Cari Artikel

Nabi Khidir Dengan Rasulullah SAW




Ketika Rasulullah SAW sedang berada didalam masjid, beliau mendengar orang berdoa;
”Ya Allah, tolonglah aku atas apa yang bisa menyelamatkan aku dari apa yang paling kutakuti”.
Lalu Rasulullah bersabda, ”Mengapa orang itu tidak menyertakan pasangan doa’nya yang seperti ini, Ya Allah berilah kepadaku kerinduan orang-orang shalih yang paling mereka rindukan”.

Kemudian Rasulullah SAW menyuruh sahabatnya Anas untuk menyampaikan pasangan do’a tersebut kepada orang yang sedang berdo’a tadi.
Setelah Anas menyampaikan kepada orang tersebut perihal pasangan do’a dari Rasulullah SAW, maka orang itu berkata,
”Ya Anas, katakan kepada Rasulullah SAW bahwa Allah telah memberi kelebihan karunia kepadanya diatas para nabi seperti kelebihan kepada ummatnya di atas ummat para nabi lain, seperti kelebihan bulan Ramadhan atas bulan-bulan lainnya dan memberi kelebihan hari Jum’at atas hari-hari yang lain.

Anas terperanjat pada saat lelaki itu menoleh ke arah Anas, karena yang nampak adalah Khidir as.
Lalu orang itu berdo’a,
”Ya Allah, jadikanlah aku termasuk golongan ummat yang dimuliakan ini”.

(Riwayat Ibnu Addi dalam Al-Kamil, Thabrani dalam Al Ausath, Ibnu Askir dalam Tarikh Damsyq dan Ibnu Abiddunya dari Anas. Riwayat Hakim dalam Al Mustadrak)

Onta Menjadi Hakim



Pada zaman Rasulullah SAW, ada seorang Yahudi yang menuduh orang Muslim mencuri ontanya. Maka dia di tangkap empat orang saksi palsu dari golongan Munafik.
Rasulullah SAW lalu memutuskan onta itu milik orang Yahudi dan memotong tangan orang Muslim itu, sehingga orang Muslim itu kebingungan.
Maka ia mengangkat kepalanya menengadah ke langit seraya berdo'a;
"Ya Allah, Engkau maha mengetahui bahwa sesungguhnya aku tidak mencuri onta itu!"

Kemudian orang Muslim itu berkata kepada Rasulullah SAW;
"Wahai Rasulullah, sesungguhnya keputusanmu itu adalah benar, akan tetapi mintalah keterangan dari onta ini!"
Lalu Rasulullah saw bertanya kepada onta itu;
"Hai onta, milik siapakah engkau ini?"
Onta itu menjawab dengan kata-kata yang fasih dan terang;
"Wahai Rasulullah, aku adalah milik orang Muslim ini dan sesungguhnya para saksi itu adalah dusta"

Akhirnya Rasulullah SAW bertanya kepada orang Muslim itu;
"Hai orang Muslim, beritahu kepadaku, apakah yang engkau perbuat, sehingga Allah Ta'ala menjadikan onta ini dapat berbicara perkara yang benar?"
Orang Muslim itu menjawab;
"Wahai Rasulullah, aku tidak tidur di waktu malam sehingga lebih dahulu membaca Shalawat keatas Engkau sepuluh kali"
Rasulullah SAW bersabda;
"Engkau telah selamat dari hukum potong tangan di dunia dan selamat juga dari siksaan di akhirat nantinya dengan sebab berkatnya engkau membaca Shalawat untukku"

Memang membaca Shalawat itu sangat di anjurkan oleh agama, sebab pahalanya sangat tinggi disisi Allah, di samping itu bisa melindungi diri kita dari segala macam bencana yang menimpa, baik di dunia dan di akhirat nanti. Sebagaimana dalam kisah tadi, orang Muslim yang di tuduh mencuri iu mendapat perlindungan dari Allah SWT melalui seekor onta yang menghakimkannya.

Manusia Berhadapan Dengan 6 Persimpangan



Abu Bakar Ash-Shiddiq RA berkata;
"Sesungguhnya iblis berdiri di depanmu, jiwa di sebelah kananmu, nafsu di sebelah kirimu, dunia di sebelah belakangmu dan semua anggota tubuhmu berada di sekitar tubuhmu. Sedangkan Allah di atasmu. Sementara iblis terkutuk mengajakmu meninggalkan agama, jiwa mengajakmu ke arah maksiat, nafsu mengajakmu memenuhi syahwat, dunia mengajakmu supaya memilihnya dari akhirat dan anggota tubuh menagajakmu melakukan dosa. Dan Tuhan mengajakmu masuk Syurga serta mendapat keampunan-Nya, sebagaimana firmannya yang bermaksud, "....Dan Allah mengajak ke Syurga serta menuju keampunan-Nya..."
Siapa yang memenuhi ajakan iblis, maka hilang agama dari dirinya.
Siapa yang memenuhi ajakan jiwa, maka hilang darinya nilai nyawanya.
Siapa yang memenuhi ajakan nafsunya, maka hilanglah akal dari dirinya.
Siapa yang memenuhi ajakan dunia, maka hilang akhirat dari dirinya.
Siapa yang memenuhi ajakan anggota tubuhnya, maka hilang syurga dari dirinya.
Dan siapa yang memenuhi ajakan Allah SWT, maka hilang dari dirinya semua kejahatan dan ia memperolehi semua kebaikan."

Iblis adalah musuh manusia, sementara manusia adalah sasaran iblis. Oleh itu, manusia hendaklah sentiasa berwaspada sebab iblis sentiasa melihat tepat pada sasarannya.

Anak-Anak pembawa Hidayah



Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
"Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasih tetapi AlIah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendakinNya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk” (QS. Al-Qoshosh: 56)

Pembaca yang budiman berikut ini, akan kami kisahkan beberapa kisah yang sangat berkesan. Kami tuturkan dengan tujuan agar kita bisa mengambil pelajaran serta nasihat dan manfaatnya.

Sungguh, setiap muslim tidak boleh meremehkan suatu kebaikan walaupun ringan, karena bisa jadi sebuah kalimat jujur yang dikeluarkan dari lubuk hati yang paling dalam, sekalipun remeh ternyata bisa menjadi sebab hidayah seseorang dan memindahkannya dari jalan keburukan menuju jalan kebaikan.
lngatlah sebuah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.’ (QS. Yusuf:111)


Bapak Yang Sesungguhnya.

Masuklah seorang ayah ke dalam rumah di permulaan malam sebagaimana biasanya. Tiba-tiba dia mendengar suara tangisan yang bersumber dari kamar putranya. Sang ayahpun masuk ke dalam kamar putranya dengan keheranan dan penuh tanya tentang sebab tangisan putranya. Sang anak menjawab dengan tersengguk,
"Tetangga kita, si Fulan, kakek Ahmad temanku telah meninggal.”
Sang ayah berkata dengan penuh heran:
"Apa? Si Fulan telah mati? Biar saja si tua bangka yang telah hidup lama itu mati, dia bukan urusanmu. Engkau menangisinya? Celaka kamu, anak dungu! Engkau telah mengagetkanku, kukira telah terjadi bencana di rumah, ternyata semua tangisan ini hanyalah karena orang tua itu. Bisa jadi seandainya aku mati engkau tidak akan menangisi aku seperti ini."
Sang anakpun melihat kepada ayahnya dengan pandangan penuh air mata dan hati yang berkeping-keping seraya berkata:
“Ya, aku tidak akan menangisi ayah seperti aku menangisinya! Dia adalah orang yang memegang kedua tanganku menuju shalat jum’at dan shalat berjamaah pada shalat subuh, dia adalah orang yang memberikan peringatan kepadaku dari teman-teman yang buruk, serta menunjukkanku kepada teman-teman yang shalih dan bertakwa. Dialah yang telah memberikan semangat kepadaku untuk menghafalkan al-Qur‘an, serta mengulang-ulang dzikir.” “Sementara ayah, apa yang telah ayah perbuat terhadap diriku? Ayah hanyalah ayahku dalam penamaan, ayah adalah ayah bagi jasadku. Adapun dia, maka dia adalah ayah bagi rohku. Hari ini aku akan menangisinya, dan aku akan terus menangisinya, karena dialah ayahku yang sejati.”
Lalu sang anakpun terisak dan terus menangis.

Saat itulah sang ayah tersadar dari kelalaiannya. Dia terkesima dengan ucapan putranya, merindinglah kulit-kulitnya, dan hampir-hampir air mata berjatuhan dari pelupuk matanya. Serta merta dia peluk dan timang putranya, dan sejak hari itu dia tidak pernah meninggalkan satu shalatpun di dalam masjid.


Sampaikan dariku walau satu ayat.

Seorang pemuda hidup di atas kemaksiatan. Kemudian dia menikah dengan seorang wanita yang shalihah.
Lalu istrinya melahirkan beberapa anak untuknya, dan diantara anak-anak tersebut adalah seorang anak laki-laki yang bisu dan tuli.
lbunya sangat berambisi untuk menumbuhkannya dengan pertumbuhan yang shalih, dia ajari shalat dan ketergantungan terhadap masjid sejak pertumbuhan kuku-kukunya.

Di saat dia telah mencapai usia tujuh tahun dia menyaksikan penyimpangan dan kemungkaran yang dilakukan oleh ayahnya. Sang anakpun mengulang-ulang nasihat kepada ayahnya dengan isyarat untuk meninggalkan kemungkaran dan agar menjaga shalat lima waktu, namun tiada hasil.

Pada suatu hari, datanglah sang anak dengan suaranya tersedu-sedu, disertai aliran air mata seraya meletakkan mushhaf di hadapan ayahnya. Kemudian dia membuka surat Maryam dan meletakkan jari telunjuknya diatas firman Allah Subhanahu wa Ta’ala;
“Wahai bapakku, Sesungguhnya Aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan yang Maha pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaitan" (QS. Maryam:45)
lantas diapun menangis.

Perseteruan Dua Bersaudara Di Pengadilan



Kita banyak membaca dan mendengar tentang kisah-kisah sedih, tentang durhaka kepada orang tua yang menghitamkan ikatan keluarga. Hal yang membuahkan prilaku-prilaku buruk yang mengobarkan amarah. Beberapa perkara dan pertengkaran keluarga sampai juga ke pengadilan. Biasanya, pertengkaran antara individu dalam sebuah keluarga tersebut berkenaan dengan perkara warisan yang mengakibatkan terputusnya tali rahim yang diperintahkan oleh Allah untuk disambung. Menyebabkan terputusnya hubungan, dan sikap masa bodoh seluruh keluarga terhadap ajaran-ajaran syariat, padahal Islam mendorong untuk menyambung rahim yang merupakan sebuah tuntunan yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim.
Aku mengetahui satu bagian dari kasus dua orang bersaudara yang diperkarakan di pengadilan Saudi. Perkara tersebut telah memakan beberapa waktu lamanya hingga hakim memutuskan perkara tersebut.
Rincian perkara tersebut adalah perselisihan dan pertengkaran keras antara dua bersaudara.
Sang kakak telah mencapai usia 50 tahun, dan dialah yang dikalahkan dalam perkara tersebut. Hakim telah memutuskan perkara berpihak kepada adiknya. Sang Kakak terus menangis saat putusan hukum dibacakan. Dia menangis di dalam pengadilan hingga basah jenggotnya.
Maka apakah yang membuatnya menangis? Apakah karena anak-anaknya tidak berbakti? Ataukah dia kalah dalam perkara tanah yang diperselisihkan? Ataukah sang istri yang meminta cerai? Atau bagaimana menurut anda?
Yang terjadi bukan itu semua. Yang membuat Sang Kakak menangis adalah kekalahannya dalam perkara yang sangat aneh. Dia kalah oleh adiknya dalam perkara perawatan Sang Ibu lanjut usia yang tidak memiliki apapun selain satu cincin tembaga.
Pada asalnya, Sang Ibu berada pada perawatan putra sulungnya yang tinggal sendirian. Saat usia lanjut telah mendatanginya, datanglah Sang Adik dari kota lain untuk mengambil Sang lbu untuk diajak tinggal bersama dengan keluarganya. Namun Sang Kakak menolak dengan hujjah bahwa dia mampu merawat Sang Ibu. Maka merekapun banyak berselisih tentang masalah ini. Lalu, pada akhirnya perselisihan ini dibawa sampai ke pengadilan agar hakim memberikan keputusan di antara keduanya. Akan tetapi pertemuan di pengadilan tersebut memanas dan berlangsung berkaili-kali sementara masing-masing bersikukuh bahwa dia yang lebih berhak untuk merawat sang Ibu yang sudah tua itu.
Di pengadilan itu Hakim meminta untuk dihadirkan Sang Ibu guna ditanya. Lalu dua bersaudara tersebut nenghadirkan Sang Ibu dengan saling bergantian menggendong sang Ibu yang sudah kurus dan tidak kuat lagi berjalan. Tatkala Hakim bertanya kepadanya siapakah yang lebih dia pilih untuk tinggal bersamanya, dia menjawab:
"Ini adalah mata (kesayanga)ku” Seraya memberikan isyarat kepada putra sulungnya.
“Dan ini adalah mata (kesayangan)ku yang lain”. Seraya memberikan isyarat kepada putra bungsunya. Maka sang hakim terpaksa memberikan urusan yang sesuai menurut pendapatnya.
Maka Sang Hakim memutuskan sang Ibu hidup bersama dengan Sang Adik. Merekalah yang lebih mampu merawat Sang Ibu. Disaat Hakim membacakan keputusan tersebut Sang Kakak pun menangis sejadi-jadinya, air matanya menangis tanpa bisa dihentikan hingga membuat setiap orang di sekitarnya ikut menangis.
Betapa mahalnya air mata yang dia curahkan, air mata penyesalan karena tidak memiliki kemampuan untuk merawat ibunya setelah dia menjadi tua. Betapa besar peran Sang ibu untuk sebuah perlombaan guna berbakti kepada dirinya. Sungguh andai saja aku mengetahui bagaimana dia mendidik kedua putranya hingga keduanya sampai berlomba untuk merawat Sang Ibu hingga meminta keputusan pengadilan.
Sesungguhnya ini adalah sebuah pelajaran yang jarang dalam masalah berbakti kepada kedua orang tua pada masa yang di dalamnya berbakti kepada orang tua menjadi barang langka. Menangislah wahai orang orang yang durhaka kepada kedua orang tua, mudah-mudahan hatimu menjadi lembut, dan membuatmu merasa iba dengan ibumu.

Abu Hurairah berkata, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam bersabda,
“Semoga hina, kemudian semoga hina, kemudian semoga hina.”
Kemudian beliau ditanya,
“Siapa ya Rasulallah?”
BeIiau menjawab:
“Orang yang mendapati kedua orang tuanya di masa tua, salah satunya atau keduanya, lalu ia tidak masuk surga." (HR. Muslim:6462)