Cari Artikel

Tidak Menyembah Jika Tidak Melihat



Imam Ja’far ash Shadiq, salah seorang ulama sekaligus auliyah dari keturunan Nabi SAW, yakni dari pernikahan putri beliau Fathimah az Zahrah dan Ali bin Abi Thalib, suatu ketika sedang berjalan-jalan di tepi sungai Tigris, tiba-tiba muncul seseorang yang terkenal sangat kaya, pintar dan terkemuka menghadang jalan Sang Imam.
Orang ini seorang muslim, tetapi sangat materialis dan sangat mengagungkan otaknya semata. Ia berkata,
“Wahai Imam, engkau adalah keturunan Nabi Muhammad SAW dan pemimpin para auliyah. Aku ingin melihat Allah dengan kedua mataku ini, dapatkah engkau mengaturnya untukku?”
“Wahai sahabatku,” Kata Imam Ja’far Shadiq, “Allah tidak bisa dilihat dengan mata lahirian ini, Dia hanya bisa dirasakan (kehadiran-Nya) dengan mata hati!!”

Lelaki materialis (mengukur segalanya hanya dengan yang tampak nyata) ini berkata,
“Terserah apa yang engkau katakan, tetapi aku tidak bisa menyembah Tuhan yang tidak bisa disentuh dan dilihat!!”

Imam Ja’far Shadiq memandangnya dengan tajam, kemudian berkata kepada para sahabatnya,
“Angkatlah lelaki ini dan lemparkan ke sungai!!”

Mereka segera melaksanakan perintah sang imam, dan lelaki tersebut dilemparkan ke sungai. Dalam keadaan timbul tenggelam berjuang untuk selamat, lelaki materialis itu berseru,
“Wahai Imam, selamatkanlah aku! Aku mohon dengan sangat, selamatkanlah aku!!”

Imam Ja’far Shadiq memerintahkan para sahabat untuk mengangkatnya dari sungai. Lelaki tersebut masih terengah-engah nafasnya ketika beliau berkata lagi,
“Ikat kedua tangannya dan lemparkan ke sungai, dan jangan diselamatkan lagi!!”

Lelaki materialis itu tampak ketakutan, tetapi para sahabat Sang Imam tetap patuh melaksanakan perintah beliau. Setelah dilemparkan ke sungai, ia megap-megap hampir tenggelam. Ia telah putus asa untuk meminta tolong pada sang imam, bisa-bisa keadaannya lebih parah. Dalam keadaan sangat kritis tersebut, ia berteriak,
“Wahai Tuhan Yang Maha Pengasih, selamatkanlah hamba! Tidak ada yang bisa menyelamatkan hamba dari bahaya ini kecuali Engkau, Ya Allah!!”

Mendengar teriakan lelaki tersebut, Imam Ja’far Shadiq tersenyum dan memerintahkan para sahabatnya untuk menyelamatkan dia. Dalam keadaan gemetar ketakutan, lelaki itu dihadapkan kepada sang imam, dan beliau berkata,
“Kamu memanggil-manggil: Tuhan Yang Maha Pengasih, Tuhan Yang Maha Pengasih…!! Apa benar kamu telah melihat-Nya??”

Lelaki itu berkata,
“Benar, ya imam, ketika harapan kepada semua manusia telah lenyap, aku mencari perlindungan-Nya, dan mata hatiku terbuka sehingga aku bisa melihat (merasakan) kehadiran-Nya…!!”

Lelaki tersebut akhirnya bertobat dan tidak materialis lagi, bahkan menjadi pengikut sang imam yang setia.

Batu, Kerikil Dan Pasir



Pada awal kelas filsafat di sebuah universitas, profesor berdiri dengan beberapa item yang terlihat berbahaya di mejanya. Yaitu sebuah toples mayonaisse kosong, beberapa batu, beberapa kerikil, dan pasir. Mahasiswa memandang benda-benda tersebut dengan penasaran. Mereka bertanya-tanya, apa yang ingin profesor itu lakukan dan mencoba untuk menebak demonstrasi apa yang akan terjadi.

Tanpa mengucapkan sepatah kata apapun, profesor mulai meletakkan batu-batu kecil ke dalam toples mayonaisse satu per satu. Para siswa pun bingung, namun profesor tidak memberikan penjelasan terlebih dahulu. Setelah batu-batu itu sampai ke leher tabung, profesor berbicara untuk pertama kalinya hari itu. Dia bertanya kepada siswa apakah mereka pikir toples itu sudah penuh. Para siswa sepakat bahwa toples tersebut sudah penuh.

Profesor itu lalu mengambil kerikil di atas meja dan perlahan menuangkan kerikil tersebut ke dalam toples. Kerikil kecil tersebut menemukan celah di antara batu-batu besar. Profesor itu kemudian mengguncang ringan toples tersebut untuk memungkinkan kerikil menetap pada celah yang terdapat di dalam stoples. Ia kemudian kembali bertanya kepada siswa apakah toples itu sudah penuh, dan mahasiswa kembali sepakat bahwa toples tersebut sudah penuh.

Para siswa sekarang tahu apa yang akan profesor lakukan selanjutnya, tapi mereka masih tidak mengerti mengapa profesor melakukannya. Profesor itu mengambil pasir dan menuangkannya ke dalam toples mayones. Pasir, seperti yang diharapkan, mengisi setiap ruang yang tersisa dalam stoples. Profesor untuk terakhir kalinya bertanya pada murid-muridnya, apakah toples itu sudah penuh, dan jawabannya adalah sekali lagi; YA.

Profesor itu kemudian menjelaskan bahwa toples mayones adalah analogi untuk kehidupan. Dia menyamakan batu dengan hal yang paling penting dalam hidup, yaitu: Kesehatan, pasangan anda, anak-anak anda, dan semua hal yang membuat hidup yang lengkap.

Dia kemudian membandingkan kerikil untuk hal-hal yang membuat hidup anda nyaman seperti pekerjaan anda, rumah anda, dan mobil anda. Akhirnya, ia menjelaskan pasir adalah hal-hal kecil yang tidak terlalu penting di dalam hidup anda.

Profesor menjelaskan, menempatkan pasir terlebih dahulu di toples akan menyebabkan tidak ada ruang untuk batu atau kerikil. Demikian pula, mengacaukan hidup anda dengan hal-hal kecil akan menyebabkan anda tidak memiliki ruang untuk hal-hal besar yang benar-benar berharga.

Perhatikan segala sesuatu yang penting demi kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan. Luangkan Waktumu untuk bersama dengan anak-anak dan pasangan anda. Selesaikan pekerjaan anda ketika anda berada di kantor, jangan saat anda sedang berkumpul dengan keluarga. Dendam terhadap seseorang tidak akan bermanfaat untuk anda. Dapatkan prioritas anda sekarang dan bedakan antara batu, kerikil, dan pasir.

Filodofi Kamera



Layaknya kamera yang hasilnya bergantung pada apa yang kita fokuskan, begitupun kehidupan. Kita bisa memfokuskannya untuk memotret hal-hal yang baik, juga bisa untuk menangkap hal-hal yang buruk.

Jadi, pilihannya tergantung kita, apa yang mau kita lihat dan apa yang mau kita fokuskan dalam hidup ini?

Jika kita mampu memotret dan berfokus kepada hal-hal yang baik dan indah yang kita miliki serta menikmati hidup ini, kita akan memiliki kehidupan yang bahagia.

Sebaliknya, jika kita senantiasa berfokus kepada kesialan, cacat, kemalangan, dan cela yang kita atau orang lain miliki, hal-hal buruk yang terjadi dalam hidup kita, dan berpikir orang selalu mencoba menipu kita atau menjatuhkan kita, sudah dipastikan hidup kita akan penuh dengan drama dan penderitaan.

Ambil kamera, kemudian ambil gambar sesuka hati. Dengan begitu, kita akan mengerti bentuk bahagia dari hasil jepretan kamera kita sendiri.

Kelebihan Akal Manusia



Salah satu kisah inspiratif yang saya dapatkan dari almarhum Ua (kakak ayah) entah berapa puluh tahun yang lalu dan memberikan hikmah berupa kesadaran akan salah satu potensi yang diberikan Allah kepada kita, yaitu aqal.

Banyak manusia yang ternyata kurang memanfaatkan aqalnya, padahal ini salah satu pembeda antara manusia dengan binatang.

Kisahnya sederhana, ada unsur humor tetapi syarat dengan hikmah yang mendalam.

Ada seekor kerbau yang setiap pagi dibawa oleh seorang anak penggembala yang masih kecil menuju sawah yang akan dibajak. Jika tidak ada pekerjaan, kerbau itu oleh penggembalanya dibawa ke daerah yang banyak rumputnya. Kemana pun kerbau itu dibawa selalu saja nurut kepada majikannya yang seorang anak kecil.

Suatu saat, saat si kerbau sedang sendirian, ada seekor harimau menghampiri kerbau itu. Si harimau berkata kepada kerbau,
“Hey kerbau, saya sudah beberapa hari mengamati kamu. Kamu selalu nurut saja dibawa-bawa atau disuruh-suruh oleh majikan kecilmu. Manusia majikanmu itu sangat kecil dibanding kamu, kenapa tidak kamu tubruk saja, pasti dia terpental jauh atau mati. Kamu jadi bebas seperti saya, bebas kemana pun saya mau.”
“Saya takut kepada anak kecil itu”, jawab si kerbau.
“Ha ha ha, dasar bodoh kamu. Masa badan kamu yang besar takut kepada anak kecil?” ejek si harimau sambil menertawakan.
“Kamu juga akan takut jika kamu mengetahui kelebihan manusia.” kata si kerbau menjelaskan.
“Apa sih kelebihan manusia itu, koq bisa membuat kamu takut?” tanya si harimau penasaran.

Tidak lama kemudian, anak penggembala tersebut datang. Langsung saja si harimau menyapanya.
“Hey anak manusia!! Kata si kerbau kamu mempunyai kelebihan yang membuat dia takut. Apa itu?”
Anak pengembala itu menjawab,
“Saya sebagai manusia diberikan kelebihan oleh Pencipta, yaitu berupa akal yang tidak dimiliki oleh makhluq lainnya.”
“Akal itu apa? Boleh saya melihat akal kamu? Jika kamu tidak menunjukkan, saya akan memakan kamu.” tanya harimau sambil mengancam.
“Wah saya tidak bisa memperlihatkannya, karena akal saya tertinggal di rumah”. jawab si pengembala dengan tenangnya.
“Kalau begitu kamu ambil dulu.” kata si harimau dengan nada mendesak.
“Saya bisa saja mengambilnya, tetapi percuma. Kamu akan lari.” Jawab pengembala tidak mau kalah.
“Saya janji, saya tidak akan lari” kata harimau dengan percaya diri.
“Sekarang kamu berkata demikian, setelah melihat saya membawa akal, kamu pasti lari. Bagaimana kalau kamu saya ikat? Supaya kamu tidak lari nanti.” tantang si anak gembala.
“Setuju” jawab harimau.

Kemudian si anak penggembala tersebut mengikat harimau tersebut di sebuah pohon. Bukan saja tidak bisa lari, tetapi sampai tidak bisa bergerak leluasa. Setelah mengikat si anak pun pergi.

Kerbau yang mengamati dari tadi tertawa, melihat nasib harimau.

“Sekarang kamu bisa apa?” tanya si kerbau. Harimau tidak bisa menjawab, dia panik dan ingin melepaskan diri tetapi tidak bisa.
“Itulah akal manusia, he he” kata si kerbau sambil pergi mengikuti majikannya.

Jika si pengembala melawan sang harimau dengan tenaga untuk bertarung, kemungkinan besar akan kalah. Jika si anak kecil itu berkali hanya dengan fisik tanpa menggunakan akal, artinya dia menyamakan dirinya dengan harimau.

Anda punya aqal, maka gunakanlah. Jangan salah, banyak orang yang secara tidak sadar lebih menggunakan emosi dan hawa nafsu daripada aqalnya. Sementara, emosi dan hawan nafsu cendrung pada kesenangan semata, bukan mana yang baik dan benar.

Jika saja, kita lebih banyak menggunakan aqal kita dibandingkan saat ini, kita akan jauh lebih baik. Itu saya yakin. Sayangnya banyak yang masih tidak bisa membedakan mana aqal mana emosi.

Langkah pertama yang perlu Anda mulai lakukan adalah mulai menyadari bahwa ada pengaruh emosi dan hawa nafsu saat Anda sedang merasa berpikir. Ya saya katakan “merasa berpikir” karena banyak yang seperti itu. Dikiranya sudah berpikir, tetapi hanya baru sampai merasa berpikir.

Emosi dan hawa nafsu bukan hanya marah. Ya, marah memang salah satu yang melumpuhkan aqal, tetapi masih ada emosi dan hawa nafsu lainnya. Diantaranya ego, kesombongan, rendah diri, khawatir, takut, dan sebagainya. Itu semua bisa menurunkan kemampuan aqal kita.

Saat Anda memikirkan sesuatu atau mengambil keputusan tertentu, renungkan sampai pikiran paling dalam, apakah pemikiran Anda itu hasil dari logika atau hasil dorongan emosi dan hawa nafsu. Perlu ketenangan dan kejujuran untuk menemukan hal ini.

Tidak, saya bukan sedang berbicara orang lain, tetapi kita, saya dan Anda. Artinya yang perlu Anda nilai itu bukan orang lain tetapi diri sendiri. Dan ini masuk ke langkah kedua, yaitu muhasabah. Lakukan muhasabah atau perhitungan diri sesering mungkin, selain menghitung dosa dan amal, renungkan juga apakah apa yang Anda pikirkan itu hasil dari hawa nafsu atau aqal.

Lakukan 2 hal ini, maka insyaa Allah fungsi aqal akan kembali hidup dan tidak dikalahkan oleh emosi dan hawa nafsu. Karena aqal salah satu kelebihan kita sebagai manusia, jangan sampai kita tidak memanfaatkannya karena terkubur emosi dan hawa nafsu.

Wa'il Bin Hajar RA



Suatu ketika Wa'il bin Hajar berkunjung kepada Nabi SAW, saat itu rambutnya dalam keadaan terurai panjang. Setelah beberapa saat duduk bersama Rasulullah RA, ia mendengar beliau berkata, "Dzubab, dzubab !!"

Kata itu adalah ungkapan tentang sesuatu yang buruk atau celaka.

Wa'il berfikir, jangan-jangan itu ditujukan pada keadaan rambutnya. Setelah pulang ke rumahnya, ia memotong dan merapikan rambutnya. Esok harinya ia mengunjungi Nabi SAW lagi. Melihat penampilannya yang berbeda dengan hari sebelumnya, beliau bersabda,
"Perkataanku kemarin bukan kutujukan kepadamu, tetapi hal ini lebih baik karena engkau telah memotong rambutmu!"