Namun tanpa kecurigaan sedikitpun, Rasulullah menyambut baik kedatangan sekelompok pedagang Arab yang mengutarakan keinginan sukunya untuk mendengar dan memeluk Islam. Untuk itu, mereka meminta juru da'wah dikirim ke kampung suku itu.
Rasulullah saw menyetujui. Enam orang sahabat saleh diutus untuk melaksanakan tugas tersebut. Mereka berangkat dengan para pedagang Arab.
Di desa Ar-Raji, wilayah suku Huzail, para pedagang tiba-tiba melakukan pengepungan enam sahabat Nabi saw, sambil meminta bantuan Huzail. Keenam juru da'wah itu dengan cepat mengambil senjata mereka dan siap bertempur, setelah menyadari bahwa mereka sedang di jebak.
Para pedagang licik berteriak,
"Sabarlah saudara-saudara. Kami tidak bermaksud membunuh atau menganiaya kalian. Kami hanya ingin menangkap kalian agar kami dapat menjual kalian ke Makkah sebagai budak.
Keenam sahabat Rasulullah saw tahu nasib mereka lebih buruk lagi. dari pada terbunuh dalam pertempuran. Karena mereka langsung takbir sembari menyerang dengan lincah.
Terjadilah pertarungan seru antara enam penda'wah yang tulus dan orang-orang ganas yang jumlahnya jauh lebih besar.
Pedang mereka ternyata cukup tajam. Beberapa orang lawan telah menjadi korban. Akhirnya tiga sahabat tertusuk musuh dan langsung gugur.
Seorang lagi dilempari batu beramai-ramai hingga tewas
Dua sisanya adalah Zaid bin Addutsunah dan Khusaib bin Adi.
Apalah daya dua orang pejuang, betapa pun lincahnya perlawanan merek, menghadapi begitu banyak musuh yang tangguh ? Selang beberapa saat sesudah jatuhnya empat sahabat tadi, kedua orang itu dapat dilumpuhkan dan belenggu.
Kemudian mereka dibawa ke pasar budak di Makkah.
Zaid dibeli oleh Shafwan bin Umayyah. Ayah Shafwan, Umayyah bin Khalaf, adalah majikan dari Bilal dan Amir bin Fuhairah. Umayyah terkenal sangat kejam terhadap budak mereka. Bilal pernah disalibkan di atas pasir dan dijemur di tengah matahari dengan tubuhnya ditindihi batu.
Untung Bilal ditebus oleh Saiyidina Abu Bakar Assidiq dan dimerdekakan.
Orang Habsyi ini kemudian terkenal sebagai sahabat dekat Rasulullah saw dan diangkat sebagai Muazin, tukang azan.
Dalam pertempuran Badar, Umayyah bin Khalaf berhadapan langsung dengan bekas budaknya. Dan Bilal berhasil membunuhnya dalam pertempuran sengit satu lawan satu.
Adapun Khubaib ibn Adi diambil oleh Uqbah ibn Al-Harits dengan tujuan yang sama dengan niat Shafwan untuk membeli Zaid ibn Abdutsunah. Itu untuk membalas kebencian mereka terhadap Muslim.
Maka oleh orang Quraisy, Zaid diseret ke Tan'im, salah satu tempat miqat umrah. Disitulah Zaid akan dipenggal, melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukannya, yaitu pembunuhan Umayyah bin Khalaf, ayah Shafwan.
Sebelum algojo menebas parangnya, pemimpin musyrik Abu Sufyan bertanya dengan garang,
"Zaid bajingan, apakah kamu akan senang jika Muhammad ada di tempatmu, sementara kamu hidup damai dengan keluarga di rumah?"
"Jangan seperti itu," protes Zaid lantang.
"Bahkan dalam situasi seperti ini, saya tidak ingin Rasulullah tertusuk duri kecil di rumahnya."
Abu Sufyan menjadi marah.
"Bereskan!" teriaknya kepada algojo.
Dalam sekejap mata, parang berkilau di tengah terik matahari dan darah segar menyembur keluar. Zaid bin Abdutsunah jatuh setelah kepalanya dipenggal, menambah jumlah penghuni surga dengan syuhada lagi.
Di hati Abu Sufyan dan kaum Quraisy lainnya ada keheranan atas kesetiaan para sahabat kepada Muhammad. Abu Sufyan berkata dengan heran,
"Aku tidak pernah menemukan orang yang begitu dicintai oleh sahabat seperti Muhammad."
Setelah pemenggalan Zaid, kelompok lain datang dan menyeret Khubaib bin Adi. Sesuai dengan hukum yang berlaku di seluruh Arab, pelanggar qisas yang dijatuhi hukuman mati diberi hak untuk mengajukan permintaan terakhir. Begitu pula Khubaib.
Khatib yang pandai ini meminta izin shalat sunnah dua rakaat. permintaan itu dikabulkan.
Dengan rasa hormat dan ketenangan, seolah-olah dalam suasana damai tanpa ancaman kematian, Khubaib melaksanakan ibadahnya sampai akhir.
Setelah salam dan mengangkat kedua tangan, dia berkata,
"Demi Allah. Jika bukan karena dikira saya takut menghadapi kematian, maka shalatku akan aku lakukan lebih panjang."
Khubaib disalibkan terlebih dahulu dan kemudian dieksekusi seperti yang dilakukan pada Zaid bin Abdutsunah.
Jasadnya telah lebur seperti jenazah kelima temannya yang lain. Namun semangat dakwah mereka yang dilandasi keikhlasan menyebarkan ajaran kebenaran tidak akan pernah hilang dari muka bumi. Semangat terus bergema sehingga semakin banyak pendakwah yang dengan kekuatan mereka sendiri, dengan biaya pribadi, menyusup masuk dan keluar dari pedalaman berbatu atau berhutan untuk menyampaikan firman Allah kepada keselamatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar