Cari Artikel

Saat Sujud, Imam Masjid Mendengar Suara Putranya



Kisah nyata ini diceritakan sendiri oleh pelakunya dan pernah disiarkan oleh Radio Al-Qur’an di Makkah al Mukarramah.
Kisah ini terjadi pada musim haji dua tahun yang lalu di daerah Syu’aibah, yaitu daerah pesisir pantai laut merah, terletak 110 Km di Selatan Jeddah.

Pemilik kisah ini berkata:
Ayahku adalah seorang imam masjid, namun demikian aku tidak shalat. Beliau selalu memerintahkan aku untuk shalat setiap kali datang waktu shalat. Beliau membangunkanku untuk shalat subuh. Akan tetapi aku berpura-pura seakan-akan pergi ke masjid padahal tidak.
Bahkan aku hanya mencukupkan diri dengan berputar-putar naik mobil hingga jama’ah selesai menunaikan shalat. Keadaan yang demikian terus berlangsung hingga aku berumur 21 tahun. Pada seluruh waktuku yang telah lewat tersebut aku jauh dari Allah dan banyak bermaksiat kepada-Nya. Tetapi meskipun aku meninggalkan shalat, aku tetap berbakti kepada kedua orang tuaku.
Inilah sekelumit dari kisah hidupku di masa lalu.

Pada suatu hari, kami sekelompok pemuda bersepakat untuk pergi rekreasi ke laut. Kami berjumlah lima orang pemuda. Kami sampai di pagi hari, lalu membuat tenda di tepi pantai. Seperti biasanya kamipun menyembelih kambing dan makan siang. setelah makan siang, kamipun mempersiapkan diri turun ke laut untuk menyelam dengan tabung oksigen. sesuai aturan, wajib ada satu orang yang tetap tinggal di luar, di sisi kemah, hingga dia bisa bertindak pada saat para penyelam itu terlambat datang pada waktu yang telah ditentukan.
Akupun duduk, dikarenakan aku lemah dalam penyelaman. Aku duduk seorang diri di dalam kemah, sementara disamping kami juga terdapat sekelompok pemuda yang lain. Saat datang waktu shalat, salah seorang diantara mereka mengumandangkan adzan, kemudian mereka mulai menyiapkan shalat. Aku terpaksa masuk ke dalam laut untuk berenang agar terhindar dari kesulitan yang akan menimpaku jika aku tidak shalat bersama mereka. Karena kebiasaan kaum muslimin di sini adalah sangat menaruh perhatian terhadap shalat berjamaah dengan perhatian yang sangat besar, hingga menjadi aib bagi kami jika seseorang shalat fardhu sendirian.

Aku sangat mahir dalam berenang. Aku berenang hingga merasa kelelahan sementara aku berada di daerah yang dalam. AKu memutuskan untuk tidur diatas punggungku dan membiarkan tubuhku hingga bisa mengapung di atas air. Dan itulah yang terjadi. Secara tiba-tiba, seakan-akan ada orang yang menarikku ke bawah… aku berusaha untuk naik….. aku berusaha untuk melawan…. aku berusaha dengan seluruh cara yang aku ketahui, akan tetapi aku merasa orang yang tadi menarikku dari bawah menuju ke kedalaman laut seakan-akan sekarang berada di atasku dan menenggelamkan kepalaku ke bawah.
Aku berada dalam keadaan yang ditakuti oleh semua orang. Aku seorang diri, pada saat itu aku merasa lebih lemah daripada lalat. Nafaspun mulai tersendat, darah mulai tersumbat di kepala, aku mulai merasakan kematian! Tiba-tiba, aku tidak tahu mengapa… aku ingat kepada ayahku, saudara-saudaraku, kerabat-kerabat dan teman-temanku… hingga karyawan di toko pun aku mengingatnya. Setiap orang yang pernah lewat dalam kehidupanku terlintas dalam ingatanku… semuanya pada detik-detik yang terbatas… kemudian setelah itu, aku ingat diriku sendiri...!!
Mulailah aku bertanya kepada diriku sendiri… apa engkau shalat? Tidak. Apa engkau puasa? Tidak. Apa engkau telah berhaji? Tidak. Apa engkau bershadaqah? Tidak. Engkau sekarang di jalan menuju Rabbmu, engkau akan terbebas dan berpisah dari kehidupan dunia, berpisah dari teman-temanmu, maka bagaimana kamu akan menghadap Rabb-mu? Tiba-tiba aku mendengar suara ayahku memanggilku dengan namaku dan berkata:
“Bangun dan shalatlah.” Suara itupun terdengar di telingaku tiga kali. Kemudian terdengarlah suara beliau adzan. Aku merasa dia dekat dan akan menyelamatkanku. Hal ini menjadikanku berteriak menyerunya dengan memanggil namanya, sementara air masuk ke dalam mulutku.
Aku berteriak…. berteriak… tapi tidak ada yang menjawab. Aku merasakan asinnya air di dalam tubuhku, mulailah nafas terputus-putus. Aku yakin akan mati, aku berusaha untuk mengucapkan syahadat…. kuucapkan Asyhadu… Asyhadu… aku tidak mampu untuk menyempurnakannya, seakan-akan ada tangan yang memegang tenggorokanku dan menghalangiku dari mengucapkannya. Aku merasa bahwa nyawaku sudah dalam perjalanan keluar dari tubuhku.
Akupun berhenti bergerak… inilah akhir dari ingatanku. Aku terbangun sementara kau berada di dalam kemah… dan di sisiku ada seorang tentara dari Khafar al Sawakhil (penjaga garis batas laut), dan bersamanya para pemuda yang tadi mempersiapkan diri untuk shalat.
Saat aku terbangun, tentara itu berkata:
”Segala puji bagi Allah atas keselamatan ini.”

Kemudian dia langsung beranjak pergi dari tempat kami. Aku pun bertanya kepada para pemuda tentang tentara tersebut. Apakah kalian mengenalnya? Mereka tidak mengetahuinya, dia datang secara tiba-tiba ke tepi pantai dan mengeluarkanmu dari laut, kemudian segera pergi sebagaimana engkau lihat, kata mereka.
Akupun bertanya kepada mereka:
“Bagaimana kalian melihatku di air?” Mereka menjawab,
”Sementara kami di tepi pantai, kami tidak melihatmu di laut, dan kami tidak merasakan kehadiranmu, kami tidak merasakannya hingga saat tentara tersebut hadir dan mengeluarkanmu dari laut.”

Perlu diketahui bahwa jarak terdekat denga Markas Penjaga Garis Laut adalah sekitar 20 Km dari kemah kami, sementara jalannya pun jalan darat, yaitu membutuhkan sekitar 20 menit hingga sampai di tempat kami sementara peristiwa tenggelam tadi berlangsung dalam beberapa menit.
Para pemuda itu bersumpah bahwa mereka tidak melihatku. Maka bagaimana tentara tersebut melihatku? Demi Rabb yang telah menciptakanku, hingga hari ini aku tidak tahu bagaimana dia bisa sampai kepadaku. seluruh peristiwa ini terjadi saat teman-temanku berada dalam penyelaman di laut. Ketika aku bersama para pemuda yang menengokku di dalam kemah, HP-ku berdering. segera HP kuangkat, ternyata ayah yang menelepon. Akupun merasa bingung, karena sesaat sebelumnya aku mendengar suaranya ketika aku di kedalaman, dan sekarang dia menelepon?
Aku menjawab…. beliau menanyai keadaanku, apakah aku dalam keadaan baik? Beliau mengulang-ulangnya, berkali-kali. Tentu saja aku tidak mengabarkan kepada beliau, supaya tidak cemas. Setelah pembicaraan selesai aku merasa sangat ingin shalat. Maka aku berdiri dan shalat dua rakaat, yang selama hidupku belum pernah aku lakukan. Dua rakaat itu aku habiskan selama dua jam. Dua rakaat yang kulakukan dari hati yang jujur dan banyak menangis di dalamnya.
Aku menunggu kawan-kawanku hingga mereka kembali dari petualangan. Aku meminta izin pulang duluan. Akupun sampai di rumah dan ayahku ada di sana. Pertama kali aku membuka pintu, beliau sudah ada di hadapanku dan berkata:
“Kemari, aku merindukanmu!” Akupun mengikutinya, kemudian beliau bersumpah kepadaku dengan nama Allah agar aku mengatakan kepada beliau tentang apa yang telah terjadi padaku di waktu Ashar tadi. Akupun terkejut, bingung, gemetar dan tidak mampu berkata-kata.
Aku merasa beliau sudah tahu. Beliau mengulangi pertanyaannya dua kali. Akhirnya aku menceritakan apa yang terjadi padaku. Kemudian beliau berkata:
”Demi Allah, sesungguhnya aku tadi mendengarmu memanggilku, sementara aku dalam keadaan sujud kedua pada akhir shalat Ashar, seakan-akan engkau berada dalam sebuah musibah. Engkau memanggil-manggilku dengan teriakan yang menyayat-nyayat hatiku. Aku mendengar suaramu dan aku tidak bisa menguasai diriku hingga aku berdo’a untukmu dengan sekeras-kerasnya sementara manuisa mendengar do’aku.

