Cari Artikel

Akibat Tidak Mengeluarkan Zakat



Sekelompok tabiin (mereka yang berguru pada sahabat Nabi SAW) mengunjungi seorang tabiin lainnya yang bernama Abu Sinan. Tetapi belum sempat berbincang, Abu Sinan berkata,
“Mari ikut bersamaku bertakziah pada tetanggaku yang saudaranya meninggal!!”

Mereka segera beranjak ke rumah tetangga Abu Sinan, dan mendapati lelaki itu menangis mengeluhkan keadaan saudaranya yang telah meninggal dan dimakamkan. Para tabiin itu berusaha menghibur dan menyabarkannya dengan berkata,
”Tidakkah engkau tahu bahwa kematian itu adalah sebuah jalan dan kepastian yang tidak bisa dihindarkan?”
Lelaki itu berkata,
“Memang benar, tetapi aku menangisi saudaraku yang kini menghadapi siksa kubur!!”

Sesaat mereka saling berpandangan, kemudian berkata,
“Apakah Allah memperlihatkan kepadamu tentang berita ghaib?”
Ia berkata,
“Tidak, tetapi saat selesai memakamkannya dan orang-orang meninggalkan kuburnya, aku duduk sendirian meratakan tanah kuburan sambil mendoakannya. Tiba-tiba terdengar suara dari dalam tanah : …aach, mereka meninggalkan aku sendirian menghadapi siksa ini, padahal aku benar-benar telah berpuasa, aku benar-benar telah melaksanakan shalat….”

Sesaat lelaki itu terdiam berusaha menahan isak tangisnya, lalu berkata lagi,
“Mendengar perkataan itu, aku jadi menangis dan menggali lagi kuburannya untuk melihat apa yang sedang dihadapinya. Aku melihat api menjilat-jilat di sana, dan di lehernya melingkar sebuah kalung dari api. Rasa sayang dan kasihan membuatku ingin mengurangi deritanya, maka aku mengulurkan tangan untuk melepas kalung api itu, tetapi tangan dan jari-jemariku justru tersambar api sebelum sempat menyentuhnya!!”

Ia menunjukkan tangannya yang tampak menghitam bekas terbakar, dan berkata lagi,
“Aku segera menutup kembali kuburnya, dan terus menerus bersedih, menangis dan menyesali keadaan dirinya.!!”
Mereka berkata,
“Sebenarnya apa yang telah dilakukan saudaramu di dunia hingga mendapat siksa kubur seperti itu?”
Ia berkata, “Dia tidak mengeluarkan zakat hartanya!!”

Salah seorang dari para tabiin itu yang bernama Muhammad bin Yusuf al Qiryabi berkata,
“Peristiwa itu membenarkan firman Allah SWT:
Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS Ali Imran 180)… Sedangkan saudaramu itu disegerakan siksanya di alam kubur hingga hari kiamat tiba….”

Para tabiin itu berpamitan, dan mereka mengunjungi sahabat Nabi SAW, Abu Dzarr al Ghifari. Mereka menuturkan kisah lelaki tetangga Abu Sinan itu, dan menutup ceritanya dengan pertanyaan, “…. Kami telah banyak melihat orang-orang Yahudi, Nashrani dan Majusi mati, tetapi kami tidak pernah mendengar cerita yang seperti ini!!”
Abu Dzarr berkata,
“Mereka (kaum Yahudi, Nashrani dan Majusi) telah jelas tempatnya di neraka, adapun Allah memperlihatkan keadaan orang-orang yang beriman (yang mengalami siksa) itu kepada kalian, agar kalian dapat mengambil ibarat (pelajaran). Bukankah Allah telah berfirman: Sesungguhnya telah datang dari Tuhanmu bukti-bukti yang terang; maka Barang siapa melihat (kebenaran itu), maka (manfaatnya) bagi dirinya sendiri; dan barang siapa buta (tidak melihat kebenaran itu), maka kemudaratannya kembali kepadanya. Dan aku (Muhammad) sekali-kali bukanlah pemelihara kamu. (QS al An’am 104)….!!”

