itu kemudian bercerita, bahwa dahulunya ia adalah seorang petugas polisi, yang dengan kedudukannya itu terkadang ia bersikap egois dan sok kuasa.
Suatu ketika ia berada di pinggir pantai itu, dan melihat seorang nelayan (pemancing) yang memperoleh seekor ikan yang cukup besar. Ia sangat tertarik dengan ikan tangkapannya itu, dan berkata;
“Serahkan ikan tangkapanmu itu kepadaku!!”
“Jangan, ikan ini satu-satunya makanan untuk keluargaku“ Kata nelayan itu.
Ia benar-benar tertarik dengan ikan itu, karenanya ia berkata,
“Kalau begitu, biarkanlah aku membelinya!!” 

Tetapi sang nelayan tetap saja menolaknya. Ia menjadi marah dan memukul sang nelayan dengan pecutnya dan mengambil ikan tersebut dengan paksa dan membawanya pergi.

Ketika sampai di rumahnya, ikan itu tiba-tiba seperti hidup dan menggigit ibu jarinya. Tampaknya hanya seperti gigitan biasa, tetapi susah sekali dilepaskan. Setelah dengan susah payah berusaha, gigitan itu bisa dilepaskan, tetapi ibu jarinya telah bengkak membesar, dan rasa sakit yang tidak terperikan.

Sang polisi datang ke seorang dokter untuk mengobati luka kecil akibat gigitan ikan di ibu jarinya itu. Sang dokter memeriksa luka tersebut dan ia tampak keheranan dengan luka sederhana itu, dan ia berkata, “Ibu jarimu harus diamputasi (dipotong), kalau tidak akan bisa membahayakan jiwamu!!”

Karena rasa sakit yang tak tertahankan dan dokter telah membuat keputusan seperti itu, ia merelakan ibu jarinya diamputasi. Seketika itu ia merasa baikan dan rasa sakitnya hilang.

Tetapi satu dua hari kemudian rasa sakit seperti sebelumnya menjalari telapak tangannya, dan ia pergi ke dokter untuk memeriksakannya. Setelah memeriksa tangannya itu, lagi-lagi sang dokter keheranan dan akhirnya memutuskan,
“Telapak tanganmu harus diamputasi (dipotong), kalau tidak akan bisa membahayakan jiwamu!!”
Tidak ada pilihan lain kecuali menurutinya, dan telapak tangannya diamputasi. Hanya sembuh satu dua hari, rasa sakit menjalar ke lengannya di bawah siku. Dan ketika dibawa ke dokter, sang dokter memutuskan untuk mengamputasi sampai batas sikunya untuk menyelamatkan jiwanya.

Dua tiga hari kemudian rasa sakit itu menjalar lagi, dan dokter memutuskan untuk mengamputasi hingga batas bahunya.

Ada seseorang yang memperhatikan keadaannya sejak awal ia datang ke dokter, dan ia menanyakan sebab penyakitnya itu. Sang polisi berkata,
“Sebenarnya ini bermula dari luka kecil gigitan ikan.!”

Kemudian ia menceritakan secara lengkap peristiwanya yang dialaminya. Tampaknya orang yang bertanya tersebut sangat bijaksana dan memahami rahasia kekuasaan Allah, maka ia berkata kepada sang polisi,
“Jika saja sejak awal engkau datang kepada nelayan (pemancing ikan) itu untuk meminta maaf dan meminta halalnya, engkau tidak akan kehilangan tanganmu. Maka sebaiknya engkau sekarang mencari dan menemui nelayan tersebut untuk meminta maaf dan meminta halalnya, sebelum penyakitmu itu akan menjalar ke seluruh tubuhmu!!”

Sang polisi terbuka mata hatinya dan ia baru menyadari kekeliruannya yang tampaknya sepele saja. Ia segera memenuhi nasehat orang yang tidak dikenalnya itu. Begitu bertemu di tepi pantai yang sama, ia segera berlutut dan mencium kaki nelayan itu, sambil menangis ia berkata,
“Wahai tuan, aku meminta maaf kepadamu!!”
Sang nelayan yang tidak mengenali lagi sang polisi itu dengan heran berkata, “Siapakah engkau ini?”
“Aku adalah polisi yang dulu pernah merampas ikanmu!!”

Kemudian ia menceritakan peristiwa dan penderitaannya, hingga bertemu seseorang tak dikenal yang menasehatinya untuk meminta maaf kepadanya. Sang polisi menunjukkan keadaan tangannya yang buntung hingga bahunya. Nelayan itu menangis melihat penderitaan orang yang pernah mendzaliminya itu, dan berkata,
“Sungguh aku tidak menyangka akan seperti ini keadaannya, aku halalkan dan aku maaafkan semua kesalahanmu kepadaku!!”

Polisi itu memeluk sang nelayan sambil menangis bercampur gembira. Setelah suasana emosional itu mereda, sang polisi berkata, “Apakah engkau berdoa kepada Allah setelah aku merampas ikanmu itu?”
Sang nelayan berkata,
“Benar, aku berdoa: Ya Allah, orang itu telah menganiaya (mendzalimi) aku dengan kekuatannya atas kelemahanku. Karena itu balaslah dia, perlihatkanlah kepadaku Kekuasaan/Qudrah-Mu kepada orang itu!!”

Polisi itu mengangkat sisa lengannya yang buntung dan berkata,
“Inilah dia, Allah telah memperlihatkan kepadamu Qudrah-Nya atas diriku. Dan kini aku bertaubat kepada Allah dari semua yang telah aku lakukan dahulu!!”

Setelah menceritakan semuanya itu, sang mantan polisi itu berkata kepada orang Bani Israil yang menghampirinya,
“Sesekali aku datang ke sini untuk mengenang peristiwa tersebut, sekaligus menasehati orang-orang agar tidak mengalami hal yang sama seperti aku. Tetapi sungguh aku bersyukur Allah memperingatkan aku di dunia, dan mengambil kaffarat dosa-dosaku dengan sebelah tanganku saat ini. Jika tidak, mungkin aku hanya akan menjadi bahan bakar api neraka di akhirat kelak!!”

Kesabaran Di Jalan Allah


Di masa nabi-nabi terdahulu, sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW, ada seorang rahib yang menghabiskan waktunya hanya untuk beribadah kepada Allah di biaranya. Begitu gencarnya beribadah sehingga ia mencapai derajad keimanan yang tinggi, beberapa malaikat diijinkan Allah untuk mengunjunginya pagi dan sore hari, untuk menanyakan keperluannya. Tetapi tidak ada yang dimintanya, kecuali sekedar makanan dan minuman untuk bisa membuatnya tetap kuat beribadah. Maka Allah menumbuhkan pohon anggur di biaranya, yang buahnya bisa dipetiknya setiap kali ia membutuhkan. Jika merasa haus, ia cukup menadahkan tangan ke udara, maka akan mengucur air dari udara untuk minumannya.

Tetapi tidak ada keimanan yang sebenarnya, kecuali harus mengalami pengujian. Allah telah berfirman dalam Al Qur’an Surat Al Ankabut ayat 2 dan 3,
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami (Allah) telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”

Begitu juga yang terjadi pada sang rahib. Pada suatu malam datang seorang wanita sangat cantik, berseru di depan biaranya,
“Wahai pendeta, saya mohon pertolonganmu. Demi Tuhan yang engkau sembah, berilah aku tempat bermalam karena rumahku sangat jauh…!!”

Sebagai seseorang yang berakhlak mulia, segera saja sang rahib berkata,
“Naiklah, silahkan bermalam di tempat ini!!”

Wanita itu masuk ke dalam biara. Mungkin memang dikehendaki Allah untuk menjadi batu ujian bagi sang rahib, tiba-tiba ia merasakan cinta dan suka kepada sang rahib yang tampak sangat sederhana tetapi menenangkan itu, perasaan gairah yang menggelora seakan tidak tertahankan. Untuk menarik perhatian dan membangkitkan nafsu sang rahib, wanita itu melepaskan semua pakaiannya, kemudian berlenggak-lenggok di depannya.
Sang rahib segera menutup matanya dengan kedua tangannya, dan berkata,
“Kenakanlah kembali pakaianmu, janganlah telanjang!!” 
Wanita itu berkata,
“Saya sangat ingin bersenang-senang denganmu malam ini!!” 

Bagaimanapun juga sang rahib itu masih lelaki yang normal. Nafsunya terbangkitkan ketika sepintas melihat keindahan tubuh dan mendengar keinginan wanita itu, karena itu terjadi perdebatan di dalam dirinya, antara akal sehat (kalbu)-nya dan nafsunya. Dan dengan kehendak Allah, wanita itu bisa ‘mendengarkan’ perdebatan tersebut.

Akal sehatnya berkata, “Bertaqwalah kepada Allah!!”
Sang nafsu berkata,
“Ini kesempatan emas, kapan lagi engkau bisa bersenang-senang dengan seorang wanita yang secantik ini!!”

Akal sehatnya berkata, “Celaka dirimu, engkau akan menghilangkan ibadahku, dan akan merasakan kepadaku pakaian aspal dari neraka. Aku khawatirkan atasmu siksaan api neraka yang takkan pernah padam, siksaan yang tidak pernah terhenti, bahkan lebih berat dari semua itu, aku sangat takut akan kemurkaan Allah, dan kehilangan keridhaan-Nya…!!”

Tetapi sang nafsu terus saja merayunya untuk mau melayani keinginan wanita cantik itu. Ia terus merengek-rengek seperti anak kecil yang minta dibelikan es oleh ibunya. Akal sehatnya hampir tak mampu lagi mencegah rengekan sang nafsu itu. Maka sang rahib, yakni akal sehatnya, berkata kepada nafsunya,
“Kini engkau semakin kuat saja, baiklah kalau begitu!! Aku akan mencoba dirimu dengan api yang kecil, jika engkau memang kuat menahannya, aku akan memenuhi keinginanmu memuaskan dirimu dengan wanita cantik ini!!”

Lalu sang rahib mengisikan minyak pada lampunya, dan membesarkan nyalanya. Sementara itu sang wanita cantik, yang bisa mengikuti percakapan dalam diri sang rahib tampak was-was dan khawatir. Benar saja yang dikhawatirkan, sang rahib memasukkan jari-jari tangannya ke dalam api. Pertama ibu jarinya terbakar, kemudian telunjuk, menyusul kemudian jari jemarinya yang lain. Melihat pemandangan yang mengerikan itu, sang wanita tak kuat menahan perasaannya. Antara tidak tega dan mungkin ketakutan akan siksa neraka sebagaimana digambarkan oleh akal sehat sang rahib, kemudian ia menjerit keras sekali, begitu kerasnya hingga jantungnya berhenti berdetak dan ia meninggal seketika.

Begitu melihat wanita itu mati, nafsunya segera saja padam. Sang rahib menutupi jenazah wanita itu dengan kain dan ia mematikan lampunya. Tanpa memperdulikan tangannya yang sakit akibat terbakar, sang rahib meneruskan shalat dan ibadahnya. 

Keesokan harinya, Iblis yang menjelma menjadi salah seorang penduduk kampung itu menyebarkan berita kalau sang rahib telah berzina dan membunuh wanita yang dizinainya. Kabar itu sampai di telinga sang raja, yang segera saja mendatangi sanga rahib beserta pengawal dan bala tentaranya. Sampai di biara, sang raja berkata,
“Wahai rahib, dimanakah Fulanah binti Fulan (yakni wanita cantik itu)??”
Rahib berkata,
“Ia ada di dalam biara!!”
Raja berkata,
“Suruhlah ia keluar!!”
Rahib berkata,
“Ia telah mati!!”
Raja berkata dengan murka,
“Biadab sekali engkau ini, tidak cukup engkau menzinainya, bahkan engkau membunuhnya setelah itu!!”

Maka raja memerintahkan pengawalnya untuk menangkap dan mengikat sang rahib, tanpa mau mendengarkan alasan dan penjelasannya lebih lanjut. Mungkin fitnah yang disebarkan oleh iblis yang merupa sebagai penduduk kampung itu begitu hebatnya, sehingga sang raja tidak lagi mau mendengar penjelasan peristiwa itu dari sisi sang rahib.

Mereka membawanya ke alun-alun dimana hukuman biasa dilaksanakan, jenazah wanita itu dibawa serta seolah-olah sebagai saksi atas kejahatan yang dilakukan kepadanya.

Dengan kaki, tangan dan leher terikat, sang algojo meletakkan gergaji di atas kepalanya. Ketika gergaji mulai membelah batok kepalanya, sang rahib sempat mengeluh pelan. Seketika itu Allah memerintahkan Malaikat Jibril turun ke bumi, sambil berfirman,
“Katakan kepada rahib itu, janganlah mengeluh untuk kedua kalinya, karena sesungguhnya Aku melihat semua itu. Katakan juga kepadanya bahwa kesabarannya (sejak ia digoda sang wanita cantik hingga saat itu), telah membuat penduduk langit menangis, begitu juga dengan hamalatul arsy (malaikat penyangga arsy). Demi kemuliaan dan kebesaran-Ku, jika engkau mengeluh sekali lagi, tentulah akan Aku binasakan langit dan Aku longsorkan bumi!!”

Jibril segera turun dan menyampaikan firman Allah tersebut, maka sang rahib menahan dirinya untuk tidak mengeluh, sesakit apapun yang dirasakannya. Ia tidak ingin menjadi penyebab kemurkaan Allah, sehingga alam semesta ini hancur. Mulutnya terus mengucap dzikr dan istighfar hingga akhirnya malaikat maut menjemputnya.

Setelah sang rahib wafat, dan banyak sekali orang yang menghinakan dirinya, Allah berkenan mengembalikan ruh sang wanita itu untuk sesaat. Seketika itu sang wanita bangun, yang membuat orang-orang di sekitarnya, termasuk raja dan para pengawal serta bala tentaranya terkejut dan ketakutan. Wanita itu berkata, “Demi Allah, rahib itu teraniaya, dia tidak berzina denganku dan tidak pula dia membunuhku….”

Kemudian wanita itu menceritakan secara lengkap peristiwa yang dialaminya, dan ia menutup perkataannya dengan kalimat,
“…kalau kalian tidak percaya, periksalah tangannya yang dalam keadaan terbakar!!”

Setelah itu sang wanita meninggal lagi. Mereka segera memeriksa tangan sang rahib, dan benar seperti yang dikatakan wanita tersebut. Mereka menyesal telah bersikap gegabah, sang raja berkata,
“Andaikan kami mengetahui yang sebenarnya, tentulah kami tidak akan menggergaji engkau!!”

Mereka segera merawat dua jenazah tersebut dan menguburkannya dalam satu lubang. Setelah tanah mulai menutupi jenazah keduanya, tercium bau harum kasturi keluar dari lubang kubur tersebut. Kemudian terdengar hatif (suara tanpa wujud), “Allah telah menegakkan mizan (timbangan) dan mempersaksikan kepada para malaikat-Nya : Aku persaksikan kepada kalian semua, bahwa Aku telah mengawinkan mereka dan juga (mengawinkan rahib itu) dengan lima puluh bidadari di surga Firdaus. Demikian itulah balasan bagi orang-orang yang selalu waspada dan bersabar di jalan-Ku!!”

Yang Terdulu Masuk Surga



Pada saat kiamat nanti, empat golongan yang dipastikan masuk surga tanpa hisab, dihadirkan di pintu surga. Mereka itu adalah orang alim (ulama) yang mengamalkan ilmunya. Orang yang beribadah haji yang tidak melakukan perbuatan merusak di dalam dan setelah hajinya, yakni hajinya mabrur. Orang yang mati syahid, terbunuh di jalan Allah, ikhlas semata-mata mengharap ridho Allah. Dan yang terakhir adalah orang dermawan, yang mencari harta dengan jalan halal dan menginfaqkannya di Allah tanpa riya’.

Masing-masing golongan tersebut berebut untuk masuk surga terlebih dahulu, masing-masing dari mereka beranggapan bahwa mereka lebih utama dari kelompok lainnya. Karena tidak ada yang mengalah, maka Allah mengutus malaikat Jibril untuk memberi keputusan di antara mereka. Jibril menemui kelompok orang yang mati syahid dan berkata, “Apa yang kalian kerjakan sehingga kalian beranggapan bahwa kalian berhak memasuki surga terlebih dahulu!!”
Mereka berkata,
“Kami telah mati syahid, terbunuh di jalan Allah, semata-mata untuk memperoleh keridhoan Allah!!”
Jibril berkata,
“Dari siapakah kalian mendengar besarnya pahala mati syahid, sehingga merasa berhak masuk surga terlebih dahulu?”
Mereka berkata,
“Dari para ulama!!”
Jibril berkata,
“Jagalah sopan santun, janganlah kalian mendahului guru kalian!!”

Kemudian Jibril menemui kelompok orang yang berhaji mabrur, dan berkata,
“Apa yang kalian kerjakan sehingga kalian beranggapan bahwa kalian berhak memasuki surga terlebih dahulu!!”
Mereka berkata,
“Kami melaksanakan ibadah haji dan selalu menjaga diri dari segala sesuatu yang merusak haji kami, yakni kami berhaji mabrur!!”
Jibril berkata,
“Dari siapakah kalian mendengar besarnya pahala haji mabrur, sehingga merasa berhak masuk surga terlebih dahulu?”
Mereka berkata,
“Dari para ulama!!”
Jibril berkata,
“Jagalah sopan santun, janganlah kalian mendahului guru kalian!!”

Malaikat Jibril menemui kelompok kaum dermawan, dan berkata,
“Apa yang kalian kerjakan sehingga kalian beranggapan bahwa kalian berhak memasuki surga terlebih dahulu!!”
Mereka berkata,
“Kami selalu mencari harta dengan jalan yang halal, dan menginfaqkan di jalan Allah, ikhlas semata-mata mencari keridhoan Allah, tanpa disertai riya’!!”
Jibril berkata,
“Dari siapakah kalian mendengar besarnya pahala dari apa yang kalian kerjakan itu, sehingga merasa berhak masuk surga terlebih dahulu?”
Mereka berkata,
“Dari para ulama!!”
Maka malaikat Jibril berkata, “Jelaslah sudah, kalian para ulama, silahkan masuk surga terlebih dahulu!!”

Tetapi kaum ulama itu berkata,
“Ya Allah, kami tidak bisa menghasilkan dan mengamalkan ilmu, kecuali karena kelapangan hati dan kebaikan para dermawan!!”

Maka Allah berfirman,
“Benar perkataan kalian wahai orang alim. Wahai malaikat Ridwan, bukalah pintu surga untuk kaum dermawan, dan yang lainnya menyusul!!”

Umeir Bin Sa'd Al Qary RA



Umeir bin Sa'd RA adalah putra dari salah seorang sahabat Ahlu Badar, yang juga mengikuti berbagai pertempuran lainnya bersama Nabi SAW, Sa'd al Qary RA. Ayahnya itu membawanya serta menghadap Rasulullah SAW ketika akan berba'iat memeluk Islam. Sejak keislamannya tersebut, ia hampir tidak pernah berpisah dari mihrab Masjid Nabi SAW. Segala kepuasan yang diperolehnya dengan kemewahan hidupnya selama ini, digantikan dengan kepuasan mengejar shaf pertama, baik dalam shalat di masjid ataupun dalam barisan pasukan membela panji-panji Islam, karena ia sangat mendambakan untuk memperoleh syahid.

Suatu ketika ia mendengar salah seorang kerabatnya yang telah memeluk Islam, Jullas bin Suwaid bin Shamit, ketika berbincang-bincang dengan seseorang di rumahnya, berkata,
"Seandainya laki-laki itu (yang dimaksudkan adalah Nabi SAW) memang benar, tentulah kita ini lebih jelek dari keledai...!"

Jullas memang memeluk Islam karena ikut-ikutan saja, tidak karena kesadarannya sendiri. Saat itu sebagian besar dari anggota kabilahnya telah berba'iat memeluk Islam, karena merasa tersendiri dan terkucil di antara kerabat-kerabatnya ia pun akhirnya ikut-ikutan memeluk Islam.

Apa yang dikatakan Jullas tersebut, bagi Umeir sangatlah merendahkan dan menghinakan Nabi SAW. Sebagai bentuk kecintaan kepada Nabi SAW, Umeir berkata,
"Demi Allah, wahai Jullas, engkau adalah orang yang paling kucintai, orang yang paling banyak berjasa kepadaku, dan orang yang paling kuharapkan tidak akan tertimpa sesuatu yang tidak menyenangkan…! Tetapi baru saja engkau melontarkan suatu perkataan, yang jika tersebar dan itu diketahui berasal darimu, engkau pasti akan ditimpa sesuatu yang menyakitkan dirimu…!! Tetapi andai kata kubiarkan kata-katamu itu tanpa pembelaan, akan rusaklah agamaku, padahal hak agama itu lebih utama untuk ditunaikan. Karena itu, hendaklah engkau bertobat sebelum aku akan menyampaikan hal ini kepada Rasulullah SAW…!!"

Tetapi ternyata Jullas bersikap sombong dan menolak saran Umeir, bahkan sedikitpun tidak ada penyesalan atas apa yang telah diucapkannya. Akhirnya Umeirpun berkata kepada Jullas,
"Aku akan melaporkannya kepada Nabi SAW, sebelum Allah menurunkan wahyu yang melibatkan aku dengan dosamu tersebut…."

Mendapat laporan Umeir tersebut, Nabi SAW memanggil Jullas untuk mengkonfirmasi kebenarannya. Tetapi Jullas mengingkari apa yang dilaporkan Umeir, bahkan ia berani bersumpah atas nama Allah bahwa ia tidak mengucapkan perkataan tersebut. Menurut sebagian riwayat, peristiwa ini menjadi asbabun nuzul turunnya surah at Taubah ayat 74, yang mendustakan sumpah Jullas dan membenarkan Umeir. Jullas dipanggil lagi dan akhirnya ia mengakui kesalahannya, kemudian dengan kesadaran penuh ia bertobat dan terus memperbaiki keislamannya.

Nabi SAW memegang telinga Umeir sambil bersabda,
"Wahai anak muda, sungguh nyaring (peka) telingamu, dan Tuhanmu membenarkan tindakanmu…!"

Berlalulah waktu, ia tumbuh dan dewasa dengan bimbingan dan dalam teladan Nabi SAW. Gaya hidup sederhana, tidak tertarik duniawiah dan jabatan, dan merasa cukup dengan sedikit yang dimiliki, dan berbagai macam akhlak mulia yang dicontohnya dari Rasulullah SAW.

Sampailah Umeir kepada masa khalifah Umar, dan ia menjadi sasaran empuk bagi Umar untuk diangkat menjadi pejabat yang mewakili dirinya di daerah-daerah yang jauh, suatu pribadi yang tak jauh berbeda dengan diri Umar sendiri.
Mendapat tawaran untuk menjadi gubernur atau wali negeri di Homs, Umeir bin Sa'd berkeras menolaknya. Tetapi seperti biasa dalam menghadapi penolakan jabatan yang diberikannya, Umar akan berkata seperti ini, atau semisal ini,
"Apakah kalian telah memba'iat dan meletakkan amanat ini di pundakku, kemudian kalian membiarkan aku memikulnya seorang diri?? Tidak, demi Allah aku tidak akan melepaskan kalian….!"

Tidak ada pilihan lain bagi Umeir bin Sa'd kecuali menjalaninya. Setelah melakukan shalat istikharah, ia berangkat ke Homs dan melakukan tugasnya di sana.

Setahun sudah berlalu, tak ada berita apapun yang sampai di Madinah tentang pelaksanaan tugasnya, tak ada jizyah dan zakat dari Homs untuk menambah isi baitul mal di Madinah. Bahkan tak ada satu pucuk suratpun yang dikirimkan Umeir kepada khalifah di Madinah.
Umar tidak habis pikir, ada apa gerangan dengan Umeir? Sepertinya ia hilang ditelan bumi? Karena itu Umar memerintahkan untuk membuat surat panggilan kepada Umeir agar menghadap khalifah di Madinah.

Beberapa hari berlalu, tampak seseorang masuk ke kota Madinah. Seorang pejalan kaki sendirian, rambut kusut dan tubuh berdebu. Tampak sekali kelelahan dan kepayahannya karena menempuh perjalanan jauh, seakan tenaganya hanya tinggal sisa-sisa saja. Di pundak kanannya tergantung buntil kulit dan sebuah piring, dan di pundak kirinya tergantung kendi berisi air. Langkahnya berat sambil ditopang sebuah tongkat.

Tubuh kurus dan kumuh ini memasuki majelis khalifah Umar dan menyampaikan salam. Umar segera menyambut salamnya dan berpaling kepada musafir pendatang ini. Tampak sekali kesedihan Umar melihat keadaan tamunya tersebut, ia berkata,
"Apa kabar wahai, Umeir?"
Memang, lelaki yang tampak tak berdaya dalam kelelahannya ini adalah Umeir bin Sa'd, wali negeri Homs, suatu negeri yang kaya dan sedang berkembang pesat di wilayah Syam. Umeir berkata,
"Alhamdulillah, wahai Amirul mukminin. Seperti yang engkau lihat, badanku sehat, darahku bersih, dan dunia di tanganku dapat kukendalikan sekehendak hatiku!"
"Apa yang engkau bawa itu?" Tanya Umar.
"Ini adalah buntil kulit tempat menyimpan bekal, piring untuk makan, dan kendi air untuk minum dan wudhu'. Dan tongkat ini untuk bertelekan saat berjalan dan untuk mengusir musuh atau gangguan yang menghadang jalanku. Sungguh, dunia ini tidak lain hanyalah pengikut bagi bekal kehidupanku kelak!"
"Apakah anda datang dengan berjalan kaki ?" Tanya Umar lagi.
"Benar." Kata Umeir.
"Apa tidak ada orang yang mau memberikan tunggangannya kepadamu untuk kamu naiki?"
"Tidak ada orang yang menawarkannya, dan akupun tidak ingin, dan juga tidak pernah memintanya!"

Umar tercenung seakan tidak percaya. Kalaulah tahu bahwa ia seorang wali negeri atau gubernur, tentulah banyak sekali orang yang akan memberikan tunggangannya, bahkan kalau perlu melakukan pengawalan dan pelayanan agar perjalanannya terasa nyaman senyaman-nyamannya. Tetapi, kalau penampilannya memang seperti itu, bagaimana mereka tahu kalau Umeir ini adalah seorang wali negeri, negeri Homs di Syam pula.

Umar bertanya lagi,
"Apa yang telah kamu lakukan dengan tugas yang telah kami berikan kepadamu?"
Umeir menjelaskan,
"Aku telah mendatangi negeri yang engkau titahkan itu. Aku kumpulkan orang-orang yang shaleh di antara penduduknya. Sebagian kuangkat dan kutugaskan untuk mengumpulkan jizyah dan zakat, sebagian lainnya lagi kuangkat dan kutugaskan untuk membagikan kepada yang tak mampu, serta dibelanjakan di tempat yang wajar untuk kepentingan mereka bersama. Jika saja masih ada sisanya, tentulah sudah kukirimkan ke sini!"
"Kalau begitu engkau tidak membawa apa-apa untuk kami?"
"Tidak ada," Kata Umeir bin Sa'd.

Umar dengan bangga memuji hasil kerja Umeir, bahkan ia tetap mengangkatnya sebagai gubernur/wali negeri di sana. Tetapi kali ini Umeir bersungguh-sungguh menolaknya, bahkan tegas sekali ia mengatakan,
"Masa seperti itu telah berlalu, aku tidak hendak menjadi pegawai anda lagi selama-lamanya, dan tidak juga pegawai pengganti anda selama-lamanya…."

Umar tidak memaksanya lagi. Ia telah melihat dengan kepalanya sendiri, bagaimana beban tugas itu justru bisa membahayakan jiwanya, perjalanan kaki ratusan kilometer di padang pasir, sendirian dengan bekal seadanya. Hanya saja Umar sering berkata,
"Aku ingin sekali mempunyai beberapa orang seperti Umeir, untuk membantuku melayani kepentingan kaum muslimin…."

Waspada Dalam Persahabatan



Syahdan ada empat ekor binatang yang bersahabat di dalam hutan, yakni singa, serigala, ajag dan seekor gagak. Singa yang dianggap sebagai raja dan memang terkuat, selalu aktif mencari makanan, sedangkan tiga temannya cenderung pasif, kalau tidak bisa dikatakan sebagai malas. Mereka hanya mengandalkan pembagian atau makanan yang diberikan/disisakan oleh sang singa. Untungnya sang singa cukup bijaksana dan dermawan kepada sahabat-sahabatnya. 

Suatu ketika ada onta yang terlepas dari suatu kafilah dan tersesat masuk hutan, dan ia bertemu dengan sang singa. Sang singa berkata, “Darimana kamu datang, dan apa yang kamu inginkan??”

Sang unta menceritakan keadaan yang menimpanya dan berkata,
“Saat ini saya ingin menemani engkau, wahai sang raja!!”
Sang singa berkata,
“Jika engkau memang ingin berteman dengan aku, maka engkau akan tetap bersamaku dalam keadaan aman dan berkecukupan. Sesungguhnya engkau berada dalam perlindunganku!!”

Kemudian sang singa mengumumkan ke seluruh penduduk hutan tentang jaminan perlindungan yang diberikannya kepada sang unta, sehingga ia hidup tentram di sana, bahkan ia menjadi anggota baru dalam persahabatan mereka. Hanya saja sang unta tidak tergantung kepada sang singa dalam hal makanan seperti tiga temannya yang lain, karena ia hanya makan rumput-rumputan saja.

Suatu ketika sang singa terlibat pertarungan dengan seekor gajah, dan ia terluka parah karena terkena gadingnya. Ia mundur dari pertarungan tersebut dan jatuh tersungkur ketika tiba di sarangnya. Sang singa dalam keadaan sakit selama berhari-hari dan tidak bisa mencari makan. Mungkin bagi sang singa sendiri tidak terlalu masalah karena pada dasarnya ia memang punya cadangan makanan (lemak) di dalam tubuhnya, dan bisa bertahan tanpa makan hingga ia pulih kembali. Tetapi bagi tiga temannya, serigala, ajag dan gagak tidak demikian, mereka dalam keadaan kelaparan karena tidak ada mangsa yang ditangkap sang singa. Untuk mencari makan sendiri, mereka cenderung kesulitan karena tidak terbiasa sebelumnya. Sedangkan bagi unta tidak ada masalah, karena makanannya tidak tergantung pada sang singa.

Suatu ketika tiga hewan sahabat lamanya itu menjenguk sang singa yang sedang ditemani oleh unta. Segera saja singa berkata, “Kalian tentulah kelaparan dan menjadi lemah, karena aku belum bisa menangkap mangsa untuk kalian!!”
Salah satu dari mereka berkata,
“Kami tidak meresahkan diri kami sendiri, tetapi keadaan engkau sebagai raja kami yang kami khawatirkan. Apalagi kami tidak bisa berbuat sesuatu untuk meringankan penderitaan engkau!!”
Sang singa berkata,
“Aku tidak menyangsikan kesetiaan dan persaudaraan kalian. Tetapi jika memungkinkan, keluarlah dan carilah makanan untuk kalian dan juga untukku!!”

Mereka bertiga keluar dan mendiskusikan permintaan sang singa. Sang serigala berkata,
“Apa perduli kita dengan pemakan rumput itu (yakni unta)!! Marilah kita mendorong (menyarankan) raja kita untuk memangsanya, dan juga untuk makanan kita!!”
“Itu tidak mungkin!!” Kata sang ajag, “Kita tidak mungkin menyarankannya karena raja telah memberikan jaminan perlindungan kepadanya!!”
Sang gagak berkata,
“Serahkan urusan itu kepadaku!!”

Ketika unta sedang tidak bersama singa, sang gagak segera menemui singa dan mengajukan usul sang serigala. Singa langsung marah dengan usulan tersebut, ia berkata,
“Tidak pernah kubayangkan engkau akan mengajukan usulan seperti itu, dimanakah rasa setia kawanmu? Tidakkah engkau tahu, tidak ada perbuatan yang lebih mulia dari pada melindungi  binatang yang sedang dalam kesusahan, dan mengelakkan pertumpahan darahnya!!”

Sang gagak kembali kepada dua temannya dalam keadaan lunglai. Mereka bertiga tepekur merenungi nasibnya.
Tetapi tiba-tiba sang gagak berteriak,
“Aku punya ide!!”

Kemudian ia membisikkan rencana atau muslihat jahat kepada kedua temannya, dan mereka menyetujuinya.

Keesokan harinya mereka menemui sang singa yang sedang ditemani unta. Sang gagak berkata,
“Wahai tuanku raja, saya menyadari bahwa engkau membutuhkan sesuatu untuk mengembalikan kesehatanmu. Selama ini engkau telah bermurah hati kepadaku, karena itu aku ingin berkorban, menyerahkan diriku untuk menjadi makananmu!!”

Sang unta memandang gagak dengan mata berbinar, ia begitu kagum dengan kemuliaan jiwa gagak yang mau berkurban demi kesehatan rajanya. Tetapi tiba-tiba sang ajag berkata,
“Cukup, tidak mungkin engkau bisa memuaskan sang raja dengan tubuhmu yang begitu kecil. Tetapi tubuhku akan cukup untuk menjadi makanannya, biarlah aku saja yang berkurban untuk sang raja!!”

Sang unta mengalihkan pandangannya kepada ajag dengan penuh kekaguman, seperti ketika ia memandang gagak sebelumnya. Tetapi kemudian didengarnya sang serigala berkata,
“Tidak mungkin itu dilakukan, semua orang (atau, binatang) tahu bahwa perutmu kotor, penuh dengan barang busuk dan angin. Lagi pula dagingmu sangat busuk. Biarlah aku saja yang berkurban, dagingku ini pantas untuk makanan sang raja!!”

Kali ini sang unta memandang kepada serigala dengan pandangan yang sama dengan sebelumnya, penuh kekaguman. Ia tidak menyangka bahwa sebenarnya ia sedang dijebak untuk memasuki jalan kematiannya. Belum sempat ia berkata apa-apa, didengarnya sang gagak berkata,
“Setiap orang (atau binatang) tahu, barang siapa yang ingin bunuh diri, hendaknya ia makan daging serigala. Niscaya dia akan terkena penyakit diphteria, dan akan segera mati!!”

Sang unta yang telah terkagum-kagum dengan jiwa mulia para sahabatnya itu, yang mau mengurbankan diri demi sang raja, tanpa pikir panjang lagi berkata,
“Inilah daging saya, sedap dan mudah dicerna, akan sangat memuaskan bagi sang raja!!”

Sang gagak, ajag dan serigala segera saja berkata,
“Engkau benar!! Sungguh suatu persembahan yang perwira, dan kami setuju!!”

Segera saja ketiganya menerkam dan mencabik-cabik tubuh sang unta. Darah mengucur deras, sang unta roboh meregang nyawa dan mati seketika. Sang singa yang dalam keadaan sangat lemah, tidak mampu mencegah terjadinya peristiwa itu. Ia hanya bisa memandang sedih dan tidak percaya dengan peristiwa yang terjadi begitu cepatnya. Tampaknya ia harus lebih waspada dalam memilih teman dan sahabatnya di kemudian hari.

Berdebat Untuk Menolak Harta



Ada dua orang shaleh yang terlibat transaksi jual beli tanah.
Si pembeli mengolah tanahnya untuk ditanami, tetapi tiba-tiba ia menemukan sebuah bejana yang berisi penuh perhiasan emas. Ia memang seorang yang sangat wara’ (berhati-hati terhadap barang yang syubhat, apalagi yang haram), karena merasa bukan miliknya, ia membawa bejana berisi emas tersebut kepada penjual tanah, dan berkata, “Aku menemukan bejana berisi emas ini di tanah yang aku beli, ini pasti milikmu, ambillah!!”

Sang penjual tanah, selain shaleh ia juga sangat wara’ seperti halnya si pembeli tanah itu, ia berkata,
“Saya menjual tanah dan segala apa yang ada di dalamnya, jadi perhiasan-perhiasan itu memang milikmu!!”

“Tidak bisa,” Kata pembeli tanah lagi, “Aku hanya berniat (dan berakad) membeli tanahmu, dan tidak membeli emas-emasmu!!”

Penjual tanah berkata,
“Emas itu engkau temukan setelah tanah itu menjadi milikmu, jadi ia memang milikmu, bukan milikku!!”

Begitulah, mereka terus berdebat untuk menolak memiliki bejana berisi perhiasan emas yang nilainya (harganya) tentu sangat tinggi. Hal itu mereka lakukan semata-mata karena tidak ingin kemasukan dan memakan barang syubhat, yang akhirnya akan sangat menyulitkan mereka di yaumul hisaab kelak.

Karena masing-masing tidak mau mengalah untuk memiliki perhiasan-perhiasan tersebut, mereka membawa perkaranya ke seorang Hakim.

Setelah masing-masing menceritakan permasalahan dan argumennya, sang Hakim hanya menggeleng-gelengkan kepala tidak percaya, tetapi tampak sekali kekagumannya. Setelah berfikir sejenak, ia berkata, “Apakah kalian mempunyai anak!!”
Salah seorang berkata,
“Saya mempunyai anak laki-laki!!”
Satunya lagi berkata,
“Saya mempunyai anak perempuan!!”
Sang Hakim berkata, “Nikahkanlah anak-anak kalian, dan berikan bejana berisi emas itu kepada mereka untuk bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya!!”

Mereka berdua menerima solusi yang diputuskan Hakim, dan menikahkan anak-anak mereka.

Ketika Ruh Berpisah Dengan Jasad



Suatu ketika Nabi SAW mendatangi rumah istri kesayangan beliau, al Khumaira, Aisyah RA. Melihat kedatangan beliau, Aisyah yang sedang duduk bersila ingin bangkit menyambut, tetapi Rasulullah SAW bersabda,
“Duduklah saja pada tempatmu, wahai Ummul Mukminin, tidak perlu engkau berdiri!!”

Nabi SAW menghampiri Aisyah dan kemudian berbaring terlentang dengan berbantalkan pangkuannya, tampak sekali kemanjaan dan kasih sayang beliau kepadanya. Sepertinya pada hari itu Rasulullah SAW sangat lelah sehingga tidak lama berselang beliau telah tertidur. Aisyah memandangi wajah beliau dengan kasih sayang dan kekaguman. Tanpa disadari jari jemarinya mengurai jenggot Rasulullah SAW, dan Aisyah menemukan sembilan belas rambut jenggot yang telah memutih (beruban). Tiba-tiba saja tersirat dalam hatinya, “Sesungguhnya beliau akan keluar dari dunia (meninggal) sebelum aku, dan tinggallah umat Islam dalam keadaan tanpa nabi!!”

Merasakan kenyataan seperti itu, Aisyah jadi bersedih dan menangis, air matanya mengalir ke pipi dan menetes jatuh mengenai wajah Rasulullah SAW sehingga beliau terbangun. Dengan heran beliau bersabda,
“Apa yang membuatmu menangis, wahai Ummul Mukminin!!”

Aisyah menceritakan perasaan sedih yang menghantui dirinya, dan Nabi SAW hanya tersenyum mendengarnya. Beliau bersabda,
“Wahai Aisyah, keadaan apakah yang sangat menyusahkan bagi seseorang (yakni bagi ruhnya) ketika ia menjadi mayat?”
Aisyah berkata,
“Katakanlah padaku, ya Rasulullah!!”
Beliau berkata,
“Engkau saja yang mengatakannya dahulu!!”

Aisyah sejenak berfikir, kemudian ia berkata,
“Tidak ada yang menyusahkan atas diri mayit kecuali ketika ia diusung ke luar rumah menuju kuburnya, anak-anak yang ditinggalkannya akan berduka dan berkata: Wahai ayah, wahai ibu!! Begitu juga orang tuanya akan berkata: Wahai anakku, wahai anakku!!”
Nabi SAW bersabda,
“Hal itu memang terasa akan pedih, tetapi ada yang lebih pedih dari pada itu!!”
Aisyah berkata lagi,
“Tidak ada yang lebih berat bagi mayit kecuali ketika ia dimasukkan ke dalam liang lahad dan ia diurug di bawah tanah, anak dan orang tuanya, kerabat dan kekasihnya akan meninggalkannya pulang. Mereka membiarkannya sendirian beserta amal perbuatannya, menyerahkan urusannya kepada Allah. Kemudian setelah itu datanglah malaikat Munkar dan Nakir ke dalam kuburnya!!”

Beliau bersabda lagi,
“Apa lagi yang lebih berat dari apa yang engkau katakan itu?”
Akhirnya Aisyah menjawab,
“Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui!!”
Maka Nabi SAW bersabda,
“Hai Aisyah, sesungguhnya saat yang paling berat (paling menyedihkan) bagi mayat adalah ketika tukang memandikan masuk ke dalam rumahnya untuk memandikan mayatnya….”

Kemudian beliau menjelaskan lebih lanjut, bahwa ketika tukang memandikan itu melepas cincin (atau perhiasan lainnya) dari tubuhnya, melepas pakaian pengantin (atau pakaian lainnya) dari badannya, melepaskan sorban para syaikh dan fuqoha dari kepalanya, ketika itulah sang ruh berseru saat melihat tubuhnya yang telanjang, seruan yang bisa didengarkan oleh seluruh mahluk kecuali jin dan manusia,
“Wahai tukang memandikan, demi Allah aku memohon kepadamu, agar engkau melepaskan pakaianku (dan lain-lainnya) dengan pelan-pelan, karena sesungguhnya saat ini aku tengah beristirahat dari sakitnya dikeluarkannya nyawaku oleh malaikat maut!!”

Ketika tukang memandikan menuangkan air ke mayatnya, sang ruh berteriak keras dengan teriakan yang didengar oleh semua mahluk, kecuali jin dan manusia,
“Hai tukang memandikan, demi Allah, janganlah engkau menuangkan air yang panas, jangan pula engkau tuangkan air yang terlalu dingin, sesungguhnya jasadku telah terbakar saat dicabutnya nyawaku!!”

Ketika tukang memandikan mulai menggosok tubuhnya, lagi-lagi sang ruh berteriak, “Wahai tukang memandikan, demi Allah, janganlah memegang tubuhku terlalu keras, sungguh jasadku telah terluka sebab keluarnya nyawaku!!”

Ketika selesai memandikan dan jasadnya diletakkan pada kain kafan, dan mulai diikat di bawah kakinya, sang ruh berseru lagi,
“Demi Allah wahai tukang memandikan, janganlah engkau ikat terlalu erat pada kepalaku, agar masih terlihat wajah-wajah keluargaku, anak-anakku, dan kerabat-kerabatku lainnya. Karena saat ini terakhir kali aku bisa melihat mereka, aku tidak akan melihatnya lagi hingga hari kiamat tiba!!” 

Ketika dikeluarkan dari rumahnya dan diletakkan di dalam keranda, sang ruh berseru lagi,
“Demi Allah, wahai para pengantarku, janganlah tergesa-gesa membawaku pergi sehingga aku berpamitan kepada rumahku, keluargaku, kerabatku, dan harta-hartaku. Aku tinggalkan istriku menjadi janda, anak-anakku menjadi yatim, karena itu janganlah kalian menyakiti mereka. Biarkanlah aku sesaat untuk mendengarkan suara keluargaku, anak-anakku, dan kerabat-kerabatku, karena aku akan berpisah hingga saat kiamat tiba….!”

Ketika kerandanya dipikul dan keluar tiga langkah dari rumahnya, lagi-lagi sang ruh berseru,
“Hai para kekasihku, saudara-saudaraku dan anak-anakku, janganlah kalian terbujuk oleh dunia sebagaimana dunia telah memperdaya aku!! Janganlah kalian dipermainkan oleh jaman sebagaimana ia telah mempermainkan aku!! Ambillah ibarat (hikmah) dariku!! Sesungguhnya aku meninggalkan untuk ahli warisku apa yang aku kumpulkan, dan aku tidak membawa (manfaat) apapun dari dunia (harta) yang kutinggalkan, bahkan Allah akan menghisabku. Engkau bersenang-senang dengannya (harta peninggalanku itu) dan kalian tidak mendoakan aku!!”

Sungguh nasehat yang sangat berharga. Sayangnya, semua seruan dan teriakan ruh tersebut yang bisa didengar oleh seluruh mahluk, ternyata jin dan manusia tidak bisa mendengarnya. Padahal justru dua jenis mahluk itu yang sebenarnya bisa memperoleh banyak manfaat dan pengajaran jika saja bisa mendengar dan memahami seruan sang ruh. 

Ketika jenazahnya dishalatkan dan sebagian orang lainnya meninggalkan masjid atau musholla, sang ruh berseru lagi,
“Demi Allah, wahai saudara-saudaraku, aku tahu bahwa orang mati akan dilupakan oleh orang-orang yang masih hidup, akan tetapi janganlah kalian cepat-cepat pulang sebelum kalian melihat tempat tinggalku. Sesungguhnya aku tahu bahwa wajah mayat itu lebih dingin dari pada air yang sangat dingin bagi orang-orang yang masih hidup, tetapi janganlah kalian terlalu cepat pulang meninggalkan aku sendirian!!”

Ketika jenazahnya diletakkan di sisi kuburnya, dan kemudian diturunkan ke liang lahad, sang ruh berseru untuk terakhir kalinya,
“Demi Allah, wahai saudara-saudaraku dan para pengantarku, sesungguhnya aku mendoakan kalian semua tetapi mengapa kalian tidak mau mendoakan aku? Wahai ahli warisku, tidaklah aku kumpulkan harta dunia kecuali aku tinggalkan untuk kalian, maka ingatlah kalian kepadaku dan berbuatlah kebaikan. Setelah aku mengajarkan kalian membaca al Qur’an dan tata krama (adab), hendaklah kalian jangan lupa mendoakan aku!!”

Surga Dan Neraka



Ketika Allah telah selesai menciptakan surga dan neraka, Allah berfirman kepada Malaikat Jibril, “Pergilah ke surga, dan lihatlah apa yang telah Aku persiapkan untuk penghuninya di sana!!”

Malaikat Jibril memenuhi perintah tersebut, dan beberapa waktu kemudian ia datang menghadap kepada Allah dan berkata,
“Ya Allah, demi segala keagungan-Mu, tidak seorangpun yang pernah mendengar tentang surga tersebut, kecuali ia sangat ingin memasukinya!!”

Kemudian Allah memerintahkan seorang malaikat lainnya untuk menghiasi (menutupi) surga tersebut dengan hal-hal yang tidak disukai, dan berbagai macam perintah peribadatan yang harus dilakukan untuk bisa memasukinya. Setelah semua itu selesai, Allah memerintahkan Malaikat Jibril untuk sekali lagi melihat keadaan surga. Ketika kembali ke hadapan Allah, ia berkata,
“Demi segala keagungan-Mu, ya Allah, aku khawatir tidak seorangpun yang akan mampu untuk memasukinya!!”

Setelah itu Allah berfirman lagi kepada Malaikat Jibril, “Pergilah ke neraka, dan lihatlah apa yang telah Aku persiapkan untuk para penghuninya di sana!!”

Malaikat Jibril memenuhi perintah tersebut, dan ia melihat api neraka itu saling menerkam sebagian atas sebagian lainnya. Beberapa waktu kemudian ia datang menghadap kepada Allah dan berkata,
“Ya Allah, demi segala keagungan-Mu, tidak seorangpun yang pernah mendengar tentangnya, kecuali ia sangat ingin lari dari neraka tersebut!!”

Kemudian Allah memerintahkan seorang malaikat lainnya untuk menghiasi (menutupi) neraka tersebut dengan hal-hal yang disukai oleh nafsu syahwat, dan berbagai macam kesenangan lainnya yang terlarang secara syara’. Setelah semua itu selesai, Allah memerintahkan Malaikat Jibril untuk sekali lagi mengunjungi neraka. Ketika kembali ke hadapan Allah, ia berkata,
“Demi segala keagungan-Mu, ya Allah, aku khawatir tidak ada seorangpun yang akan luput dari padanya, dan mereka akan memasukinya!!”

Kata Mutiara Kehidupan Dan Motivasi




1501. Anak muda yang malas belajar, minder tapi suka mencemooh, mudah tersinggung tapi kasar akan akhirnya sukses, jika dia belajar menerima bahwa pasti ada kebaikan di balik dugaan-dugaan buruknya terhadap kehidupan dan maksud Tuhan, lalu bersegera melakukan hal-hal yang selama ini ditundanya, yang diketahuinya sebagai sebab dari kegelisahannya.

1502. Janganlah menikmati penderitaanmu seperti engkau ingin selamanya menderita.

1503. Janganlah hanya rajin memulai, tapi malas menyelesaikan.

1504. Jangan mengikhlaskan diri untuk gaji kecil asal ada pensiun, lalu mengeluh sampai pensiun dan setelahnya.

1505. Jangan katakan bahwa wanita itu matre, jika kita yang memang belum mampu.

1506. Jalan yang tepat tidak akan menyampaikan orang yang tidak bergerak.

1507. Penampilan Anda saat menang bisa mengindikasikan kematangan Anda, tetapi penampilan Anda saat kalah, menentukan penilaian tentang kebesaran pribadi Anda.

1508. Tanpa perbandingan, bagaimana engkau akan mengenal dirimu, dan bagaimana engkau tahu engkau ingin jadi apa?

1509. Semakin kita berpengetahuan, semakin banyak cara yang kita ketahui untuk keluar dari kesulitan dan tumbuh menjadi pribadi yang mampu dan berperan bagi kebaikan sesama.

1510. Janganlah terkungkung dalam pekerjaan yang bahkan untuk membiayai kedamaianmu saja tidak cukup.

1511. Apa pun yang tidak akan menjadikan Anda kuat dan mandiri di masa depan, tinggalkan.

1512. Rasa malas adalah cara Setan mencegahmu mencapai keberhasilanmu.

1513. Orang yang culun tapi rajin, mengalahkan yang keren tapi malas. Yang kasihan: yang culun dan malas.

1514. Dalam bertindak itulah, kita melatih dari untuk mengerti tuntunan Tuhan agar kita menjadi lebih besar dan lebih kuat daripada semua masalah dan resiko. Tegaslah!

1515. Siapa bilang bahwa orang yang tidak tahu tidak akan berhasil? Justru orang yang berpengetahuan tapi tidak menggunakan yang diketahuinya, lebih sering menjadi orang rata-rata, daripada orang yang tidak berpengetahuan tapi cepat memulai dan tabah menyelesaikan yang dimulainya.

1516. Ingin terkenal bukanlah niat yang rendah hati, tapi menjadi dikenal karena kualitas Anda, itu harus.

1517. Hidup ini memang tidak mudah. Dan jadi lebih sulit jika kita hanya mengeluh dan menyalahkan orang lain.

1518. Hati saya selalu luluh penuh doa menyaksikan anak muda yang serba salah tapi ikhlas memperbaiki diri.

1519. Hari ini, marilah kita lebih peka terhadap kesempatan untuk menjadi lebih berharga bagi sesama.

1520. Jangan mendahulukan kesenangan sejenak yang tidak menjadikanmu mampu, dan janganlah menunda yang penting.

1521. Janganlah kau pertahankan sikap hidup yang mendekatkanmu kepada kebodohan dan kemiskinan.

1522. Engkau akan menjadi manusia yang tidak berguna jika engkau suka melakukan yang tidak penting.

1523. Berhati-hatilah, sebagian kesenangan adalah cara happy untuk gagal. Dan tidak ada kebahagiaan dalam kegagalan. Maka, dahulukanlah yang harus kau dahulukan, dan tundalah yang seharusnya terakhir.

1524. Kebesaran orang bukan ditentukan oleh besar atau kecil tubuhnya, tapi oleh besar atau kecil hatinya.

1525. Rasa malas itu meminderkan dan memiskinkan, jika kita gunakan untuk menghindari pelajaran dan pekerjaan. Rasa malas itu baik, jika kita gunakan untuk memudahkan kehidupan.

1526. Alasan utama tertundanya kekayaan adalah kita tidak ikhlas berada di tempat di mana kita bisa dikayakan.

1527. Orang-orang yang sering menaikkan alis kita: One Song Singer atau One Book Expert. Bergeraklah, majulah. Jangan takut lambat. Takutlah jika Anda tidak bergerak.

1528. Jika Anda bekerja untuk menyelamatkan orang lain dari kerugian, Anda akan dikayakan dengan keuntungan mereka. Jika Anda bekerja untuk membantu orang lain mencapai keberhasilan, keberhasilan Anda sudah bukan kemungkinan lagi, tapi keniscayaan.

1529. Aku tak diciptakan untuk kalah. Aku harus berani meninggalkan kebiasaan yang hanya membuatku gelisah dan minder.

1530. Tuhan, teroboskanlah kami melalui kehidupan yang tak mudah ini. Sejahterakan dan bahagiakanlah kami. Aamin.

1531. Tujuan dari semua keberhasilan adalah pulang ke rumah dengan perasaan damai.

1532. Orang yang ahli malas, tidak membutuhkan bantuan Setan untuk gagal.

1533. Hanya orang yang menampilkan kelemahan yang diperlakukan sebagai orang lemah. Kuatkan hatimu dan gagahkanlah sikapmu. Semakin lemah kehidupan seseorang, harus semakin sedikit berteori, dan semakin banyak melakukan.

1534. Ketidaktahuan kita sering menjadi penentu keputus-asaan kita. Jika kita tahu caranya, apa pun bisa!

1535. Dia yang tidak memimpikan yang besar akan sulit untuk merasa berhak mencapai yang besar. Dan engkau tak kan pernah sepenuhnya hidup, jika engkau hanya menunggu kehidupan yang tanpa risiko.

1536. Keberhasilan ada didalam tindakan, bukan di alam rencana.

1537. Seorang pemenang adalah jiwa bersahaja, yang bangkit setiap kali dia jatuh.

1538. Seorang pembenci harus lulus menjadi penyayang, atau menjadi penyesal sepanjang hidup.

1539. Keberuntungan tidak setia kepada kita, kecuali kita setia kepada perilaku yang memberuntungkan.

1540. Jika ingin sama, samalah dengan yang hebat. Jika ingin berbeda, berbedalah dari yang buruk.

1541. Teruskanlah hidupmu sebagai pribadi yang kembali polos dan ikhlas bersikap dan bekerja yang memantaskanmu bagi rezeki yang baik.

1542. Sesungguhnya, kehidupanmu sudah lama dimulai, hanya saja apakah dirimu sudah memulai?

1543. Keberhasilan lebih menarik daripada selembar kulit di wajah yang kebetulan bagus saat muda.

1544. Banyak orang mencari pekerjaan impian mereka, yang akan membawa mereka mencapai sukses dan ketenaran, tapi tidak menyadari bahwa melakukan apa pun pekerjaan mereka sekarang dengan sebaik-baiknya adalah syarat untuk diberikan pekerjaan lain yang lebih baik.

1545. Jadilah pribadi yang lebih menarik bagi mereka yang lebih berkelas daripada yang mengkhianatimu.

1546. Betapa pun kelamnya masa lalumu, masa depanmu masih suci. Maafkanlah dirimu, dan majulah.

1547. Saat muda dulu, jika merasa minder, saya katakan dalam hati: Kemiskinanku sementara. I am on my way up!

1548. Rencana Tuhan selalu berakhir dengan kebaikan. Kita tinggal mematuhinya.

1549. Lebih baik menjelaskan mengapa Anda gagal, daripada menjelaskan mengapa Anda tidak mencoba.

1550. Kita lebih cepat melihat kesulitan, daripada melihat kemudahan. Itu sebabnya kita lebih mudah berkecil hati.

Nabi Idris AS Menyiasati Malaikat Izrail



Menurut sebagian riwayat, Nabi Idris AS belum pernah mengalami kematian ketika hidupnya di dunia seperti halnya Nabi Isa as, hanya saja mempunyai kisah dan keadaan yang berbeda.
Tentang Nabi Isa as dalam versi kita kaum muslimin, ketika pasukan kaum Yahudi berhasil menemukan tempat persembunyian Nabi Isa as dan para sahabat beliau kaum Hawariyyun, Allah SWT mengangkat beliau ke langit, kemudian Allah menyerupakan wajah Yudas Iskariot menyerupai wajah Nabi Isa. Murid beliau yang satu ini berkhianat dan menunjukkan persembunyian beliau kepada kaumYahudi karena iming-iming harta kekayaan. Yudas Iskariot inilah yang ditangkap, disalib, kemudian dibunuh oleh orang-orang Yahudi karena memang memiliki wajah Nabi Isa AS.

Sedang tentang Nabi Idris AS, semuanya berawal dari malaikat maut yang ingin bersahabat dengan beliau. Keinginan dan kerinduan Izrail itu muncul karena setiap hari (pada waktu ashar) dan malamnya (pada waktu subuh) ia melihat begitu indah dan cemerlangnya amal-amal Nabi Idris AS yang diangkat ke langit.

Maka Izrail memohon kepada Allah SWT merealisasikan keinginannya itu, dan Allah mengabulkannya.
Maka Izrail menjelma menjadi manusia dan turun ke bumi.
Nabi Idris AS mempunyai amalan berpuasa setiap harinya sepanjang masa, dan berdiri untuk shalat sepanjang malam setelah waktu berbukanya, hingga matahari terbit.

Izrail dalam bentuk manusia datang bertamu, setelah mengucap salam dan diijinkan untuk masuk, ia langsung duduk di sebelah Nabi Idris. Beliau berkata;
“Apakah engkau mempunyai keperluan dengan aku?”
Tentu saja Nabi Idris AS tidak mengetahui kalau tamunya itu adalah malaikat maut, disangkanya hanya manusia biasa seperti kebanyakan tamu beliau. Izrail berkata;
“Tidak, aku hanya ingin menemani engkau jika diijinkan!”
Nabi Idris mengijinkannya dan beliau meneruskan aktivitas pekerjaan.

Sebagian riwayat menyebutkan, pekerjaan beliau adalah seorang penjahit. Setelah tiba waktu berbuka, datang malaikat dengan membawa hidangan surga.
Nabi Idris menghadapi hidangan itu sambil berkata kepada tamunya;
“Marilah makan bersamaku!”
Tentu saja Izrail tidak memerlukan makanan-makanan itu, maka ia menolak dan mempersilahkan Nabi Idris berbuka dan makan sendirian saja.

Usai berbuka, beliau langsung meneruskan beribadah seperti biasanya, berdiri untuk shalat sepanjang malam itu, sementara Izrail tetap duduk di tempatnya seperti sebelumnya.
Ketika matahari terbit dan Nabi Idris mengakhiri ibadah shalatnya, ia keheranan karena tamunya itu masih saja duduk menemaninya tanpa banyak perubahan seperti sebelumnya. Keheranan yang tidak perlu andai saja beliau tahu kalau tamunya itu seorang malaikat.

Pada pagi hari seperti itu biasanya Nabi Idris mulai bekerja menjahit, tetapi karena hari itu mempunyai tamu yang dalam sehari-semalam ini hanya duduk menemaninya, beliau berkata:
“Wahai Tuan, apakah tuan bersedia berjalan-jalan bersamaku sehingga engkau merasa senang?”
Izrail berkata:
“Baiklah!”

Mereka berdua berjalan, hingga ketika sampai pada suatu ladang, Izrail berkata:
“Apakah engkau mengijinkan aku mengambil beberapa tangkai dari tanaman ini untuk makanan kita berdua?”
“Subkhanallah,” Kata Nabi Idris, “Kemarin aku mengajak makan tetapi engkau menolak makanan yang jelas halalnya, tetapi hari ini engkau ingin makan dari yang haram!”
Malaikat Izrail hanya tersenyum mendengar jawaban itu, kemudian mereka melanjutkan perjalanan.

Mereka terus berjalan hingga empat hari lamanya, dan setiap kali masuk waktu berbuka, datang malaikat membawa hidangan untuk Nabi Idris. Setiap kali beliau mengajak makan hidangan surga itu, tentu saja Malaikat Izrail menolak. Akhirnya Nabi Idris menyadari kalau tamunya ini bukanlah manusia biasa, beliau berkata:
“Sebenarnya siapakah tuan ini?”
Izrail berkata:
“Saya adalah malaikat maut?”
Nabi Idris terkejut mendengarnya, dan berkata:
“Jadi engkau yang mencabut nyawa?”
“Ya,” Jawab Izrail.
Beliau berkata lagi:
“Engkau selalu berada di sisiku sejak empat hari yang lalu, apakah engkau juga mencabut nyawa seseorang (selama itu)?”
Izrail menjawab:
“Ya, bahkan banyak sekali aku mencabut nyawa!”
Beliau berkata:
“Bagaimana engkau melakukannya?”
Izrail berkata:
“Ruh-ruh semua mahluk itu ada di depanku, sebagaimana sebuah hidangan makanan. Mudah sekali aku meraih dan mengambilnya (yang telah tiba waktunya), seperti halnya engkau mengambil makanan di depanmu!”
Nabi Idris manggut-manggut tanda mengerti, walau mungkin beliau tidak melihat langsung bagaimana Malaikat Maut mencabut nyawa seseorang, pada saat yang sama sedang berjalan bersama dirinya selama empat hari terakhir.
Beliau berkata lagi:
“Apakah maksud kedatangamu kepadaku, sekedar berkunjung atau untuk mencabut nyawaku?”
Izrail berkata:
“Aku datang sekedar berziarah kepadamu dengan seizin Allah SWT!”

Sejenak Nabi Idris AS terdiam seperti memikirkan sesuatu, kemudian berkata;
“Wahai Malaikat Maut, kebetulan sekali, sesungguhnya aku mempunyai hajat (keperluan) kepadamu!”
“Apa hajatmu kepadaku?”
“Hajatku kepadamu adalah, hendaklah engkau mencabut nyawaku, dan aku memohon kepada Allah agar Dia menghidupkan aku lagi, sehingga aku bisa makin giat beribadah setelah aku merasakan sakitnya sakaratul maut!”
Izrail berkata;
“Aku tidak bisa mencabut nyawa seseorang kecuali atas seizin Allah, yakni yang telah sampai pada saat ajalnya. Sedangkan saat ini belum tiba saat ajalmu!”

Tetapi sesaat kemudian turun perintah Allah kepada Izrail agar mencabut nyawa Nabi Idris.
Maka Izrail memberitahukan perintah Allah tersebut kepada Nabi Idris, yang dengan senang hati menerimanya.
Izrail segera mencabut nyawa Nabi Idris dan beliau meninggal, tetapi setelah itu Izrail menangis tersedu-sedu karena merasa kehilangan sahabatnya dalam empat hari tersebut. Ia terus menangis dan merendahkan diri kepada Allah, sambil meminta agar Allah menghidupkan kembali Nabi Idris.

Setelah beberapa waktu lamanya Izrail dirundung kesedihan, Allah menghidupkan kembali Nabi Idris. Tentu saja Izrail sangat gembira, dan ia berkata:
“Bagaimana engkau merasakan sakitnya kematian?”
Nabi Idris berkata:
”Sesungguhnya hewan ketika dikelupas kulitnya (dikuliti) dalam keadaan hidup, maka sakitnya kematian itu seribu kali lebih sakit daripada itu!”
Izrail berkata:
“Sesungguhnya aku bersikap sangat lembut dan sangat hati-hati ketika mencabut nyawamu, yang belum pernah aku lakukan sebelumnya kepada siapapun!”
Nabi Idris berkata lagi:
“Aku masih mempunyai hajat kepadamu, sesungguhnya aku ingin melihat neraka jahanam, dan aku berharap bisa makin giat beribadah kepada Allah setelah melihat siksaan, rantai, belenggu dan berbagai macam azab neraka lainnya!”
Izrail berkata:
“Bagaimana aku bisa membawamu ke neraka jahanam tanpa seizin Allah!”

Tetapi sesaat kemudian Allah berfirman kepadanya untuk memenuhi permintaan Nabi Idris tersebut.
Izrail membawa beliau mengunjungi jahanam, memperlihatkan berbagai macam siksaan yang dipersiapkan bagi orang-orang yang mendurhakai Allah, seperti rantai dan belenggu api, ular, kalajengking, aspal, air yang mendidih, zaqqum dan berbagai macam siksaan lainnya. Semua itu membuat Nabi Idris menggigil penuh ketakutan, setelah itu ia membawa beliau kembali ke tempat semula di dunia.

Kemudian Nabi Idris berkata lagi:
“Wahai Malaikat Maut, aku masih mempunyai hajat lainnya kepadamu, yakni bawalah aku ke surga. Jika aku telah melihat dan merasakan kenikmatan surga, aku akan lebih bersemangat dalam beribadah dan melaksanakan ketaatan kepada Allah!”
Lagi-lagi Izrail berkata:
“Bagaimana mungkin aku membawamu ke surga tanpa seizin Allah!”

Dan seperti sebelumnya, Allah menurunkan perintah-Nya agar membawa Nabi Idris ke surga seperti permintaannya.
Segera saja Izrail membawa beliau, dan berhenti di pintu surga, yang dari sana telah terlihat berbagai kenikmatan di dalamnya, tetapi tidak membawa beliau masuk ke dalamnya.
Maka Nabi Idris berkata:
"Wahai saudaraku, aku telah merasakan sakitnya kematian, merasakan (pengaruh) dahsyatnya siksa neraka dan keterkejutan melihatnya. Apakah engkau berkenan meminta kepada Allah agar mengizinkan aku memasuki surga, sekedar minum seteguk airnya, untuk menghilangkan bekas-bekas sakitnya kematian dan dahsyatnya siksaan neraka!”
Izrail memanjatkan doa kepada Allah sesuai permintaan beliau, dan Allah mengabulkan serta mengizinkannya.
Maka Nabi Idris memasuki surga dan hanya minum seteguk air sesuai janjinya.
Tetapi sebelum keluar lagi, beliau meninggalkan terompah beliau di bawah pohon. Setelah berada di pintu surga lagi bersama Izrail, Nabi Idris berkata:
“Wahai Malaikat Maut, terompahku tertinggal di surga, aku akan mengambilnya!”

Nabi Idris segera masuk ke surga, tetapi beberapa waktu lamanya Izrail menunggu beliau tidak keluar juga, maka ia berkata:
“Wahai Idris, segeralah keluar!”
Nabi Idris menyahut dari dalam surga:
“Wahai Malaikat Maut, aku telah mendengar firman Allah bahwa tidak seorang manusia-pun kecuali akan merasakan sakitnya kematian, kemudian akan mendatangi neraka dan merasakan (walau hanya sedikit pengaruhnya) beratnya siksaan di dalamnya. Dan kalau beruntung, dia akan mendatangi surga dan merasakan kenikmatan di dalamnya, dan tidak pernah dikeluarkan lagi. Sesungguhnya aku telah merasakan seperti itu, dan kini telah masuk ke surga, maka aku tidak akan keluar lagi!”
Mendengar hujjah (argumentasi) itu Malaikat Izrail jadi ketakutan. Bagaimanapun semua itu terjadi berawal dari keinginannya untuk bersahabat dengan Nabi Idris. Ia takut Allah akan murka kepada dirinya karena sikap Nabi Idris yang tidak mau keluar dari surga, kembali ke dunia seperti semula.
Tetapi kemudian Allah berfirman kepadanya:
“Wahai Izrail, biarkanlah dia di sana, sesungguhnya telah menjadi ketetapan-Ku sejak zaman azali bahwa ia termasuk ahlul jannah!”

Sandaran Untuk Masa Depan



Alkisah, ada seorang anak yang bertanya pada ibunya, “Ibu, temanku tadi cerita kalau ibunya selalu membiarkan tangannya sendiri digigit nyamuk sampai nyamuk itu kenyang supaya ia tak menggigit temanku. Apa ibu juga akan berbuat yang sama?”
Sang ibu tertawa dan menjawab terus terang, “Tidak. Tapi, Ibu akan mengejar setiap nyamuk sepanjang malam supaya tidak sempat menggigit kamu atau keluarga kita.”

Mendengar jawaban itu, si anak tersenyum dan kembali meneruskan kegiatan bermainnya. Tak berapa lama kemudian, si anak kembali berpaling pada ibunya. Ternyata mendadak ia teringat sesuatu.
“Terus Bu, aku waktu itu pernah dengar cerita ada ibu yang rela tidak makan supaya anak-anaknya bisa makan kenyang. Kalau ibu bagaimana?” Anak itu mengajukan pertanyaan yang hampir sama.
Kali ini sang Ibu menjawab dengan suara lebih tegas, “Ibu akan bekerja keras agar kita semua bisa makan sampai kenyang. Jadi, kamu tidak harus sulit menelan karena melihat ibumu menahan lapar.”

Si anak kembali tersenyum, dan lalu memeluk ibunya dengan penuh sayang. “Makasih, Ibu. Aku bisa selalu bersandar pada Ibu.”
Sembari mengusap-usap rambut anaknya, sang Ibu membalas,
“Tidak, Nak! Tapi Ibu akan mendidikmu supaya bisa berdiri kokoh di atas kakimu sendiri, agar kamu nantinya tidak sampai jatuh tersungkur ketika Ibu sudah tidak ada lagi di sisimu. Karena tidak selamanya ibu bisa mendampingimu.”

Ada berapa banyak orang tua di antara kita yang sering kali merasa rela berkorban diri demi sang buah hati? Tidak sadarkah kita bahwa sikap seperti itu bisa menumpulkan mental pemberani si anak?
Jadi, adalah bijak bila semua orang tua tidak hanya menjadikan dirinya tempat bersandar bagi buah hati mereka, melainkan juga membuat sandaran itu tidak lagi diperlukan di kemudian hari. Adalah bijak jika para orang tua membentuk anak-anaknya sebagai pribadi mandiri kelak di saat orang tua itu sendiri tidak bisa lagi mendampingi anak-anaknya di dunia.

Kesederhanaan Seorang Khalifah



Rasulullah saw pernah bersabda dan berharap bahwa Islam akan menjadi kuat bila salah satu dari dua tokoh pemberani Quraisy akan masuk Islam. Dua tokoh yang di maksud adalah Umar bin Khattab dan Abu Jahal. Ternyata hidayah Allah jatuh kepada Umar bin Khattab ra. Semenjak Umar bin Khattab masuk Islam kaum Muslimin berani beribadah secara terang-terangan dan mental keberanian mulai bangkit. Sungguh masuknya Umar bin Khattab ra menjadikan rahmat bagi semenanjung Arabia dan juga bagi dunia.

Dalam catatan penulis modern dari barat Michael Hart, ia mencantumkan Umar bin Khattab dalam deretan seratus orang paling berpengaruh di dunia sepanjang sejarah peradaban manusia. Sudah tentu manusia nomer wahid diisi oleh Rasulullah Muhammad saw
Saat menjabat Khalifah Umar bin Khattab berlaku sangat zuhud meski beliau sesungguhnya seorang yang sangat kaya.
Pernah suatu hari jama'ah kaum Muslimin hendak menunaikan Shalat Jum'at, waktu sudah mepet dan khotbah Jum'at sudah disampaikan, tapi Amirul Mukminin Umar bin Khattab ra belum juga keluar dari rumahnya.
Sebagian jama'ah mulai menebak-nebak, jangan-jangan Khalifah sedang sakit karena tidak seperti biasanya ia terlambat menyampaikan khutbah jum'at.
Amirul Mukminin Umar bin Khattab ra adalah seorang yang disiplin tinggi, tidak pernah ia melalaikan kewajibannya sebagai pemegang amanat umat.
Dan tak beberapa lama kemudian Amirul Mukminin Umar bin Khattab ra keluar dari rumahnya menemui jama'ah kaum Muslimin yang sudah menanti di mulainya Khutbah jum'at.
Setelah memuji Allah dan bershalawat kepada Nabi Muhammad saw dan menyampaikan pesan taqwa kepada jama'ah ia menyampaikan perihal keterlambatannya mengisi khutbah jum'at. Amirul Mukminin Umar bin Khattab berkata;
"Bahwa aku hanya memiliki selembar pakaian ini saja yang selalu aku pakai setiap hari dalam menjalankan tugas kekholifahanku dan tadi aku mencucinya dan lama aku menungguinya hingga mengering." Sambil berkata seperti itu beliau selalu mengibas-ngibaskan pakaian gamisnya karena belum kering sepenuhnya.

Apa yang di lakukan Amirul Mukminin Umar bin Khattab ra adalah suatu teladan kesederhanaan yang sudah di contohkan dua orang sahabatnya yang sudah wafat terlebih dahulu yaitu Rasulullah saw dan Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. Umar bin Khattab pernah berkata;
"Rasulullah saw telah mendahuluiku dan Beliau telah memperoleh rahmat di sisi Allah, begitu juga Abu Bakar juga telah berhasil mencontohnya maka ia juga memperoleh rahmat di sisi Allah, dan sekarang tinggal aku seorang yang belum jelas nasibnya, maka akan menyesal aku bila tidak mencontoh mereka berdua"

Khalifah sebelumnya yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq ra dalam sehari rumah tangganya hanya menghabiskan sekitar 6 atau 7 dirham saja dan Abu Bakar telah mengganti semua gajih yang ia dapatkan dari Baitul Mal selama dua setengah tahun sebanyak 6.000 dirham. Abu Bakar telah menjual property yang ia miliki dari hasil perniagaannya selama ini dan hasil dari penjualannya itu di serahkan cash Baitul Mal.
Abu Bakar Ash-Shiddiq rq saat menjelang akhir hayatnya berwasiat kepada anaknya, Aisyah ra agar baju yang ia kenakan sekarang diberikan kepada Khalifah berikutnya karena masih layak pakai.

Mengetahui akan hal ini maka Umar bin Khattab ra berkata;
"Wahai Abu Bakar engkau telah menjadikan posisi Khalifah berikutnya sangat sulit"

Inilah contoh keteladanan yang pernah umat lihat, umat rasakan dan umat jalani. Memang benar bila harta melimpah yang kita peroleh dengan jalan yang halal bisa kita nikmati asal sudah ditunaikan zakatnya. Tapi di mata rakyat mereka akan melihat contoh pemimpinnya dalam hal kesederhanaan. Rakyat akan merasa sakit bila pemimpin mereka berpenampilan mewah dan glamor.

Semoga kita bisa di amanati menjadi pemimpin yang bisa mengikuti contoh teladan para khalifah terdahulu.

Ketika Malaikat Protes



Ketika Allah SWT berkehendak untuk menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi, malaikat melakukan protes tentang tindakan merusak dan kemaksiatan yang akan dilakukan oleh manusia, sebagaimana yang telah dilakukan oleh jenis jin yang telah mendiami bumi. Bahkan para malaikat ini agak membanggakan diri dengan berkata,
“Ya Allah, mengapakah Engkau menciptakan manusia yang akan berbuat kerusakan dan berbuat maksiat di muka bumi, sementara kami selalu bertasbih (memahasucikan, membaca subkhaanallah) dan bertahmid (memuji, membaca hamdalah) serta ber-taqdis (meng-qudus-kan, menyucikan dan membersihkan Engkau dari hal yang tidak layak)”

Tentu saja para malaikat itu tidak tahu, bahwa ketika Allah berkehendak menciptakan alam semesta dan segala isinya, hanyalah karena kecintaan-Nya kepada ar-Ruh al-Muhammadiyah, ruh Nabi Muhammad SAW yang nantinya ditiupkan pada mahluk berjenis manusia, jenis mahluk yang diputuskan Allah sebagai yang termulia. Maka, kebanggaan para malaikat itu, dijawab Allah dengan kesombongan yang memang hanya pantas untuk-Nya dan bukan selain-Nya, dengan firman-Nya, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui!!”

Allah al Khaliq, hanya Allah yang Maha Pencipta, hanya Allah yang sebenarnya Maha Pencipta skenario kehidupan. Ketika Nabi Adam AS telah diciptakan, Allah berkehendak mengajarkan segala nama-nama kepadanya, kemudian dikonfrontasikan dengan malaikat dalam suatu forum semacam “cerdas-cermat”. Tentu saja para malaikat tidak berkutik dan kalah telak dalam pertandingan tersebut, karena Allah memang tidak mengajarkan hal-hal itu kepadanya. Dan puncaknya, para malaikat diperintahkan untuk bersujud kepada Adam, bukan sujud ubudiyah, tetapi sebagai bentuk penghormatan dan pengakuan kemuliaan Adam sebagaimana dikehendaki Allah SWT. Mereka semua patuh bersujud kepada Adam kecuali Iblis, yang tetap bertahan dengan kesombongannya.

Kisah tersebut di atas telah sangat kita kenali karena diabadikan dalam beberapa ayat Al Qur’an, antara pada Surat Al Baqarah ayat 30-34.

Berlalulah waktu, Nabi Adam AS telah turun ke bumi dan anak keturunannya mulai banyak dan menyebar. Tindakan kriminal diawali oleh Qabil yang membunuh adiknya Habil, yang kemudian terus berkembang dan meluas, bahkan tindakan merusak lainnya dilakukan oleh anak cucu Adam. Bisa jadi lebih parah daripada yang dilakukan oleh para jin, ketika diserahi untuk mengelola bumi sebelumnya.

Melihat pemandangan di bumi seperti itu, dalam suatu forum sekali lagi para malaikat itu melontarkan pertanyaan yang bernada protes kepada Allah seperti sebelumnya,
“Ya Rabbi, apakah Engkau jadikan di bumi itu orang-orang yang merusak dan menumpahkan darah, padahal kami tetap bertasbih dan bertahmid, selalu men-sucikan dan memuji-muji Engkau?”

Dan sebagaimana pada awal penciptaan Nabi Adam, Allah SWT hanya berfirman, “Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui!!”
Para malaikat berkata,
“Kami lebih taat kepada-Mu daripada anak Adam, Ya Allah!!”

Para malaikat itu lupa, kalau mereka selama ini selalu taat dan beribadah, itu karena Allah telah melakukan “setting” seperti itu. Mereka selalu taat karena memang Allah menghendaki mereka “
hanya untuk taat, tidak diberikan pilihan lain. Berbeda dengan jin dan manusia yang memang diberikan Allah kemampuan memilih perbuatan yang diinginkannya, diberikan sebagian sangat kecil dari sifat-sifat Allah seperti berkehendak, berkuasa, mengetahui dan beberapa sifat lainnya, dalam rangka mengemban tugas sebagai khalifah di bumi. Termasuk juga dibekali dengan hawa nafsu untuk memelihara kelangsungan hidup manusia, dengan segala macam konsekwensinya.

Allah SWT yang tentunya sangat memahami kegalauan para malaikat tersebut, berkehendak untuk melanjutkan kompetisi yang pernah terjadi antara mereka dengan Adam, Dia berfirman, “Pilihlah dua malaikat di antara kalian, untuk menjalani ujian sebagaimana anak Adam menjalani ujian kehidupan di bumi, dan perhatikanlah apa yang akan mereka lakukan!!”

Para malaikat memilih dua di antara mereka yang sangat saleh dan cukup dekat kedudukannya dengan Allah, mereka berkata,
“Inilah dia ya Allah, Harut dan Marut!!”

Allah membekali dua malaikat tersebut dengan hawa nafsu sebagaimana anak Adam, dan diperintahkan untuk turun ke bumi dan bergaul dengan manusia. 

Tentu saja pada awalnya mereka berdua tampak sangat alim dan abid, hawa alam malakut masih cukup kental mewarnai mereka berdua.

Beberapa waktu berlalu, Allah SWT mempertemukan mereka dengan seorang wanita yang sangat cantik bernama Azzahrah. Walau penampilan dua malaikat tersebut sangat sempurna, tetapi Azzahrah sama sekali tidak tertarik. Sebaliknya dengan dua malaikat tersebut, tampaknya bekal nafsu yang diberikan Allah kepada keduanya telah mulai bekerja. Dua malaikat yang sangat taat kepada Allah ketika berada di alam malakut ini, tergila-gila dan merayu Azzahrah untuk menjadi istrinya, tetapi wanita tersebut tidak bergeming, memang dikehendaki Allah seperti itu. Tetapi dorongan nafsu yang pertama kali dirasakannya itu, bukan mereda dengan penolakan Azzahrah, justru berkobar-kobar. 

Azzahrah memang dijadikan Allah khusus untuk menguji malaikat Harut dan Marut, sekaligus pembelajaran bagi para malaikat lainnya yang menonton secara live kiprah dua malaikat yang telah dibekali nafsu, sebagaimana manusia tersebut. Ketika keduanya makin memaksa, Azzahrah berkata,
“Baiklah kalau demikian, aku setujui permintaan kalian, tetapi kalian harus memenuhi syarat-syaratku!!”
“Apakah syaratnya?”
“Kalian harus mengucapkan kalimat-kalimat syirik!!”
“Demi Allah, kami tidak akan menyekutukan Allah selama-lamanya!!” Kata keduanya, “Berikanlah kami syarat yang lainnya!!”
“Baiklah kalau begitu!” Kata Azzahrah. Ia beranjak pergi, dan sesaat kemudian ia datang dengan membawa seorang anak kecil, dan berkata kepada keduanya, “Bunuhlah anak kecil ini, dan aku akan menuruti kemauanmu!!”
“Demi Allah, kami tidak akan pernah membunuh manusia selamanya!!” Kata Harut dan Marut, “Berikanlah kami syarat yang lainnya!!”
“Baiklah kalau begitu!” Kata Azzahrah. Ia beranjak pergi, dan sesaat kemudian ia datang lagi dengan membawa dua gelas minuman keras (khamr), dan berkata,
“Demi Allah, aku tidak akan pernah menuruti kemauan kalian berdua kecuali jika kalian mau meminum khamr ini!!”

Dua malaikat itu mulai mempertimbangkan pilihan ketiga ini. Mereka tahu bahwa minum khamr memang dilarang, tetapi dalam pengertian dan logikanya, dosanya tidaklah seberapa jika dibandingkan dosa membunuh seorang anak dan musyrik. Karena dorongan nafsu yang telah memuncak, mereka memenuhi permintaan Azzahrah minum khamr yang dibawanya tersebut.

Tidak terlalu lama, reaksinya langsung terlihat. Kalau tadinya mereka bermaksud untuk menikahi Azzahrah, dengan tumpulnya akal karena pengaruh khamr, dorongan nafsunya yang lebih mengedepan. Melihat kecantikan Azzahrah yang begitu menggoda, apalagi tidak ada penolakan karena keduanya memenuhi permintaannya minum khamr, mereka terlibat perzinahan dengan Azzahrah. Ketika mereka menyadari ada anak kecil yang menyaksikan perbuatannya itu, mereka berdua membunuhnya. Dan tanpa sadar pula, mereka mengucapkan kalimat-kalimat yang menunjukkan kesyirikan kepada Allah.

Beberapa waktu kemudian pengaruh khamr itu berangsur menghilang, dan kedua malaikat itu kembali kepada akal sehatnya. Azzahrah berkata kepada keduanya,
“Tahukah kalian, apa yang telah kalian lakukan waktu kalian mabuk?”
“Apa yang kami lakukan?”
“Demi Allah, semua yang kalian menolaknya itu, kalian telah melakukannya. Kalian telah berzina denganku, kemudian kalian membunuh anak kecil itu, dan kalian juga mengucapkan kalimat-kalimat yang mengandung kesyirikan!!”

Setelah mengucapkan itu, Azzahrah berlalu pergi, dan kedua malaikat itu, Harut dan Marut menangis penuh sesal. Keduanya dipanggil kembali menghadap Allah dan diizinkan memilih untuk menebus kesalahannya tersebut dengan azab dunia atau azab akhirat. Mereka berdua memilih untuk diazab waktu di dunia ini. Dan setelah peristiwa tersebut, para malaikat tidak pernah lagi mempertanyakan atau memprotes kebijakan yang diambil Allah, seburuk apapun yang dilakukan oleh anak Adam. 

Tidak ada penjelasan pasti, bagaimana bentuk azab yang dialami oleh mereka berdua.

Kalau kita mempelajari QS Al Baqarah ayat 102, disana disebutkan bahwa dua malaikat yang diturunkan di daerah Babilon, Irak, bernama Harut dan Marut mengajarkan sihir. Jin kafir (syaitan) dan manusia yang ingkar mempelajari ilmu sihir tersebut dari mereka berdua, walau sebelum mengajarkannya, Harut dan Marut selalu berkata atau memberi nasehat, “Sesungguhnya kami ini adalah fitnah (ujian), karena itu janganlah kalian ingkar!!”

Tampak sekali kontradiksinya, bahwa kedua malaikat itu mengajarkan sesuatu yang sebenarnya mereka berdua tidak ingin mengajarkannya. Tetapi ketika syaitan dan manusia yang fasiq dan ingkar memaksa untuk mempelajarinya (berguru), kedua malaikat itu tidak berdaya menolaknya. Padahal mereka tahu, dengan ilmu yang diajarkannya tersebut (yakni ilmu sihir), manusia dan syaitan akan melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah, bahkan cenderung kepada kesyirikan. Termasuk misalnya memisahkan/menceraikan seseorang dari istrinya.

Bisa jadi apa yang dijabarkan oleh QS Al Baqarah 102 itu merupakan azab yang memang harus ditanggung oleh Harut dan Marut. Bisa dibayangkan, bagaimana tersiksanya perasaan kita jika kita dipaksa melakukan sesuatu yang kita tidak ingin melakukannya, atau kita benci melakukannya. Begitulah dengan dua malaikat tersebut, yang sebelumnya selalu menjalankan ketaatan, selalu bertasbih, bertahmid dan bertashdiq (meng-qudus-kan) kepada Allah, tiba-tiba diperintahkan (dipaksa) mengajarkan sesuatu (yakni sihir), yang dengan sesuatu itu manusia dan jin jadi ingkar dan maksiat kepada Allah, bahkan terjatuh dalam kemusyrikan. Seolah-olah Allah memaksa melibatkan keduanya dalam perbuatan yang dilarang oleh Allah.

 Wallahu A’lam.

Zubair Bin Awwam RA



Zubair bin Awwam masih sepupu Nabi SAW, walau usianya berbeda jauh. Ibunya adalah Shafiyyah binti Abdul Muthalib saudara dari ayahanda Rasulullah SAW, Abdullah. Dan ayahnya adalah Awwam bin Khuwailid, saudara dari Khadijah, istri Nabi SAW. Maka tak heran jika Nabi SAW sangat menyayanginya. Ia telah memeluk Islam pada masa-masa awal Islam didakwahkan ketika masih berusia 12 tahun, dalam riwayat lainnya 15 tahun. Karena itu ia termasuk dalam kelompok sahabat as sabiqunal awwalin, yang memperoleh pujian langsung dari Allah dalam Al Qur'an. Ia juga salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga ketika hidupnya.

Tidak lama setelah memeluk Islam, ia mendengar berita bahwa penduduk Makkah telah membunuh Nabi SAW, dengan marah ia menghunus pedangnya dan mencari tahu siapa yang membunuh beliau. Tetapi kemudian ia bertemu dengan Nabi SAW yang segar bugar saja, sementara pedangnya masih terhunus, Beliau bertanya,
"Apa yang terjadi denganmu, wahai Zubair?"
"Aku mendengar bahwa tuan telah dibunuh.." Kata Zubair.
"Lalu, apa yang akan kamu lakukan?" Tanya Nabi SAW.
"Aku akan memancung kepala orang yang membunuh tuan…"

Nabi SAW tersenyum melihat sikap dan semangatnya. Beliau mendoakan dia dan juga pedangnya, kemudian menyuruhnya pulang. Itulah pedang yang pertama kali dihunuskan demi untuk membela Islam.

Peristiwa itu merupakan gambaran awal bagaimana sikap Zubair bin Awwam terhadap Nabi SAW dan Islam, maka tak heran jika kemudian ia tak pernah absen dalam semua pertempuran bersama Nabi SAW dan setelah beliau meninggal. Jiwa dan semangat hidupnya dihabiskan untuk mengabdi pada perjuangan menegakkan panji-panji Islam.