Tiba-tiba, aku merasa seakan-akan ada seseorang yang menuangkan air dingin di atasku. Setelah shalat, aku segera keluar dari masjid dan menghubungimu. Segala puji bagi Allah, aku merasa tenang bagitu mendengar suaramu. Akan tetapi wahai anakku, engkau teledor terhadap shalat. Engkau menyangka bahwa dunia akan kekal bagimu, dan engkau tidak mengetahui bahwa Rabbmu berkuasa merubah keadaanmu dalam beberapa detik. Ini adalah sebagian dari kekuasaan Allah yang Dia perbuat terhadapmu.
Akan tetapi Rabb kita telah menetapkan umur baru bagimu. Saat itulah aku tahu bahwa yang menyelamatkan aku dari peristiwa tersebut adalah karena Rahmat Allah Ta’ala kemudian karena do’a ayah untukku. Ini adalah sentuhan lembut dari sentuhan-sentuhan kematian. Allah Ta’ala ingin memperlihatkan kepada kita bahwa betapapun kuat dan perkasanya manusia akan menjadi makhluk yang paling lemah di hadapan keperkasaan dan keagungan Allah Ta’ala.
Maka semenjak hari itu, shalat tidak pernah luput dari pikiranku. Alhamdulillah. Wahai para pemuda, wajib atas kalian taat kepada Allah dan berbakti kepada kedua orang tua.
Ya Allah, ampunilah kami dan kedua orang tua kami, terimalah taubat kami dan taubat mereka dan rahmatilah mereka dengan rahmat-Mu.

Rasulullah SAW Memperingatkan Umar RA



Suatu ketika Nabi SAW telah bersumpah akan berpisah dengan isteri-isterinya selama satu bulan sebagai peringatan bagi mereka. Selama sebulan beliau tinggal seorang diri dalam sebuah kamar sederhana yang letaknya agak tinggi.

Terdengar kabar dikalangan para sahabat bahwa Nabi SAW telah menceraikan semua isterinya.
Ketika Umar bin Khattab ra mendengar kabar ini, dia segera berlari ke masjid. Setibanya disana, dia melihat para sahabat sedang duduk termenung, mereka bersedih dan menangis. Juga kaum wanitanya menangis di rumah-rumah mereka.

Kemudian Umar ra pergi menemui putrinya, Hafshah ra yang telah dinikahi oleh nabi saw.
Umar ra mendapati Hafshah ra sedang menangis didalam kamarnya. Umar ra bertanya,
“Mengapa engkau menangis? Bukankah selama ini saya telah melarangmu agar jangan melakukan sesuatu yang dapat menyinggung perasaan Nabi?”

kemudian dia kembali kemasjid, terlihat olehnya beberapa orang sahabat sedang menangis di dekat mimbar. Kemudian dia duduk bersama para sahabat beberapa saat, lalu berjalan ke arah kamar Nabi saw, yang terletak di tingkat atas masjid. Dia mendapati Rabah ra, seorang hamba sahaya sedang duduk ditangga kamar itu. Melalui Rabah ra Dia minta izin untuk menemui Nabi saw.
Rabah ra pergi menjumpai Nabi saww kemudian kembali dan memberitahukan bahwa dia telah menyampaikan keinginannya, namun Rasulullah saw hanya diam tanpa menjawab pertanyaannya.

Permintaannya untuk menjumpai nabi saw diulang beberapa kali, hingga yang ketiga kalinya barulah Nabi saw mengizinkan naik.
Ketika Umar ra masuk, dia menjumpai Nabi saw sedang berbaring diatas sehelai tikar yang terbuat dari pelepah daun kurma, sehingga dibadan Nabi saw yang putih bersih dan sebuah bantal yang dibuat dari kulit binatang yang dipenuhi oleh daun dan kulit pohon kurma.
Umar ra bercerita,
“Saya mengucapkan salam kepada beliau kemudian bertanya, “Apakah engkau telah menceraikan istri-istri engkau?” Nabi saw. Menjawab, “Tidak.”
Saya merasa sedikit lega. Sambil bercanda saya mengatakan,
“Ya Rasulullah, kita adalah kaum Quraisy yang selamanya telah menguasai wanita-wanita kita. Tetapi setelah kita hijrah ke Madinah, keadaannya sungguh berbeda dengan orang-orang Anshar, mereka dikuasai oleh wanita-wanita mereka sehingga wanita-wanita kita berpengaruh dengan kebiasaan mereka.”
Nabi saw. Tersenyum mendengar perkataan saya. Saya memperhatikan keadaan kamar Nabi, terlihat tiga lembar kulit binatang yang telah disamak dan sedikit gandum disudut kamar itu, selain itu tidak terdapat apapun, saya menangis melihat keadaan itu.
Rasulullah saw. Bertanya, “Mengapa engkau menangis?”
Saya menjawab, “Bagaimana saya tidak menangis, ya Rasulullah. Saya sedih melihat bekas tanda tikar yang engkau tiduri dibadan engkau yang mulia dan saya prihatin melihat keadaan kamar ini. Semoga Allah mengaruniakan kepada tuan bekal yang lebih banyak. Orang-orang persia dan Romawi yang tidak beragama dan tidak menyembah Allah, tetapi raja mereka hidup mewah. Mereka hidup dikelilingi taman yang ditengahnya mengalir sungai, sedangkan engkau adalah pesuruh Allah, tetapi engkau hidup dalam keadaan miskin.”
Ketika saya berkata demikian, Rasulullah saw. Sedang bersandar dibantalnya, beliau bangun lalu berkata, “Wahai umar, sepertinya engkau masih ragu mengenai hal ini. Dengarlah, kenikmatan dialam akhirat, tentu akan lebih baik daripada kesenangan hidup dan kemewahan didunia ini. Jika orang-orang kafir itu dapat hidup mewah didunia ini, kita pun akan memperoleh segala kenikmatan tersebut diakhirat nanti. Disana kita akan mendapatkan segala-galanya.”
mendengar sabda nabi saw. Itu saya merasa menyesal, lalu berkata, “Ya Rasulullah, memohon ampunlah kepada Allah untuk saya. Saya telah bersalah dalam hal ini.” (Al-fath)


Hikmah dari kisah diatas,
Rasulullah saw adalah pemimpin agama dan dunia, sekaligus kekasih Allah saw, namun beliau tidur diatas sehelai tikar yang tidak dilapisi apapun, sehingga menimbulkan goresan bekas tikar itu dibadan beliau yang putih. Kita dapat mengetahui bagaimana keadaan ekonomi Rasulullah saw ketika Umar ra menganjurkan beliau agar berdoa kepada Allah supaya diberi harta, beliau malah memperingatkannya.

Seseorang bertanya kepada Aisyah ra mengenai tempat tidur Rasulullah saw.
Aisyah ra menjawab,
“Bantalnya itu terbuat dari kulit binatang yang diisi dengan kulit pohon kurma.”

pertanyaan yang sama dikemukakan kepada Hafshah ra dia menjawab,
“Tikarnya terbuat dari sehelai kain yang dilipat dua. Pada suatu hari untuk memberi kenyamanan pada Nabi, saya telah menghamparkan kain itu berlipat empat. Keesokan harinya Nabi bertanya, "Apakah yang telah engkau hamparkan untuk saya tidur tadi malam sehingga terasa lebih empuk?" saya menjawab, "kain yang sama, tetapi saya melipatnya empat lipatan." beliau saw bersabda, "Lipatlah seperti semula, kenyamanan seperti tadi malam akan menghalangi shalat tahajudku.” (Syamail Tirmidzi)

Keadaan kita saat ini selalu ingin tidur nyaman diatas kasur yang empuk. Lihatlah Rasulullah saw. Padahal Allah Swt. Pernah menawarkan harta kekayaan yang banyak kepada beliau, namun beliau menolaknya. Beliau tidak pernah mengeluh sedikitpun.

Sembilan Renungan Kehidupan



Kita bangun tidur di waktu subuh dan kemudian membasah wajah dengan air wudlu yang segar. Sesudah melaksanakan shalat dan berdo'a.
Cobalah menghadap cermin di dinding. Di sana kita mulai meneliti diri:

1. Lihatlah kepala kita!
Apakah ia sudah kita tundukkan, rukukkan dan sujudkan dengan segenap kepasrahan seorang hamba fana tiada daya di hadapan Allah Yang Maha Perkasa, atau ia tetap tengadah dengan segenap keangkuhan, kecongkakan dan kesombongan seorang manusia di dalam pikirannya?

2. Lihatlah mata kita!
Apakah ia sudah kita gunakan untuk menatap keindahan dan keagungan ciptaan-ciptaan Allah Yang Maha Kuasa, atau kita gunakan untuk melihat segala pemandangan dan kemaksiatan yang dilarang?

3. Lihatlah telinga Kita!
Apakah ia sudah kita gunakan untuk mendengarkan suara adzan, bacaan Al Qur’an, seruan kebaikan, atau kita gunakan buat mendengarkan suara-suara yang sia-sia tiada bermakna?

4. Lihatlah hidung Kita!
Apakah sudah kita gunakan untuk mencium sajadah yang terhampar di tempat shalat, mencium istri, suami dan anak-anak tercinta serta mencium kepala anak-anak papa yang kehilangan cinta bunda dan ayahnya?

5. Lihatlah mulut kita!
Apakah sudah kita gunakan untuk mengatakan kebenaran dan kebaikan, nasehat-nasehat bermanfaat serta kata-kata bermakna atau kita gunakan untuk mengatakan kata-kata tak berguna dan berbisa, mengeluarkan tahafaul lisan alias penyakit lisan seperti: bergibah, memfitnah, mengadu domba, berdusta bahkan menyakiti hati sesama?

6. Lihatlah tangan Kita!
Apakah sudah kita gunakan buat bersedekah, membantu sesama yang kena musibah, mencipta karya-karya yang berguna atau kita gunakan untuk mencuri, korupsi, menzalimi orang lain serta merampas hak-hak serta harta-harta orang yang tak berdaya?

7. Lihatlah kaki Kita!
Apakah sudah kita gunakan untuk melangkah ke tempat ibadah, ke tempat menuntut ilmu bermutu, ke tempat-tempat pengajian yang kian mendekatkan perasaan kepada Allah Yang Maha Penyayang atau kita gunakan untuk melangkah ke tempat maksiat dan kejahatan?

