Cari Artikel

Murid Yang Tidak Berterima Kasih



Seorang yang sangat ahli tanding gulat, ia mempunyai 360 lebih cara kuncian untuk mengalahkan lawan-lawan tandingnya. Ia menjadi juara tak terkalahkan selama beberapa tahun lamanya. Ia mengajarkan kemampuannya kepada orang-orang yang memang mau belajar kepadanya, ia tidak pelit dengan ilmunya itu.
Salah seorang muridnya mempunyai bakat yang sangat baik, dalam waktu sekejab saja sang murid telah menguasai berbagai keahliannya.

Dalam even-even pertandingan gulat yang dilakukan oleh kerajaan, sang guru ini tidak lagi mengikutinya dan mengirimkan muridnya yang sangat berbakat itu. Tidak membutuhkan waktu lama, sang murid telah menjadi sangat terkenal dan menjadi juara menggantikan kedudukan gurunya. Selama bertahun-tahun berikutnya, ia menjadi juara tak terkalahkan seperti halnya gurunya sebelumnya.

Sang murid tersebut memang seorang pemuda yang berbadan kekar dan tenaganya kuat sekali. Dengan didikan yang baik dan teknik-teknik yang diajarkan gurunya tersebut, makin lengkap saja kemampuannya. Sayangnya, ketika berada di puncak kepopuleran dan karirnya, sang murid ini menjadi sombong. Seperti kata pepatah: kacang yang lupa pada kulitnya, orang yang lupa pada asal-usulnya.

Ia memang tidak tinggal lagi belajar pada gurunya itu, tetapi orang-orang yang memujinya masih tidak pernah melupakan peran gurunya tersebut dalam mendidiknya, dan hal itu membuat ia tidak terima. Ia mengatakan bahwa berbagai kemampuan dan teknik itu memang telah dimilikinya sendiri sebelumnya. Bahkan dalam puncak kekurangan-ajarannya, ia berkata kepada sang Raja,
“Wahai Raja, keunggulan guru dibandingkan dengan saya hanyalah karena umurnya dan haknya sebagai pelatih, yang telah mengajari saya. Dalam hal teknik dan seni saya telah menyamainya, bahkan saya melampauinya dalam hal kekuatan!!”

Sang guru hanya tersenyum ketika mendengar berita tentang perkataan muridnya tersebut. Ia tidak berkomentar, bahkan cenderung mengabaikan berita itu begitu saja. Ia memang seorang yang bijaksana, dan sejak muridnya itu belajar, ia telah memperkirakan hal seperti ini akan terjadi. Tampak dari watak dasar dari muridnya tersebut. Karena itu, sejak awal ia telah meninggalkan satu dua kuncian yang tidak diajarkan kepada muridnya tersebut.

Karena kesombongan anak muda itu makin menjadi-jadi, bahkan ia meremehkan gurunya itu, maka sang Raja memerintahkan untuk diadakan pertandingan antara keduanya. Didirikanlah panggung yang megah dan mengundang semua pembesar kerajaan, untuk menggelar pertandingan gulat tersebut.

Sang murid yang perkasa memasuki gelanggang laksana gajah yang buas, ia mendengus layaknya ingin merobohkan sebuah gunung dengan kekuatannya itu. Sementara sang guru, walau tampak tua dan lemah dibandingkan dengan muridnya tersebut, ia berdiri dengan tenang di tengah arena. Begitu dimulai, sang murid menyerang dengan garangnya, tetapi dengan sedikit gerakan sang guru bisa mengelakannya. Pada serangan ke dua, tampaknya sang murid mengerahkan segala kekuatan dan kemampuan tekniknya, kali ini sang guru, yang dengan mudah mengenali teknik serangan muridnya, bahkan mengenali kelemahannya, menghadang serangan tersebut. Dengan mudah ia mematahkan serangannya itu, dan kemudian melakukan kuncian yang selama ini tidak pernah diajarkannya kepada siapapun. Sang murid mengerahkan segala kekuatan untuk melepaskan diri, tetapi gagal juga. Makin kuat ia berontak, makin sakit saja rasanya kuncian yang dilakukan gurunya. Sampai suatu ketika, sang guru mengangkat tubuhnya dan membanting ke tanah dengan kerasnya sehingga seluruh kekuatannya seperti dilolosi dari sendi-sendinya. Ia berusaha bangkit, tetapi ternyata jatuh lagi, tidak kuat menyangga tubuhnya sendiri.

Penonton bersorak dengan gemuruh tanda gembira. Bagaimanapun mereka juga tidak senang dengan sikap sombong anak muda itu, bahkan hingga meremehkan sang guru.

Raja bangkit dari tempat duduknya, menghampiri sang guru yang masih berdiri dengan tegapnya, walau dengan sikap merendah. Ia melepas jubah kehormatannya dan memakaikannya kepada sang guru, sambil berkata kepada anak muda yang tampak lemah tak berdaya,
“Engkau menantang gurumu, menuntut diri lebih baik, tetapi engkau tidak bisa membuktikan ucapanmu!!”
Anak muda itu berkata, “Wahai raja yang berkuasa, itu bukan karena kekuatannya yang bisa melumpuhkan saya. Tetapi karena suatu ilmu rahasia yang saya belum pernah diajarkannya, dengan rahasia itulah ia mengalahkan saya!!”

Mendengar pengaduannya itu, sang guru berkata, “Dengan peringatan akan datangnya saat seperti ini, maka seorang bijaksana pernah berkata: Jangan berikan semua (rahasia) kekuatanmu kepada sahabatmu, karena jika ia berbalik menjadi musuhmu, maka kamu akan dikalahkan. Apakah engkau tidak pernah mendengar cerita itu, yakni seseorang yang dilukai sendiri oleh muridnya??”

Tamak Kepada Harta Dunia



Nabi Isa AS terkenal sebagai seorang Nabi yang sangat zuhud.
Suatu ketika ada seorang lelaki Bani Israil mendatangi beliau yang sedang sendirian dan berkata,
“Wahai Isa, saya ingin bersahabat dan selalu bersamamu!”
Nabi Isa berkata,
“Baiklah, marilah berjalan mengikutiku!”

Beberapa waktu lamanya berjalan menyusuri sungai, lelaki yang mengikuti beliau itu tampaknya merasa lapar. Nabi Isa mengajaknya beristirahat, dan beliau mengeluarkan tiga potong roti dari balik baju beliau yang kumuh. Entah, kapan beliau membelinya atau sejak kapan beliau menyimpannya di balik baju tersebut? Padahal dengan kezuhudannya, beliau tidak pernah membawa atau menyimpan makanan atau harta apapun ke manapun beliau pergi.

Nabi Isa menaruh tiga potong roti itu di depan mereka berdua, beliau makan satu potong dan lelaki itu ikut makan satu potong juga. Tersisa satu potong yang dibiarkan begitu saja.
Nabi Isa turun ke sungai untuk minum air, dan ketika kembali kepada lelaki teman seperjalanannya itu, sepotong roti yang tersisa itu telah hilang atau habis.
Nabi Isa bertanya,
“Siapakah yang mengambil sepotong roti itu?”
“Saya tidak tahu!!” Katanya.

Nabi Isa memandangnya sesaat dengan tajam, kemudian mengajaknya pergi melanjutkan perjalanan. Beberapa waktu lamanya perjalanan, mereka tiba di pinggiran suatu hutan. Beliau melihat seekor rusa dengan dua ekor anaknya, dan beliau memanggil salah satu anaknya. Setelah mendekat, beliau menyembelih dan membakarnya, dan memakan dagingnya berdua dengan temannya itu hingga habis. Setelah itu itu Nabi Isa memanggil anak rusa tersebut, dan dengan ijin Allah, tulang-belulangnya dengan tiba-tiba telah kembali menjadi anak rusa yang utuh dan berlari kembali ke induknya. Lelaki itu hanya bisa memandang dengan perasaan takjub.

Nabi Isa berkata kepada temannya itu,
“Demi Allah yang telah menunjukkan padamu bukti kekuasaan-Nya ini, siapakah yang mengambil sepotong roti yang ke tiga itu?”
“Saya tidak tahu!!” Kata lelaki itu, masih bertahan dengan jawabannya semula.

Lagi-lagi Nabi Isa hanya memandangnya sesaat dengan tajam, kemudian mengajaknya melanjutkan perjalanan. Tidak lama kemudian, mereka terhalang oleh sungai yang cukup lebar, tidak ada tukang perahu atau rakit yang bisa dimintai tolong. Maka Nabi Isa memegang tangan lelaki itu, dan menuntunnya berjalan di atas permukaan air dengan tenangnya. Ketika telah sampai di seberang, beliau berkata lagi,
“Demi Allah yang telah menunjukkan padamu bukti kekuasaan-Nya ini, siapakah yang mengambil sepotong roti yang ke tiga itu?”
“Saya tidak tahu!!” Kata lelaki itu, masih saja bertahan dengan jawabannya.

Seperti sebelumnya, Nabi Isa hanya memandangnya sesaat dan mengajaknya meneruskan perjalanan. Tiba di tengah hutan, mereka beristirahat, Nabi Isa mengambil segenggam tanah dicampur dengan kerikil, dan mengepalnya menjadi tiga bagian sama besar. Setelah itu beliau bersabda,
“Dengan ijin Allah, jadilah kalian emas!!”

Tiga gumpalan tanah itu menjadi emas, lelaki itu tampak berbinar-binar matanya. Nabi Isa berkata sambil lalu,
“Satu emas untukku, satu emas untukmu, dan satunya lagi untuk orang yang mengambil sepotong roti yang ke tiga itu!”
Segera saja lelaki itu berkata,
“Wahai Nabi Isa, akulah orang yang memakan roti yang ketiga itu!”
Nabi Isa bangkit berdiri, dan berkata,
“Ini, ambillah semua emas ini, aku tidak memerlukannya, tetapi jangan pernah mengikuti aku lagi!”

Nabi Isa pergi meninggalkannya, tetapi tampaknya ia tidak perduli lagi. Bahkan sampai beliau hilang dari pandangan, dengan tamaknya, ia masih asyik membolak-balik emas yang penuh ajaib tersebut.

Tetapi tiba-tiba datang dua orang yang bermaksud merampas hartanya, untungnya ia mempunyai kemampuan bernegosiasi. Dengan bujuk rayu, ia berhasil menggagalkan maksud ke duanya dan menjanjikan untuk membagi tiga harta yang dimilikinya sama rata, mereka berdua menyetujuinya.

Kini mereka bertiga berjalan bersama layaknya seorang sahabat akrab.
Ketika merasa lapar, ia memberi uang kepada salah satu dari orang tersebut untuk membeli makanan di warung yang tempatnya agak jauh.

Setelah temannya berlalu pergi, keduanya berbincang-bincang. Ia berkata,
“Untuk apa kita mesti membagi tiga harta ini. Sebaiknya kita bagi untuk kita berdua saja. Jika temanmu itu datang, kita bunuh saja, gimana?”
“Ide yang brillian! Biar aku yang melakukannya jika nanti ia muncul” Kata lelaki satunya, yang tampaknya tidak kalah tamaknya dengan teman barunya itu.

Tetapi sepertinya ketamakan itu juga tengah meliputi lelaki yang sedang disuruh membeli makanan itu. Terbersit dalam pikirannya,
“Untuk apa susah-susah membagi hartanya itu, semua itu adalah milikku. Biarlah makanannya nanti kucampuri dengan racun!”

Setelah ia makan sepuas-puasnya di warung, dan meminta dua porsi makanan lainnya dibungkus, ia pergi membeli racun dan mencampurkannya dengan makanan dua temannya itu. 

Begitulah, ketika ia kembali, temannya langsung memukulinya dengan kayu yang cukup besar sehingga ia tewas seketika. Mereka berdua sangat gembira, mudah sekali memujudkan rencananya itu. Karena perut keroncongan, mereka memutuskan untuk makan terlebih dahulu sebelum membagi hartanya. Tetapi belum sampai setengah porsi mereka habiskan, leher mereka itu serasa tercekik dan mereka jatuh terguling, mati dengan mulut berbusa dan wajah membiru karena racun yang sangat kuat. 

Tidak berlalu lama, Nabi Isa bersama beberapa orang sahabat beliau melewati tempat tersebut dan mendapati tiga mayat dengan harta berserakan di sekitarnya. Beliau mengenali satunya sebagai orang yang pernah mengikuti beliau itu. Beliau berpesan kepada sahabat-sahabatnya,
“Inilah contohnya (tamak kepada) dunia, hendaklah kalian berhati-hati dengan harta dunia ini!”

Keislamannya Istri Pembesar Quraisy



Hindun binti Uqbah adalah istri Abu Sufyan, pembesar Mekah. Tadinya ia sangat membenci Islam. Dalam perang Badar ia kehilangan ayah, paman dan kakaknya yang berhasil di bunuh pasukan Muslim. Dalam peperangan lain, ia pun kehilangan anak-anaknya.

Pada perang Uhud, Hindun berusaha membalaskan dendamnya dengan menyuruh budaknya, Wahsyi. Untuk membunuh Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Rasulullah saw)
Setelah Wahsyi berhasil membunuh Hamzah, Hindun mencincang jenazah paman Rasul yang mulia itu.

Rasulullah dan para sahabatnya sangat murka melihat perbuatan keji ini sampai Allah SWT menurunkan ayat yang menentramkan mereka.
Kini Rasulullah saw dan pasukannya berhasil menaklukkan Mekah hampir tanpa kekerasan sama sekali.

Disaat itu Hindun binti Uqbah terbuka hatinya. Bersama perempuan Quraisy lainnya, Hindun mendatangi Rasulullah saw di Abtah untuk memberikan sumpah setia kepada Islam. Namun ia ragu apakah Rasulullah saw mau mema'afkan perbuatannya dimasa lalu. Maka ia mengenakan kerudung untuk menutupi wajahnya.

Setelah bertemu Rasulullah saw, Hindun berkata;
"Rasulullah, puji syukur kepada Allah yang telah memberi kemenangan kepada Dien (agama) yang di pilihNya sendiri sehingga aku mendapat manfaat dengan berkahmu"
Hindun menghela nafas sejenak, kemudian berkata lagi;
"Muhammad, aku seorang wanita yang mengimani Allah dan mengakui RasulNya"
Setelah itu ia membuka kerudungnya seraya berkata;
"Aku Hindun binti Uqbah"
Waktu itu Hindun tidak tahu apakah Rasulullah saw mau memaafkannya.
Alangkah leganya ketika ia mendengar Rasulullah saw bersabda;
"Ahlan wa sahlan, selamat datang (dalam agama Islam)"
Hindun berkata lagi;
"Demi Allah, dulu tidak seorang pun di muka bumi ini dari orang-orang di negri manapun yang lebih ingin aku lecehkan selain tanah tempatmu berdiri. Kini tak seorang pun di muka bumi ini yang tanahnya lebih aku ingin agungkan selain tanah tempatmu berpijak"
Rasulullah saw menerima pernyataan itu, lalu membacakan ayat-ayat Al-Qur'an. Setelah itu Hindun pulang dan menghancurkan berhala-berhala di rumahnya dengan kapak sambil berkata;
"Kami tertipu olehmu"

Hindun menjadi muslimah yang baik berkat pemberian maaf yang begitu indah dari Rasulullah saw.

Bagi Allah, Engkau Sungguh Tak Ternilai Harganya



ZAHIR, Seorang Badui miskin, cacat dan tua, tengah menjual barang di pasar.
Nabi SAW bermaksud mengejutkan dia.

Nabi datang dari arah belakang Zahir dan mengunci tubuh Zahir dari arah belakangnya.
Zahir terkejut, dan ia segera saja berusaha untuk mencari tahu siapa yang sudah mengunci tubuhnya dari belakang itu.
Begitu ia melihat bahwa itu adalah Nabi SAW ia sangat kaget. Spontan ia berdiri diam dan memeluknya.

Kemudian Nabi SAW bercanda seraya menyapa orang-orang yang lewat,
“Siapa yang mau membeli orang ini?”
Zahir, yang masih dipeluk oleh Nabi, tertawa. Ia kemudian berkata,
“Saya tidak punya apa-apa, tidak seorang pun akan membeli saya.”
Zahir berkata begitu karena usianya sudah tua dan tubuhnya cacat.
Nabi SAW mengatakan kepadanya,
“Tapi bagi Allah, Engkau sungguh mahal dan tak ternilai harganya."

Salah Satu Hikmah Dari Menikah



Seorang pemuda menghabiskan banyak waktunya untuk ibadah, dan sedikit waktu untuk bekerja mencari penghasilan, sekedar memenuhi kebutuhannya yang memang tidak banyak. Ketika orang tua dan kerabatnya bermaksud menikahkannya, ia selalu saja menolak. Ia beranggapan bahwa kesibukannya mengurus istri dan anak-anak hanya akan mengganggu ibadahnya kepada Allah.

Pemuda itu makin disukai banyak orang karena kesalehannya, dan banyak di antaranya yang ingin mengambilnya sebagai menantu. Di jaman itu, ukuran keutamaan seseorang di masyarakat adalah akhlak dan kesalehannya, tidak seperti sekarang ini yang lebih mengacu pada harta dan profesinya. Karena itu, walau pekerjaannya hanya sekedarnya yang mungkin tidak bisa mencukupi kebutuhan suatu keluarga, banyak sekali orang yang ingin melamar pemuda itu untuk dinikahkan dengan putrinya. Tetapi pemuda tersebut menolak dan tetap teguh dengan pendiriannya, dan makin meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadahnya kepada Allah.

Suatu hari ketika bangun dari tidurnya, tiba-tiba saja pemuda itu berkata, “Nikahkanlah aku, nikahkanlah aku!!”

Orang tua dan para kerabatnya yang ada di situ, saling berpandangan penuh keheranan. Salah seorang dari mereka berkata,
“Mengapa tiba-tiba engkau minta menikah, padahal selama ini engkau selalu menolaknya walau banyak yang menginginkan dirimu?”
Pemuda itu berkata,
“Saya ingin mempunyai anak yang banyak, dan ada di antara mereka yang meninggal ketika masih kecil (belum baligh), dan saya akan bersabar karenanya!”

Sekali lagi orang tua dan kerabatnya berpandangan tidak mengerti, sepertinya tidak ada hubungannya dengan keinginannya yang tiba-tiba itu. Pemuda itu mengerti kebingungan mereka, dan ia menceritakan kalau baru saja bermimpi, seolah-olah kiamat telah tiba. Ia berdiri di padang Makhsyar dalam keadaan panas dan haus yang tidak terperikan, seolah-olah akan mematahkan lehernya. Tidak ada sesuatu yang bisa diminum untuk menghilangkan rasa haus dan panas itu, dan sepertinya penderitaan itu akan berlangsung sangat lama.
Dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba ia melihat anak-anak yang berjalan dan bergerak di antara begitu banyak orang dengan membawa gelas-gelas perak yang ditutup dengan saputangan dari cahaya. Mereka itu mencari-cari dan ketika menemukan seseorang, mereka memberikan minuman dalam gelas tersebut. Ketika beberapa anak melewatinya, ia mencoba mengulurkan tangan mengambil gelas itu sambil berkata,
“Berikanlah kepadaku karena aku juga sangat haus!”
Anak-anak itu menghalangi maksudnya, mereka memandanginya beberapa saat, kemudian berkata,
“Anda tidak mempunyai anak di antara kami, dan kami hanya memberikan minuman kepada ayah dan ibu kami!”
Pemuda itu berkata,
“Siapakah kalian ini!!”
Mereka menjawab,
“Kami adalah anak-anak dari kaum muslimin, dan kami meninggal sewaktu kami masih kecil, dan orang tua kami bersabar dengan musibah dari Allah tersebut!!”

Pemuda itu berkata kepada orang tua dan kerabat yang mengitarinya,
“Saat itu aku sangat menyesal dan menangisi nasibku karena tidak mau menikah. Mungkin itu hukumanku karena tidak mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Tetapi tiba-tiba aku terbangun dan semua peristiwa itu ternyata hanya dalam mimpi, walau sepertinya sangat jelas dan terasa nyata. Karena itulah aku tiba-tiba berteriak minta segera dinikahkan!”