Sebagaimana para sahabat pada masa awal, keislamannya membawanya kepada penyiksaan dari kaum Quraisy, walau sebenarnya ia dari keluarga terhormat dan sangat disegani. Pamannya sendiri, Naufal bin Khuwailid yang dikenal dengan nama "Singa Quraisy", pernah menggulungnya dengan tikar dan menggantungnya terbalik dalam keadaan terikat, dan di bawahnya ada api sehingga asapnya menyesakkan dadanya. Berbagai siksaan ditimpakan oleh kaum kerabatnya sendiri, tetapi semua itu tidak mampu mengembalikannya ke agama jahiliahnya.

Karena makin kerasnya tekanan dan siksaan yang ditimpakan kaum kafir Quraisy pada orang-orang yang memeluk Islam, Nabi SAW mengijinkan mereka untuk berhijrah ke Habasyah, dan Zubair termasuk di antaranya. Raja Habasyah, Najasyi memberikan perlindungan kepada para muhajirin ini, dan memberikan kebebasan untuk melaksanakan ibadahnya sendiri. Hal itu menimbulkan sekelompok orang melakukan pemberontakan, tidak setuju dengan sikap Najasyi tersebut. Sempat terjadi pertempuran, yang dalam pertempuran tersebut Zubair ikut berperan serta sebagai mata-mata untuk kepentingan Najasyi dan kaum muhajirin lainnya. Jika ternyata Najasyi kalah, ia harus segera memberitahukan agar kaum muslimin bisa segera meninggalkan bumi Habasyah. Tetapi Allah menghendaki kemenangan ada di pihak Najasyi, sehingga kaum muslimin dengan tenang tinggal di negeri Nashrani tersebut.

Walau hidup dalam keadaan damai dan tenang melaksanakan ibadah, tetapi hati Zubair selalu gelisah. Sejak ia memeluk Islam, hatinya seolah terikat dengan Rasulullah SAW. Ada kerinduan menggejolak untuk selalu bersama beliau, walau ada juga kekhawatiran. Karena itu, begitu mendengar keislaman Hamzah dan Umar bin Khaththab, yang membuat posisi kaum muslimin lebih kuat, ia segera kembali ke Makkah untuk bisa selalu bertemu dan melihat Rasulullah SAW, kapan saja kerinduannya itu datang.

Zubair juga dikenal sebagai penunggang kuda yang handal. Dialah salah satu dari hanya dua penunggang kuda pasukan muslim pada Perang Badar, dan ia diserahi Nabi SAW memimpin front/sisi kanan. Satu lagi adalah Miqdad bin Aswad, diserahi untuk memimpin front kiri. Dengan pedang yang pernah didoakan oleh Nabi SAW, jiwa kepahlawanannya jadi makin menonjol.
Dalam perang Badar tersebut ia mampu membunuh jagoan-jagoan Quraisy yang jadi andalan, seperti Naufal bin Khuwailid, Si Singa Quraisy yang masih pamannya sendiri, Ubaidah bin Said, Ibnul Ash bin Umayyah, dan lain-lain.

Pada awal perang Uhud, Nabi SAW mengangkat sebuah pedang dan berkata,
"Siapa yang mau mengambil pedang ini dengan memberikan haknya?"

Beberapa sahabat yang berkumpul tidak segera memberikan kesanggupan, maka Zubair bin Awwam segera menyahutnya,
"Saya, ya Rasulullah."

Tetapi Nabi SAW hanya memandangnya sekilas, kemudian mengulangnya hingga tiga kali, dan hanya Zubair yang dengan segera menyanggupinya. Namun demikian beliau tidak menyerahkan pedang tersebut kepadanya. Ketika Abu Dujanah yang menyanggupinya, beliau langsung menyerahkannya. Ini bukan berarti Nabi SAW tidak mempercayainya, tetapi Zubair telah memiliki pedang yang pernah didoakan Nabi SAW sehingga ia tidak memerlukan pedang lainnya. Biarlah pedang tersebut dipegang dan dimiliki sahabat lain untuk mengukirkan kepahlawanannya kepada Islam.

Pada perang Uhud itu pula, pemegang panji kaum musyrikin, Thalhah bin Abu Thalhah menantang duel, tetapi tidak ada yang menyambutnya, sehingga dengan congkaknya ia meremehkan pasukan muslim. Ia memang seorang jagoan Quraisy yang perkasa. Segera saja Zubair keluar menyambut tantangannya. Ia berhasil meloncat ke atas belakang unta Thalhah dan mereka jatuh bergulingan di atas tanah. Zubair berhasil membantingnya kemudian membunuhnya dengan pedang kesayangannya, pedang yang pernah didoakan Rasulullah SAW.

Nabi SAW memuji ketangkasan Zubair tersebut dan beliau bersabda,
"Setiap nabi itu mempunyai hawariyyun (pembela), dan hawariyunku adalah Zubair…"

Begitu juga dalam perang Khandaq, saat itu Naufal bin Abdullah bin Mughirah al Makhzumi menaiki tempat yang tinggi kemudian menantang duel kaum muslimin. Nabi SAW sempat menawarkan pada salah seorang sahabat untuk melayani tantangan tersebut, dan ia menyanggupinya kalau memang diperintahkan. Tetapi kemudian Nabi SAW melihat keberadaan Zubair bin Awwam, beliaupun bersabda,
"Bangunlah kamu, ya Abu Safiah, pergilah kepadanya!"

Majulah Zubair menghadapi Naufal, Mereka beradu kekuatan, saling merangkul dan bergulingan di tanah. Nabi SAW menyatakan bahwa siapa yang jatuh ke bawah lebih dahulu, dialah yang akan terbunuh. Beliau berdoa dan diamini oleh sahabat-sahabat lainnya. Tak lama kemudian Naufal jatuh, dan Zubair jatuh di atas dadanya, ia segera membunuhnya.

Begitulah, hampir semua pertempuran diterjuninya. Bahkan sebuah riwayat menyebutkan, Zubair bin Awwam adalah satu-satunya sahabat yang tidak pernah absen dari pertempuran yang dilakukan bersama Nabi SAW. Mungkin itu sebagian dari penjabaran bahwa Zubair memang hawari (pembela) Nabi SAW. Dan dalam setiap pertempuran, ia selalu menunjukkan jiwa dan semangat jihadnya, jiwa dan semangat untuk memperoleh syahid di jalan Allah. Begitu juga dengan berbagai pertempuran yang diterjuninya sepeninggal Nabi SAW.

Nama Zubair hampir tidak bisa dipisahkan dengan Thalhah. Kalau disebut nama Zubair, pastilah orang akan menyebut Thalhah, dan kalau ada yang menyebut Thalhah, pastilah Zubair disebut juga. Mereka berdua memang memiliki banyak kesamaan, sejak kecil dan remaja tumbuh bersama. Ketika mereka berdua memeluk Islam, Nabi SAW-pun mempersaudarakan mereka, di samping mereka berdua memang masih kerabat dekat dengan beliau. Bahkan kemudian Nabi SAW pernah berkata,
"Thalhah dan Zubair adalah tetanggaku di surga…..!"

Tidak ada bedanya jiwa perjuangan Thalhah dan Zubair dalam membela Islam, begitu juga dengan jiwa pemurah dan kedermawanannya. Seperti halnya Thalhah, ketika tidak sedang mengangkat pedangnya untuk berjuang di jalan Allah, ia akan mengurus perniagaannya, dan hasil perniagaannya lebih banyak dibelanjakan di jalan Allah daripada dinikmatinya sendiri. Bahkan dalam soal shadaqah dan membelanjakan harta di jalan Allah ini, bisa dikatakan "besar pasak daripada tiang." Ia tidak segan untuk berhutang demi memuaskan jiwa pemurah dan dermawannya. Tetapi ia selalu mencatat dengan rapi hutang-hutangnya tersebut, dan mewasiatkan kepada anaknya, Abdullah bin Zubair untuk membayar hutangnya jika sewaktu-waktu ia meninggal, sambil ia berpesan,
"Bila nanti engkau tidak mampu membayar hutang-hutang tersebut, minta tolonglah kepada Induk Semang(Maulana) kita!!"
"Induk Semang yang mana yang bapak maksudkan?" Tanya Abdullah bin Zubair.
"Induk Semang dan Penolong kita yang utama, yakni Allah SWT…."

Maka, setiap kali Ibnu Zubair mengalami kesulitan dalam membayar hutang bapaknya, ia selalu berdoa,
"Wahai Induk Semangnya Zubair, tolonglah aku melunasi hutangnya…!"

Tidak lama setelah itu, selalu ada jalan keluar bagi Ibnu Zubair untuk melunasi hutang-hutang ayahnya.

Seperti telah ditakdirkan untuk bersama-sama, kedua orang bersahabat itu, Zubair dan Thalhah inipun menjemput syahidnya bersama, yakni dalam perang Jamal di masa khalifah Ali bin Abi Thalib. Hanya saja dalam perang saudara tersebut ia bersama Thalhah bin Ubaidillah dan Ummil Mukminin Aisyah memimpin pasukan dari Bashrah untuk melakukan perlawanan kepada Ali bin Abi Thalib, dengan dalih menuntut balas kematian Utsman. Padahal beberapa waktu sebelumnya mereka ikut memba'iat Ali sebagai khalifah. Inilah memang dahsyatnya bahaya fitnah, sehingga orang-orang terpilih di masa Rasulullah SAW saling berperang satu sama lainnya.

Ada perbedaan pendapat tentang syahidnya Zubair. Satu riwayat menyebutkan, ketika pertempuran mulai berlangsung dan dari kedua pihak berjatuhan korban tewas, Ali menangis dan menghentikan pertempuran, padahal saat itu posisinya dalam keadaan memang. Ali meminta kehadiran Thalhah dan Zubair untuk melakukan islah. Ali mengingatkan Thalhah dan Zubair berbagai hal ketika bersama Rasulullah SAW, termasuk ramalan-ramalan beliau tentang mereka bertiga. Thalhah dan Zubair menangis mendengar penjabaran Ali dan seolah diingatkan akan masa-masa indah bersama Rasulullah SAW, apalagi saat itu mereka melihat Ammar bin Yasir ikut bergabung dalam pasukan Ali. Masih jelas terngiang sabda Nabi SAW ketika ‘kerja bakti’ membangun masjid Nabawi, "Aduhai Ibnu Sumayyah (yakni, Ammar bin Yasir), ia akan terbunuh oleh kaum pendurhaka…..!!"

Zubair dan Thalhah memutuskan menghentikan pertempuran dan ia menyarungkan senjatanya, kemudian berbalik menemui pasukannya. Tetapi ada anggota pasukan yang tidak puas dengan keputusan ini dan mereka memanah keduanya hingga tewas. Sebagian riwayat menyebukan pembunuhnya dari pasukan Ali, riwayat lain dari pasukan Bashrah sendiri.

Sedangkan riwayat lain menyebutkan, pertempuran berlangsung seru dan pasukan Bashrah dikalahkan oleh pasukan Ali, Thalhah dan Zubair bin Awwam gugur menemui syahidnya. Sedangkan Ummul Mukminin Aisyah dikirimkan lagi ke Madinah dengan pengawalan saudaranya, Muhammad bin Abu Bakar yang ada di fihak Ali.

Zubair meninggal dalam usia 64 tahun, dan jenazahnya di makamkan di suatu tempat yang disebut Waadis Sibba, sekitar 7,5 km dari kota Bashrah, di Irak sekarang ini.

Usai pertempuran, ketika Ali sedang beristirahat, datang salah seorang prajuritnya dan berkata,
"Amr bin Jurmuz at Tamimi, pembunuh Zubair bin Awwam menunggu di luar, minta ijin untuk menghadap!!"

Ali mengijinkannya. Amr masuk dengan pongahnya, ia mengira akan memperoleh pujian dan penghargaan karena telah membunuh seseorang yang memusuhi khalifah Ali. Tapi begitu bertatap muka, Ali membentaknya dengan keras, dan berkata,
"Apakah pedang yang kamu bawa itu pedang Zubair??"

Dengan gemetar ketakutan, ia berkata,
"Benar, ini pedang Zubair, saya merampasnya setelah saya membunuhnya!"

Ali mengambil pedang tersebut dari tangannya dan menggenggamnya penuh perasaan dan khusyu, diciumnya pedang yang pernah didoakan Nabi SAW tersebut penuh rindu dan haru, hingga air mata membasahi pipinya, kemudian Ali berkata, "Pedang ini, Demi Allah, adalah pedang yang selama ini digunakan pemiliknya untuk membebaskan Nabi SAW dari berbagai marabahaya…..!!"

Setelah itu Ali memandang Amr bin Jurmuz dengan mata menyala,
"Mengenai dirimu, wahai pembunuh Zubair, bergembiralah dengan masuk neraka, atas apa yang kamu lakukan kepada putra Shafiyah ini….!"

Amr berlalu dengan dongkol karena maksudnya tidak tercapai, sambil ia bergumam, "Aneh sekali tuan-tuan ini, telah kami bunuh musuh tuan, tetapi tuan katakan saya akan masuk neraka….!!"