8. Lihatlah dada Kita!
Apakah di dalamnya tersimpan perasaan yang lapang, sabar, tawakal dan keikhlasan serta perasaan selalu bersyukur kepada Allah Yang Maha Bijaksana, atau di dalamnya tertanam ladang jiwa yang tumbuh subur daun-daun takabur, biji-biji bakhil, benih iri hati dan dengki serta pepohonan berbuah riya?

9. Lihatlah diri kita!
Apakah kita sering tadabur, Tafakur dan selalu bersyukur pada karunia yang kita terima dari Allah Yang Maha Perkasa?

Kata-Kata Mutiara Terbaik Tentang Kehidupan




1701. Aku menghormati suamiku, karena dia seorang yang baik dan berhati lembut. Dia juga selalu membuatku bahagia. Dia dengan rela memberikan kekayaannya kepadaku agar aku selalu merasa bahagia, akan tetapi tidak ada satupun dari semua ini yang sederajat dengan cinta suci dan sejati, cinta yang membuat segala sesuatu tampak kecil sementara cinta sendiri tetap besar.

1702. Hubungan antara kau dan aku merupakan hal paling indah dalam hidupku. Sesuatu yang paling mengesankan yang pernah kuketahui dalam hidup. Dan akan selalu kukenang.

1703. Hal paling indah, adalah bahwa kau dan aku selalu berjalan bersama, bergandengan tangan dalam keindahan dunia ini tanpa diketahui orang lain. Kita berdua menengadahkan tangan untuk menerima Sang kehidupan sebab Sang kehidupan itu dermawan.

1704. Seseorang harus punya seorang sahabat untuk bercakap-cakap pada saat malam yang sunyi dan selama berjalan-jalan di taman. Dan engkau adalah sahabatku itu, kekasihku.

1705. Seorang gadis berpipi kemerahan berkata sambil tersenyum, "Cinta itu seperti air mancur yang airnya digunakan pengantin roh untuk dicurahkan ke dalam roh-roh mereka yang kuat, yang membuat mereka bangkit dalam doa di antara bintang-bintang malam hari dan menyenandungkan nyanyian-nyanyian pujian di hadapan matahari siang hari.

1706. Impian dan cinta akan saling memberi satu dengan yang lain, serupa dengan apa yang dilakukan matahari ketika mendekati malam dan yang dilakukan bulan ketika mendekati pagi.

1707. Saya adalah seorang pendosa di mana Tuhan dan diri saya sendiri, ketika saya makan rotinya dan menawarkan kepadanya badan saya, demi kedermawanannya. Kini saya suci dan bersih, karena hukum cinta membebaskan manusia dan membuatku terhormat serta penuh keyakinan.

1708. Laki-laki yang tidak memaafkan wanita untuk kesalahan kecilnya, tak akan dapat menikmati besar kebaikannya.

1709. Tuhan telah menciptakan pada kalian jiwa bersayap untuk terbang mengarungi cakrawala cinta dan kebebasan. Betapa sedihnya memotong sayap itu dengan tanganmu sendiri dan menyiksa jiwamu seperti kutu yang merayap di atas bumi.

1710. Pernikahan tidak memberi seseorang hak untuk memiliki orang lain, kecuali hak dan kebebasan yang diberikan orang lain pada kita.

1711. Ibu adalah segala-galanya. Dialah penghibur kita dalam kesedihan, tumpuan harapan kita dalam penderitaan, dan daya kekuatan kita dalam kelemahan. Dialah sumber cinta kasih, belas kasihan, kecenderungan hati, dan ampunan. Barangsiapa kehilangan ibunya, hilanglah sebuah jiwa murni yang memberkati dan menjagainya siang dan malam.

1712. Berkasih-kasihlah, namun jangan membelenggu cinta, biarkan cinta itu bergerak senantiasa, bagaikan air hidup, yang lincah mengalir antara pantai dan kedua jiwa.

1713. Jika kebaikan terkandung dalam cinta kepada apa yang agung, dan dalam kerinduan akan jauh dan tak terlihat, jika kebaikan adalah semua hal tersebut, maka akulah salah satu dari orang-orang yang memiliki kebaikan. Tapi jika itu terletak dalam hal-hal yang lain dari ini semua, maka aku tidak tahu atau siapa aku ini. Menurutku, kekasih, wanita yang sempurna harus menuntut hadirnya kebaikan dalam jiwa seorang pria, sekalipun ia bodoh.

1714. Aku mencintai kekasihku yang mungil, tapi dalam pikiranku aku tidak tahu mengapa aku mencintainya. Aku tidak mau tahu dalam pikiranku. Sudah cukup bahwa aku mencintainya dalam hati dan jiwaku. Sudah cukup bagiku untuk menyandarkan kepalaku pada bahunya kalau aku sedih, kesepian dan kesendirian, atau kalau aku bahagia amat bergairah dan penuh keajaiban. Sudah cukup bagiku untuk berjalan di sampingnya ke puncak gunung dan sekali tempo mengatakan kepadanya, "kaulah rekanku, kaulah kawanku".

1715. Oh, kekasih, jangan takut kepada cinta; teman hatiku. Kita harus menyerah kepada cinta meskipun yang ia bawa berupa rasa pedih, rasa tersingkir, rasa rindu, dan meskipun banyak keheranan dan kebingungan yang dibawanya.

1716. Kebahagiaan perempuan tidak terletak pada kemuliaan sang suami, bukan pada kehormatan dan kelembutannya. Tapi pada cinta yang memadukan jiwanya dan jiwa lelaki yang dicintainya. Kasih sayangnya tercurah, hati menjadikan masing-masing sebagai satu anggota badan kehidupan dan dalam satu kalimat di atas bibir Tuhan.

1717. Hari ini aku telah bersama laki-laki yang kucintai, ia dan aku menyatu dalam nyala obor Tuhan yang telah diciptakan sebelum dunia ada. Tak ada satu kekuasaan pun di alam ini yang mampu merampas kebahagiaanku. Karena kebahagiaanku memancar dari rengkuhan dua jiwa yang dipadukan oleh saling pengertian dan dipayungi dengan cinta kasih.

1718. Cinta adalah seekor burung yang cantik, meminta untuk ditangkap tapi menolak untuk disakiti.

1719. Kasih sayang dan kekerasan selalu berperang di hati manusia seperti malapetaka yang berperang di langkit malam yang pekat ini. Tetapi kasih sayang selalu dapat mengalahkan kekerasan. Karena ia adalah anugerah Tuhan. Dan ketakutan-ketakutan malam ini akan berlalu dengan datangnya siang.

1720. Siapa di antara kamu yang tidak merasakan bahwa kekuatan untuk mencintai adalah tanpa batas? Dan bukanlah waktu sebagaimana halnya cinta tak terbagi dan tak mengenal ruang.

1721. Kekuatan untuk mencintai adalah anugerah terbesar yang diberikan Tuhan kepada manusia, sebab kekuatan itu tidak akan pernah direnggut dari manusia penuh berkat yang mencinta.

1722. Curahan hatiku kepadamu, apa maksud semua itu? Sebenarnya, aku tidak tahu apa yang kumaksudkan dengan semua ini. Akan tetapi, aku tahu bahwa kau adalah kekasihku dan bahwa aku memuja cinta. Kemiskinan dan kerja keras yang didampingi cinta jauh lebih baik daripada kekayaan tanpa cinta.

1723. Hati nurani wanita tak berbuah oleh waktu dan musim, bahkan jika mati abadi, hati itu takkan hilang sirna. Hati seorang wanita laksana sebuah padang yang berubah jadi medan pertempuran, sesudah pohon-pohon ditumbangkan dan rerumputan terbakar dan batu-batu karang memerah oleh darah dan bumi ditanami dengan tulang-tulang dan tengkorak-tengkorak, ia akan tenang dan diam seolah tak ada sesuatu pun terjadi, karena musim semi dan musim gugur datang pada waktunya dan memulai pekerjaannya.

1724. Terus terang, tidak banyak orang dewasa yang bisa melihat alam. Pecinta alam adalah dia yang perasaannya luar dalam sunggu sesuai satu sama lain; yang telah memelihara semangat masa kecil bahkan sampai memasuki era manusia dewasa.

1725. Apa saja yang pernah engkau lakukan, atau katakan, atau perlihatkan, atau alami, semua itu menunjukkan padaku sehingga memberimu kebahagiaan. Dan engkau harus membiarkan semua yang kulakukan, karena aku mencintaimu dan ingin memberimu kebahagiaan.

1726. Perkawinan adalah penyatuan dua jiwa dalam cinta yang kokoh untuk menghapuskan perpisahan. Ia adalah kesatuan agung yang terpisah dalam roh. Ia adalah gelang emas dalam sebuah rantai yang permulaannya adalah sebuah pandangan, dan akhirnya adalah Keabadian. Ia adalah hujan suci yang jatuh dari langit tak bernoda untuk menyuburkan dan memberkati ladang-ladang Allah Illahi.

1727. Jika pandangan pertama dari mata sang kekasih bagaikan sebuah benih yang ditaburkan dalam hati manusia, dan ciuman pertama dari bibirnya bagiakan sekuntum bunga di atas cabang pohon Kehidupan, maka penyatuan dua kekasih dalam perkawinan adalah bagaikan buah pertama dalam bunga pertama benih itu.

1728. Oh, kekasih! Engkau adalah sebuah menara kekuatan! Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan hari ini tanpa engkau. Aku harus mandi dalam kobaran api. Dan aku merasa sangat terlindungi dan terjaga.

1729. Kekasihku, aku bisa memikirkan hal yang sama denganmu. Aku bisa tenang bersamamu sepanjang aku menginginkannya. Ketika bersamamu aku bisa bekerja. Dan sekali lagi, kupikir, 'Aku bisa gila tanpa dirimu sekarang'. "Wahai sahabat-sahabat masa mudaku dengan nama Perawan Suci aku meminta kepada kalian untuk meletakkan setangkai kembang di atas pusara cintaku, karena dengan itu kalian akan menjaddi fajar, dari malam-malamku yang gelap dan dingin, membawa sinar yang hangat dan menyuguhkan embun penyegar bagi mawarku yang kering".

1730. Duka cita orang tua yang menyaksikan pernikahan putrinya, sama dengan kebahagiaan yang dirasakan di waktu perkawinan putra laki-lakinya. Karena lelaki selalu membawa anggota baru ke tengah-tengah keluarganya. Sementara perkawinan perempuan membuat hilangnya satu anggota keluarga.

1731. Beritahu aku oh manusia, beritahu aku! Siapa di antara kalian yang tidak akan bangun dari tidur kehidupan, jika cinta telah membasuh jiwamu dengan jari-jarinya.

1732. Kemarin, bagiku engkau seperti seorang saudara, yang dengannya aku tinggal, dan di sini aku duduk di dekatnya dengan sopan dibawah pengawasan ayah. Kau dan aku dapat merasakan kehadiran sesuatu yang lebih manis dari sekedar tali persaudaraan, yaitu percampuran antara cinta dan ketakutan yang memenuhi hatiku dengan penderitaan dan kebahagiaan.

1733. Ketika jiwa seseorang akan menetap dalam wilayah pikiran-pikiran yang bergerak, dia akan kehilangan kekuatan kata-kata. Tetapi aku masih akan mengatakan kepadamu sepanjang waktu kekasihku. Dan aku akan selalu tahu yang kau ketahui sehingga kita akan berjalan dan bercakap-cakap bersama.

1734. Ketika tangan kehidupan terasa berat dan malam tak berirama, inilah saatnya untuk cinta dan kepercayaan. Dan betapa menjadi ringannya tangan kehidupan dan betapa beriramanya malam, ketika seseorang mencintai dan mempercayainya.

1735. Kekasihku, kuharap aku dapat mengatakan kepadamu, apa arti kehadiranmu untukku. Semua itu menciptakan jiwa dalam jiwaku. Engkau selalu datang di saat aku memerlukannya, dan semua itu selalu membuat kita sangat mengharapkan lebih banyak hari, lebih banyak malam, dan lebih banyak kehidupan. Kapan saja hatiku hampa dan gemetar, aku merasa sangat membutuhkan seseorang untuk mengatakan kepadaku bahwa masih ada hari esok untuk semua hati yang hampa dan gemetar, dan engkau selalu melakukannya, untukku.

1736. Sahabatmu adalah kebutuhan jiwamu yang terpenuhi. Dialah ladang hati, yang dengan kasih kau taburi dan kau pungut buahnya dengan penuh rasa terima kasih. Kau menghampirinya di kala hati gersang kelaparan, dan mencarinya di kala jiwa membutuhkan kedamaian. Janganlah ada tujuan lain dari persahabatan kecuali saling memperkaya jiwa.

1737. Dalam kesunyian malam, ketika hantu malam memeluk semua ciptaan, aku melihat segala sesuatu, kadang-kadang bernyanyi dan berbisik. Kesedihan adalah aku, karena menatap malam telah membuatku sia-sia. Tetapi aku seorang pecinta, dan aroma cinta adalah kesadaran.

1738. Ada sesuatu yang lebih agung dan murni dari pada yang diutarakan oleh mulut. Keheningan menerangi jiwa-jiwa kami, berbisik ke jantung hati dan menyatukannya. Keheningan memisahkan Kami dari diri-diri kami, membawa kami melayari cakrawala jiwa dan mendekatkan kami pada Surga. Keheningan menyadarkan kami bahwa tubuh tak lebih dari penjara, dan bahwa dunia ini hanyalah sebuah tempat pengasingan.

1739. Seorang lelaki setengah baya, tubuhnya rapuh, wajahnya gelap. Dengan mendesah, dia berkata, "Cinta telah membuat suatu kekuatan menjadi lemah. Aku mewarisinya dari manusia pertama.

1740. Seorang pemuda dengan tubuh yang kuat dan besar, dengan suara seperti nyanyian, berkata "Cinta adalah sebuah ketetapan hati yang ditumbuhkan dalam diriku, yang menghubungkan masa sekarang ke generasi masa lalu dan yang akan datang.

1741. Barang siapa tidak melihat malaikat dan iblis dalam keindahan dan keculasan hidup akan tercampak jauh dari ilmu pengetahuan, dan jiwa pun akan hampa dari rasa cinta kasih.

1742. Dia mencari penyatuan bersamaku di istana kejayaan, yang dia bangun di atas tengkorak kelemahan, atau dalam emas dan perak. Tetapi aku akan muncul padanya di rumah sederhana yang dibangun Tuhan, diatas gundukan arus-arus perasaan. Kekasihku mencintaiku dan mencariku dalam ciptaan-ciptaannya, tetapi dia hanya akan menemukanku dalam ciptaan-ciptaan Tuhan.

1743. Sekarang cinta mulai menggubah puisi dari prosa kehidupan, membentuk dari pikiran-pikiran masa lalu untuk mazmur agar bersenandung sepanjang siang dan bernyanyi di malam hari.

1744. Seorang wanita yang telah dilengkapi oleh Tuhan dengan keindahan jiwa dan raga adalah sebuah kebenaran, yang sekaligus nyata dan maya, yang hanya bisa kita pahami dengan cinta kasih, dan hanya bisa kita sentuh dengan kebajikan. Dan jika kita mencoba melukiskan wanita demikian itu, ia pun menghilang seperti kabut.

1745. Aku adalah pohon yang tumbuh di keteduhan, dan kini aku menjulurkan dahan-dahanku meraih getar cahaya hari. Aku datang untuk mengucapkan selamat tinggal padamu, kekasihku, dan harapanku semoga perpisahan kita akan seagung dan seindah cinta kita. Biarlah perpisahan kita menjadi seperti api yang melebur batangan emas dan membuatnya menjadi lebih berharga.

1746. Jika engkau dalam kecemasan, hanya kehadirian cinta dan kesenangannya yang engkau cari, maka lebih baiklah bagimu menutupi tubuh. Lalu menyingkir dari papan penempaan, memasuki dunia tanpa musim, dimana engkau dapat tertawa, namun tidak sepenuhnya. Tempat engkau pun dapat menangis, namun tidak sehabis air mata.

1747. Seorang lelaki tua, punggungnya bungkuk, kakinya bengkok seperti potongan-potongan kain, dengan suara gemetar ia berkata, "Cinta adalah istirahat panjang bagi tubuh dalam kesunyian pusara, kedamaian bagi jiwa dalam kedalaman keabadian.

1748. Seorang lelaki, bajunya hitam dengan janggut panjang, dahinya berkerut dan berkata, "Cinta adalah ketidakpela dari awal masa muda dan berakhir bersama dengan penghabisannya".

1749. Seorang lelaki tampan dengan wajah yang berbinar dengan bahagia berkata, "Cinta adalah pengetahuan surgawi yang menyalakan mata kita dan menunjukkan kita segala sesuatu seperti para dewa melihatnya"

1750. Apabila cinta memanggilmu, ikutlah dia, walalu jalannya terjal berliku-liku. Dan apabila sayapmu merangkulmu, pasrah dan menyerahlah kepadanya walau pedang yang tersembunyi di sayap itu melukaimu. Dan jika dia bicara kepadamu, percayalah, walau ucapannya membuyarkan mimpimu, bagai angin utara mengobrak-abrik pertamanan.

Abu Bakar Dan Mantan Tukang Ramal



Abu Bakar Ash-Shiddiq mempunyai seorang hamba sahaya (budak) yang menyerahkan sebagian pendapatan harian kepadanya sebagai tuan.

Pada suatu hari, budaknyanya membawa makanan, lalu Abu Bakar memakannya sedikit. Budaknya berkata,
“Tuan selalu bertanya tentang sumber makanan yang aku bawa, tetapi hari ini tidak demikian?”
Abu Bakar mejawab,
“Aku terlalu lapar sehingga aku lupa bertanya. Terangkanlah kepadaku dimana kamu mendapat makanan ini?”
Budak menjawab,
“Sebelum aku memeluk Islam, aku menjadi tukang ramal. Orang-orang yang aku ramal nasibnya terkadang tidak membayar ketika itu, karena ketiadaan uang. Mereka berjanji membayarnya suatu ketika apabila telah mempunyai uang. Aku berjumpa dengan mereka hari ini. Merekalah yang memberikanku makanan ini.” Mendengar kata-kata budaknya, Abu Bakar memekik,
“Ah! Nyaris-nyaris kau bunuh aku.”

Kemudian dia mencoba mengeluarkan makanan yang telah ditelannya. Ada orang yang menyarankan supaya dia mengisi perutnya dengan air dan kemudian memuntahkan makanan yang ditelannya tadi.
Saran ini diterima dan dilaksanakannya sehingga makanan itu dimuntahkan semuanya keluar.
Para sahabat lain yang melihat kejadian itu berujar,
“Semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu, karena kamu telah bersusah payah mengeluarkan makanan yang sedikit.”
“Aku sudah pasti memaksanya keluar walaupun dengan demikian aku mungkin kehilangan nyawaku sendiri. Aku mendengar Nabi bersabda, “Badan yang tumbuh subur dengan makanan yang haram akan merasai api neraka. Oleh karena itulah maka aku memaksa makanan itu keluar, aku takut kalau-kalau ia menyuburkan badanku.