Keluarga Abdul Muthalib sering melayani orang-orang yang berziarah ke Ka'bah, memberi mereka air minum dan membantu menyediakan berbekalan.
Abdul Muthalib seorang yang kaya dan banyak memiliki unta dan peternakan kambing. Penduduk tanah Hijaz sangat menghormati beliau.
Pada waktu Raja Abrahah dari Yaman hendak menghancurkan Ka'bah karena cemburu dengan kemashurannya, dan raja yang zalim itu membawa pasukan yang mengendarai gajah. Masyarakat Mekah segera berbondong-bondong mendatangi Abdul Muthalib untuk mengambil tindakan, tetapi Abdul Muthalib hanya diam dan hanya mempedulikan unta dan kambingnya untuk diselamatkan dari pasukan Abrahah. Dan dia mengatakan kepada penduduk Mekah;
"Bahwasanya Ka'bah ini milik sang pemilik dan biarkan sang pemilik yang menyelamatkan apa yang menjadi miliknya, sedang yang aku miliki adalah unta dan kambing maka biarkanlah aku menyelamatkan apa yang hanya menjadi milikku"
Salah seorang anak Abdul Muthalib yang sangat beliau cintai adalah Abdullah.
Ketika umur Abdullah sudah matang, maka pilihan Abdul Muthalib jatuh kepada Aminah binti Wahab bin Abdul Manaf bin Zuhra dan di nikahkan dengan anaknya.
Pada awal pernikahan mereka tinggal di rumah Aminah itu sesuai dengan adat kebiasaan Arab bila pernikahan di langsungkan di rumah keluarga pengantin putri. Sesudah itu mereka pindah bersama-sama ke kelurga Abdul Muthalib.
Abdullah bekerja sebagai pedagang, ia sering berniaga keluar tanah Hijaz. Tidak jarang dia meninggalkan istrinya berbulan-bulan.
Sebelum pulang ke Mekah Abdullah sering mampir di madinah di rumah saudara-saudaranya.
Suatu waktu beliau menderita sakit dan terpaksa di tinggal kawan-kawannya. Sakitnya bertambah parah yang akhirnya menjemput ajal.
Keluarga Abdul Muthalib didera kesedihan dan rasa pilu yang mendalam. Terutama istrinya, Aminah karena sedang dalam keadaan mengandung. Sang suami yang paling ia cintai dan menjadi penopang kehidupan rumah tangganya telah telah pergi meninggalkan ia dan anak yang masih dalam kandungan untuk selama-lamanya.
Abdullah meninggalkan beberapa ekor onta, sekelompok ternak kambing dan seorang budak bernama Ummu Aiman.
Budak ini kelak menjadi pengasuh Rasulullah saw kecil yang sangat menyayangi Beliau.
Beberapa bulan kemudian Aminah melahirkan anaknya, seorang laki-laki.
Berita itu segera disampaikan kepada Abdul Muthalib. Orang tua itu sangat gembira atas kelahiran cucu lelakinya tersebut. Beliau segera membawa cucunya ke Ka'bah. Lama ia memandangi cucunya tercinta. Dalam hati ia merasa bahwa cucunya kelak akan menjadi orang besar, seorang yang kelak menjadi panutan masyarakat yang pada saat itu sedang dilanda wabah kemusrikan yang sangat parah.
Abdul Muthalib menamai cucunya Muhammad atau biasa di panggil Ahmad.
Mayoritas ahli Tarih berpendapat Nabi Muhammad di lahirkan pada tahun gajah (570 M). Ini adalah pendapat Ibnu Ishaq dan sebagian besar ulama yang lain.
Sahabat Abu Abbas mengatakan bahwa Rasulullah di lahirkan pada hari senin 12 Rabi'ul Awal.
Seminggu setelah kelahiran cucunya Abdul Muthalib menyembelih beberapa ekor unta dan mengundang makan masyarakat Mekah.
Ditengah kesibukan acara berlangsung kakek Rasulullah mengumumkan nama cucu tercintanya dengan nama Muhammad.
Banyak orang bertanya kenapa anak bayi itu tidak diberi nama seperti nenek moyangnya.
Abdul Muthalib menjawab;
"Aku menginginkan dia akan menjadi orang terpuji bagi Tuhan di langit dan makhlukNya di bumi"
Itulah awal kelahiran Rasulullah saw, seorang hamba dan utusan Allah yang menjadi penutup kenabian. Lahir dalam keadaan yatim dan kecil dalam keadaan yatim piatu. Hidup tanpa orang tua bukan tidak memiliki siapa-siapa.
Rasulullah saw kecil dikenal sebagai anak yang cakap, cerdas, jujur, amanah (dapat dipercaya) dan seorang pekerja keras.
Beliau sudah bekerja diawal umur 7-8 tahun.
Allah telah menyiapkan seorang hamba pilihan untuk umat pilihan.
Dapatkah kita mengambil pelajaran darinya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar