Cari Artikel

Batu Menjadi Saksi



Dalam sebuah hadits menceritakan, pada zaman dahulu ada seorang lelaki wukuf di Arafah. Dia berhenti di lapangan luas itu. Pada waktu itu orang sedang melakukan ibadat haji. Wukuf di Arafah adalah rukun haji yang sangat penting. Bahkan wukuf di Arafah itu disebut sebagai haji yang sebenarnya kerana apabila seorang itu berwukuf di padang Arafah dianggap hajinya telah sempurna walaupun yang lainnya tidak sempat dilakukan.
Sabda Rasulullah;
"Alhajju Arafat" (Haji itu wukuf di Arafah)

Rupanya lelaki itu tadi masih belum mengenali Islam dengan lebih mendalam. Masih dalam istilah muallaf. Sewaktu dia berada di situ, dia telah mengambil tujuh biji batu lalu berkata pada batu itu;
"Hai batu-batu, saksikanlah olehmu bahwa aku bersumpah bahwa tidak ada tuhan melainkan Allah dan Muhammad itu utusan Allah."

Setelah dia berkata begitu dia pun tertidur di situ. Dia meletakkan ketujuh batu itu di bawah kepalanya. Tidak lama kemudian dia bermimpi seolah-olah telah datang kiamat. Dalam mimpinya itu dia telah diperiksa segala dosa-dosa dan pahalanya oleh Allah. Setelah selesai pemeriksaan itu ternyata dia harus masuk ke dalam neraka. Maka dia pun pergi ke neraka dan hendak memasuki salah satu dari pintu-pintunya.

Tiba-tiba batu kecil yang dikumpulnya tadi datang dekat pintu neraka tersebut. Tetapi mereka tidak sanggup rupanya. Malaikat azab telah berada di situ. Semua malaikat itu mendorongnya masuk ke pintu neraka tersebut. tapi tidak sanggup. Kemudian dia pun pergi ke pintu lain. Para malaikat itu tetap berusaha hendak memasukkannya ke dalam neraka tapi tidak bisa kerana batu mengikuti ke mana saja dia pergi.

Akhirnya habislah ketujuh pintu neraka didatanginya. Para malaikat yang bertindak akan menyiksa orang-orang yang masuk neraka berusaha sekuat tenaga untuk mendorong lelaki itu dalam neraka tetapi tidak bisa. Sampai di pintu neraka nomer tujuh, neraka itu tidak mau menerimanya kerana ada batu yang mengikutinya. Ketujuh batu itu seolah-olah membentengi lelaki itu untuk memasuki neraka. Kemudian dia naik ke Arasy di langit yang ketujuh. Di situlah Allah berfirman yang bermaksud;
"Wahai hambaku, aku telah menyaksikan batu-batu yang engkau kumpulkan di padang Arafah. Aku tidak akan menyia-nyiakan hakmu. Bagaimana aku akan menyia-nyiakan hakmu sedangkan aku telah menyaksikan bunyi 'syahadat' yang engkau ucapkan itu. Sekarang masuklah engkau ke dalam syurga."

Kemudian dia menghampiri pintu syurga itu, tiba-tiba pintu syurga itupun terbuka lebar. Rupanya kunci syurga itu adalah kalimat syahadat yang diucapkannya dahulu.

Lelaki Tua Dan Selimut



Seorang lelaki tua dengan baju lusuhnya masuk ke sebuah toko megah. Dari bajunya, kelihatan kalau lelaki tua tersebut dari golongan fakir. Para pengunjung di toko tersebut (yang rata-rata borjuis) melihat aneh kepada lelaki tua itu. Tetapi tidak dengan pemilik toko.

Pemilik toko: ''Mau cari apa pak?'', tanyanya ramah.

Lelaki Tua: ''Anu.. Saya mau beli selimut 6 helai untuk saya dan anak istri saya. Tapi.. '', jawabnya ragu.

Pemilik toko: ''Tapi kenapa pak?''

Lelaki tua: ''Saya hanya punya uang 100 riyal. Apa cukup untuk membeli 6 helai selimut? Tak perlu bagus, yang penting bisa untuk melindungi tubuh dari hawa dingin'', ucapnya polos.

Pemilik toko: ''Oh cukup pak! Saya punya selimut bagus dari Turki. Harganya cuma 20 riyal saja. Kalau bapak membeli 5, saya kasih bonus 1 helai'', jawabnya sigap.

Lega, wajah lelaki tua itu bersinar cerah. Ia menyodorkan uang 100 riyal, lalu membawa selimut yang dibelinya pulang.

Seorang teman pemilik toko yang sedari tadi melihat dan mendengar percakapan tersebut kemudian bertanya pada pemilik toko:

''Tidak salah? Kau bilang selimut itu yang paling bagus dan mahal yang ada di tokomu ini. Kemarin kau jual kepadaku 450 riyal. Sekarang kau jual kepada lelaki tua itu 20 riyal?", protesnya heran.

Pemilik toko: ''Benar. Memang harga selimut itu 450 riyal, dan aku menjualnya padamu tidak kurang dan tidak lebih. Tetapi kemarin aku berdagang dengan manusia. Sekarang aku berdagang dengan Allah".

"Demi Allah! Sesungguhnya aku tidak menginginkan uangnya sedikitpun. Tapi aku ingin menjaga harga diri lelaki tua tersebut agar dia seolah tidak sedang menerima sedekah dariku hingga bisa membuatnya malu".

"Demi Allah! Aku hanya ingin lelaki tua itu dan keluarganya terhindar dari cuaca musim dingin yang sebentar lagi datang. Dan aku pun berharap Allah menghindarkanku dan keluargaku dari panasnya api neraka..''.

Filosofi Lebah



Lebah adalah binatang kecil yang sangat istimewa.

Lebah diciptakan Tuhan Yang Maha Kuasa banyak memberi manfaat bagi manusia. Di antara manfaatnya adalah madu. Tak hanya itu, perilaku hewan kecil ini harusnya menjadi cerminan akhlak bagi manusia sejati.

Perhatikanlah kehidupannya. Ada banyak manfaat yang bisa diambil hikmahnya dari lebah.

Pertama, lebah hanya menghisap saripati bunga.
Ia hanya mengambil yang inti dan membiarkan yang lain. Lebah tahu, yang menjadi kebutuhannya hanyalah saripati, bukan yang lainnya. Ini mengajarkan bahwa setiap manusia harus mengambil sesuatu yang baik dan halal. Sebab, mengambil hak yang lain hukumnya adalah haram.

Kedua, lebah menghasilkan madu.
Ia memberi manfaat bagi manusia. Ini pelajaran bagi kita semua. Madu berasal dari saripati bunga dan baik, maka keluarnya pun baik. Sesuatu yang halal, keluarnya halal pula. Dan, ia banyak memberi manfaat bagi orang lain.

Ketiga, lebah tidak merusak.
Di mana pun dia hinggap, tak ada tangkai daun ataupun ranting pohon yang patah. Betapa santunnya hewan kecil ini hingga dalam bergaul dia tidak menyakiti siapa pun dan senantiasa menjaga kedamaian dalam setiap suasana. Lebah senantiasa memegang prinsip ketenteraman dalam pergaulan.

Keempat, lebah punya harga diri.
Ia tidak akan pernah mengganggu orang lain selama kehormatan dan harga dirinya dihormati. Namun, bila harga dirinya dizalimi, ia akan siap ‘menyengat’ pengganggunya. Karena itu, setiap manusia harus mampu menjaga kehormatan dirinya.

Sudah sepatutnya kita belajar ilmu dari lebah. Bukan karena fisik dan pesonanya yang kurang menarik, tapi karena komitmennya dalam bersikap dan berbuat. Manusia memiliki kemuliaan dari makhluk lain. Namun, tingkah laku dan kehormatan manusia bisa lebih hina dari binatang.

Tuhan telah memberikan pelajaran bagi manusia untuk mengambil hikmah dari lebah. Ia makhluk kecil yang memberikan manfaat sangat besar bagi manusia.

Khadijah Binti Khuwailid RA, Ummul Mukminin



Khadijah binti Khuwailid RA merupakan seorang wanita terpandang di Makkah, dari keturunan yang mulia, juga seorang pengusaha yang sukses. Khadijah telah menikah dua kali sebelum pernikahannya dengan Rasulullah SAW. Sebagian riwayat mengatakan bahwa Khadijah menikah pertama kalinya dengan Atik bin Aidz, ia mempunyai seorang anak perempuan bernama Hindun, yang kemudian menjadi seorang muslimah yang taat. Setelah berpisah dengan Atik, Khadijah menikah lagi dengan Abu Halah, atau nama aslinya Nabasyi bin Malik. Dari pernikahannya ini ia mempunyai dua orang anak, lelaki dan perempuan (sebagian riwayat mengatakan, keduanya lelaki). Abu Halah meninggal terlebih dahulu. Riwayat lain menyebutkan, Abu Halah suami pertamanya, baru kemudian Atik bin Aidz.

Dalam status jandanya yang kedua kali ini, banyak sekali pemuka dari kaum Quraisy yang ingin memperistrinya, tetapi dengan tegas ia menolaknya. Khadijah mempunyai kebiasaan meminta seseorang untuk menjalankan dagangannya dan membagi keuntungan dengan mereka. Tatkala ia mendengar kabar tentang Muhammad yang mempunyai kejujuran, kredibilitas dan kemuliaan akhlak, ia menawarkan untuk menjalankan dagangannya ke Syam. Atas dorongan dan dukungan dari pamannya, Abu Thalib, Muhammad yang kala itu masih pemuda berusia 25 tahun menerima tawaran ini.

Beliau berangkat disertai pembantu Khadijah yang bernama Maisarah, dan perdagangannya ini memperoleh keuntungan yang sangat besar. Melihat hal ini Khadijah jadi sangat tertarik dengan Muhammad, apalagi setelah memperoleh cerita dari Maisarah tentang kejujuran dan ketinggian akhlak beliau selama menjalankan perdagangannya di Syam.

Suatu malam, Khadijah bermimpi melihat matahari turun ke kota Makkah, kemudian bergerak menuju ke rumahnya, sehingga cahayanya menerangi seluruh penjuru rumah dan sekelilingnya. Khadijah mendatangi anak pamannya, Waraqah bin Naufal, seorang pemeluk Nashrani yang mempunyai pengetahuan yang luas dan mampu menafsirkan impian seseorang. Setelah mendengar cerita Khadijah, Waraqah yang telah tua dan buta itu menyatakan bahwa akan turun seorang Nabi di kota Makkah dan Khadijah akan menjadi istrinya. Dan dari dalam rumahnya dakwah akan menyebar ke penjuru Arabia.

Khadijah mempunyai firasat kuat bahwa calon nabi tersebut adalah Muhammad. Siapa lagi orang di Makkah yang mempunyai kualitas akhlak dan perilaku yang lebih baik daripada dia. Ditambah lagi dengan cerita Maisarah selama mengiring Muhammad menjalankan perdagangannya ke Syam, di antaranya, adanya gulungan awan yang menaungi mereka sehingga terhindar dari teriknya matahari padang pasir. Karena itu muncul keinginannya untuk menikahinya.

Dengan perantaraan seorang temannya bernama Nafisah binti Munyah, Khadijah menyampaikan maksudnya untuk menikahi Muhammad kepada pamannya, Abu Thalib. Beliau menyambut baik keinginan Khadijah tersebut. Walau telah berusia 40 tahun, Khadijah adalah seorang wanita yang cantik dan pandai, kaya dan terpandang sekaligus sangat menjaga dirinya, sehingga memperoleh gelar Thahirah (wanita suci), dan sangat jauh dari budaya jahiliah.

Muhammad segera menghubungi paman-pamannya untuk melamar Khadijah. Perkawinan berlangsung meriah, dihadiri oleh Bani Hasyim dan pemuka Bani Mudhar. Mas kawin yang diberikan Nabi SAW adalah 20 ekor unta muda, yang menjadi wali Khadijah adalah pamannya, Umar bin Asad karena ayahnya, Khuwailid telah meninggal dunia. Perkawinan ini berlangsung dua bulan sepulangnya beliau dari perdagangan di Syam.

Nabi SAW sangat mencintai Khadijah, jauh melebihi istri-istri beliau lainnya, termasuk setelah kewafatannya, sehingga pernah memancing kecemburuan Aisyah. Ketika beliau menyebut nama Khadijah yang telah wafat, Aisyah berkata emosional, "Mengapa engkau masih saja mengingat wanita tua Quraisy, yang sudah meninggal itu. Bukankah Allah telah memberikan ganti dengan istri yang lebih baik darinya!!"

Memang, Aisyah merupakan istri yang paling dicintai beliau dibanding istri-istri beliau lainnya. Tetapi sebaik apapun Aisyah, di mata Rasulullah, ia tidak bisa dibandingkan dengan Khadijah. Beliau bersabda, "Demi Allah, tiada yang lebih baik dari dirinya. Ia telah mempercayaiku ketika semua orang mendustakan. Ia merelakan semua hartanya, ketika semua orang malah menahannya, dan Allah mengaruniakan anak-anak darinya dan tidak dari istri-istriku lainnya…"

Siapa yang tidak tahu, bagaimana besarnya peran Khadijah pada masa-masa awal beliau mengemban risalah Islam ini. Ketika beliau dalam kegoncangan jiwa saat pertama kali bertemu Jibril, dialah yang menentramkan dan menguatkan jiwa beliau, bahkan membawa beliau kepada Waraqah bin Naufal untuk memantapkan bahwa beliau berada di dalam kebenaran. Ketika hampir seluruh pemuka-pemuka Quraisy memusuhi dan mengingkarinya, dialah yang jadi pembela dan sandaran kekuatan beliau, bersama Abu Thalib. Maka tatkala dua orang ini meninggal, beliau tidak bisa menyembunyikan kesedihannya, sehingga dalam sejarah dikenal sebagai "Tahun Duka Cita" (Amul Huzni).

Suatu saat Nabi SAW dikirimi seseorang unta yang telah disembelih, beliau mengambil sendiri beberapa bagian, kemudian menyuruh seseorang mengantarkan kepada teman Khadijah. Melihat hal itu, Aisyah berkata,
"Mengapa engkau mengotori tanganmu sendiri, bukankah bisa orang lain mengerjakannya?"

Nabi SAW menjelaskan bahwa Khadijah pernah berwasiat kepada beliau seperti itu. Kontan muncul kecemburuan Aisyah, ia berkata,
"Khadijah lagi, Khadijah lagi… seolah-olah tidak ada lagi wanita di bumi ini selain Khadijah…!!"

Mungkin reaksi yang wajar dari seorang istri, dan beliau mungkin bisa memakluminya kalau menyangkut istri beliau lainnya. Tetapi karena ini menyangkut Khadijah, tampak sepercik kemarahan pada wajah beliau. Tanpa banyak bicara, beliau bangkit berdiri dan pergi.

Beberapa waktu kemudian beliau kembali menemui Aisyah, tampak ia menangis sedang ditemani ibunya, Ummu Ruman. Ummu Ruman berkata,
"Ya Rasulullah, ada apa antara engkau dengan Aisyah? Ia masih anak-anak, hendaklah engkau memaafkannya….!"

Nabi SAW tersenyum, sambil memegang ujung bibir Aisyah beliau berkata,
"Bukankah engkau sendiri yang berkata, tidak ada wanita lain di bumi ini selain Khadijah…!!"

Inilah Khadijah, walaupun Allah telah memberikan ganti dengan istri-istri lainnya, dari yang muda, dewasa, juga yang tua (yakni Saudah bin Zam'ah), yang cantik dan berbakti, yang mandiri, sabar dan tidak membebani Nabi SAW, tetapi tetaplah Khadijah yang menjadi sosok utama di dalam hati beliau.

Kisah Seorang Petani



Pak Udin adalah seorang petani di sebuah kampung yang cukup jauh dari kota. Pekerjaan setiap hari, sebagaimana petani lainnya, adalah mengurus kebun, sawah, dan binatang ternak peliharaanya.

Suatu hari, karena tidak hati-hati, saat sedang mencangkul, kakinya kena cangkul sehingga terluka cukup parah. Sayangnya, di daerah pak Udin jangankan Rumah Sakit, dokter atau puskesmas pun jaraknya sangat jauh. Pak Udin mencoba mengobati sendiri ala kadarnya. Ya, peristiwa kena cankul seperti ini bukanlah yang pertama kali. Hanya saja ini yang paling parah.

Sejak kecelakaan itu pak Udin libur dulu mengurus sawah, kebun, dan ternaknya karena kakinya sangat sakit. Dan semakin hari ternyata tidak membaik bengkak dan bernanah. Artinya terjadi inveksi pada lukanya. Dia mencoba mengobatinya sebisa mungkin, tetapi makin parah.

Akhirnya, dia memanggil seorang tabib yang ada di kampung itu. Saat tabib datang, jelas kaget. Ini hampir terlambat. Harusnya segera diobati dengan cara yang benar, jangan asal memberi obat saja.

Tabib ini cukup berpengalaman karena sebelumnya sudah ada yang pernah mengalami kecelakaan yang sama. Akhirnya Tabib memberikan resep yang harus segera dibuat oleh pak Udin untuk mengobati lukanya.

“Tenang saja pak Udin, kalau segera diobati dengan resep ini, in syaa Allah akan sembuh.” kata Tabib sambil menuliskan resep obat tradisional. Dan sang Tabib pun pulang.

Beberapa minggu setelahnya, terdengar kabar kaki pak Udin terpaksa harus diamputasi. Artinya sudah tidak tertolong lagi kecuali dengan amputasi.

Tabib pun kaget. Apakah resep dia salah? Dia langsung mengunjungi pak Udin di rumahnya yang kebetulan sudah pulang dari Rumah Sakit di kota.

“Kenapa pak Udin, koq sampai diamputasi? Bukankah tempo hari sudah saya kasih resep?” tanya tabib sambil memperhatikan kaki pak Udin yang masih terbalut perban.

“Betul tabib, tapi saya tidak bisa menjalankan resep dari tabib.” jawab pak Udin.

“Kenapa?”, tanya tabib.

“Alasannya, saya tidak punya salah satu bahan obatnya.” jawab pak Udin.

Apakah alasan pak Udin salah? Apakah alasan pak Udin mengada-ngada? Tidak, mungkin benar pak Udin memang tidak punya salah satu bahan obat yang dibutuhkan untuk membuat resep.

Namun, terlepas alasan Anda itu benar atau tidak. Terlepas alasan itu mengada-ngada atau tidak. Jika Anda tidak berusaha mengatasi alasan yang menghambat Anda, Anda akan TETAP menanggung konsekuensinya.

Cerita diatas hanyalah fiktif belaka, sengaja saya karang agar kita bisa memahami bagaimana ruginya jika kita selalu kalah dengan alasan sehingga kita tidak berbuat hal yang seharusnya kita lakukan atau melakukan kebaikan.

Banyak orang yang yang beralasan tidak mau berbisnis dengan alasan tidak punya modal. Maka tugas Anda selanjutnya adalah berupaya bagaimana agar bisa mendapatkan modal, bukan diam atau menyerah. Terlepas apakah Anda benar tidak punya modal atau tidak, Anda tetap saja tidak punya bisnis, tetap saja tidak punya kran rezeki tambahan.

Bagaimana pun resep sudah Anda miliki, sudah membaca artikel, ebook, buku, menonton video, mengikuti pelatihan atau workshop, namun akan percuma jika Anda tidak mempraktekannya. Apa pun alasannya, jika Anda tidak praktek Anda akan tetap tidak akan merasakan manfaatnya dan merasakan konsekuensinya.