5 Wasiat Allah SWT Kepada Rasulullah SAW



Dari Nabi SAW,
"Pada waktu malam saya diisra'kan sampai ke langit, Allah SWT telah memberikan lima wasiat, antaranya:
Janganlah engkau gantungkan hatimu kepada dunia karena sesungguhnya Aku tidak menjadikan dunia ini untuk engkau.
Jadikan cintamu kepada-Ku sebab tempat kembalimu adalah kepada-Ku.
Bersungguh-sungguhlah engkau mencari syurga.
Putuskan harapan dari makhluk kerana sesungguhnya mereka itu sedikitpun tidak ada kuasa di tangan mereka.
Rajinlah mengerjakan sembahyang tahajjud kerana sesungguhnya pertolongan itu berserta qiamullail."

Ibrahim bin Adham berkata,
"Telah datang kepadaku beberapa orang tetamu, dan saya tahu mereka itu adalah wakil guru tariqat. Saya berkata kepada mereka, berikanlah nasihat yang berguna kepada saya, yang akan membuat saya takut kepada Allah SWT.
Lalu mereka berkata,
"Kami wasiatkan kepada kamu 7 perkara, yaitu :
1. Orang yang banyak bicaranya janganlah kamu harapkan sangat kesedaran hatinya.
2. Orang yang banyak makan janganlah kamu harapkan sangat kata-kata himat darinya.
3. Orang yang banyak bergaul dengan manusia janganlah kamu harapkan sangat kemanisan ibadahnya.
4. Orang yang cinta kepada dunia janganlah kamu harapkan sangat khusnul khatimahnya.
5. Orang yang bodoh janganlah kamu harapkan sangat akan hidup hatinya.
6. Orang yang memilih berkawan dengan orang yang zalim janganlah kamu harapkan sangat kelurusan agamanya.
7. Orang yang mencari keredhaan manusia janganlah harapkan sangat akan keredhaan Allah daripadanya."

Hati Yang Mati | Qalbun Mayyit



Ada 2 ciri utama hati yang mati, yaitu:
‪1. Selalu menolak akan kebenaran dari Allah.
‪2. Selalu melakukan kerusakan / berlaku zhalim kepada sesama makhluk hidup bahkan terhadap dirinya sendiri.

‪Hati yang mati secara tersirat disinggung dalam surat Al-Baqarah ayat 7 yang artinya;
“Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang berat”.

Serta dalam riwayat Ibrahim bin Adam atau dikenal juga dengan nama Abu Ishaq, yang sedang berjalan dipasar Bashrah, lalu orang-orang mengerumuninya dan seraya bertanya:
"Wahai Abu Ishaq, sudah sejak lama kami memanjatkan do'a kepada Allah, tetapi mengapa do'a-do'a kami tidak di kabulkan? Padahal Allah telah berfirman dalam kitab-Nya; "Berdo'alah kalian kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan do'a kalian." (QS.Ghoofir : 60).
‪Lalu Abu Ishaq menjawab, "Hal itu dikarenakan hati kalian telah mati dengan sepuluh perkara berikut:
1. Kalian mengenal Allah tetapi kalian tidak menunaikan kewajibannya.
2. Kalian mengakui mencintai Rasulullah, tapi kalian meninggalkan sunnahnya.
3. Kalian membaca Al-Qur’an, tapi kalian tidak mengamalkan isi kandungannya.
4. Kalian sangat banyak diberi nikmat karunia, tapi kalian tidak mensyukurinya.
5. Kalian selalu mengatakan bahwa syetan itu musuh kalian, tetapi kalian mengikuti langkahnya.
6. Kalian mempercayai surga itu ada, tetapi kalian tidak berbuat amal untuk mengantarkannya kesana.
7. Kalian mempercayai neraka itu ada, tetapi kalian tidak lari dari panas siksanya.
8. Kalian mengakui bahwa kematian itu benar adanya, tetapi kalian tidak mempersiapkan diri untuk menghadapinya.
9. Kalian sibuk mengurusi kekurangan orang lain, akan tetapi lupa pada kekurangan diri sendiri.
10. Kalian mengubur jenazah, akan tetapi tidak mengambil pelajaran dari peristiwa tersebut.

Wallahu'alam...

Qa'is Bin Sa'd Bin Ubadah RA



Qa'is bin Sa'd bin Ubadah, seorang pemuda Anshar putra dari seorang sahabat dan pemuka kaum Khazraj. Ayahnya, Sa'd bin Ubadah bin Dulaim telah memeluk Islam pada Ba'iatul Aqabah kedua.

Ketika Nabi SAW telah tinggal di Madinah, Sa'd membawa anaknya Qa'is kepada beliau untuk memeluk Islam, kemudian ia berkata,
"Ini adalah khadam (pelayan) anda, Ya Rasulullah!!"
Beliau memandanginya cukup lama, kemudian merangkul dan mendekatkannya pada beliau. Setelah itu ia selalu mendapat tempat yang dekat dengan Rasulullah.

Anas bin Malik, seorang sahabat yang juga diserahkan ibunya, Ummu Sulaim untuk menjadi pelayan Rasulullah SAW, berkata mengenai kedekatan Qa'is tersebut,
"Kedudukan Qa'is bin Sa'd di sisi Nabi SAW, tak ubahnya seorang ajudan/pengawal…"

Qa'is bin Sa’d mempunyai kedudukan yang mulia di kalangan kaumnya, sebagaimana kedudukan orang tuanya. Dalam usia mudanya ia tidak seperti seorang pemuda pada umumnya, ia telah mewarisi sifat-sifat yang mulia dari keluarganya, terutama sifat dermawan dan pemurah. Karena sifatnya ini, Abu Bakar dan Umar pernah memperbincangkannya, "Kalau kita biarkan pemuda ini dengan kedermawanan dan kepemurahannya, pastilah akan tandas (habis sama sekali) kekayaan orang tuanya….!"

Ketika pembicaraan tersebut sampai kepada Sa'd bin Ubadah, ia berkata,
"Siapakah yang dapat membela/memberi hujjah diriku atas Abu Bakar dan Umar? Diajarkannya anakku bersikap kikir dengan memakai namaku…!"

Pernah Qa'is memberi pinjaman kepada temannya yang sedang kesulitan dalam jumlah cukup besar.
Pada hari yang disepakati untuk membayar, temannya tersebut datang kepadanya untuk mengembalikan pinjamannya. Tetapi Qa'is menolaknya sambil berkata,
"Kami tidak pernah menerima kembali, apa-apa yang telah kami berikan….!"

Ternyata dermawan dan pemurah merupakan sifat turun temurun dari keluarga besarnya. Qa'is sendiri sejak kecil tinggal bersama kakek buyutnya, Dulaim bin Haritsah. Kakek buyutnya ini mempunyai kebiasaan menyuruh seseorang berdiri di tempat ketinggian dan memanggil orang-orang untuk makan siang bersama mereka. Dan di malam harinya, ia menyuruh seseorang menyalakan api sebagai petunjuk bagi musafir dan pejalan malam lainnya, sekaligus mengundang mereka untuk makan malam di tempatnya. Sehingga saat itu sudah menjadi pembicaraanumum, "Siapa yang ingin makan lemak dan daging, silakan mampir ke perkampungan Dulaim bin Haritsah!!"

Selain dermawan dan pemurahnya, sifat yang menonjol dari Qa'is adalah kemampuan untuk berdiplomasi dan menyusun suatu strategi, serta membuat tipu muslihat yang sangat lihai karena kecerdikannya. Sebelum Islam masuk Madinah, ia menjadi seorang yang ditakuti karena kemampuannya tersebut. Siapa saja yang berkonflik dan bermasalah dengan dirinya, pastilah ia akan terkalahkan. Tiada suatu kesulitan dan halangan yang menghadang langkahnya, pastilah ia mampu mencari jalan keluarnya.

Setelah memeluk Islam, dan mendapat didikan langsung dari Nabi SAW karena diserahkan orang tuanya untuk menjadi pelayan beliau, ia membuang jauh semua kebiasaannya tersebut, walau bukan berarti ia kehilangan kecerdikannya. Tetapi kecerdikannya saat itu disempurnakan dengan sifat kebenaran dan kejujuran, tidak lagi diarahkan untuk kemenangan, kemegahan, keuntungan dan nilai duniawiah semata-mata. Qa'is bin Sa'd pernah berkata tentang kemampuannya tersebut,
"Kalau bukan karena Islam, saya sanggup membuat tipu muslihat yang tidak dapat ditandingi oleh orang Arab manapun!!"

Qa’is juga pernah berkata,
"Kalau tidaklah aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: Tipu daya dan muslihat licik itu di neraka, tentulah aku orang yang paling lihai di antara umat ini…..!"

Seperti dikatakan sahabat Anas bahwa Qa'is ini tak ubahnya ajudan Nabi SAW, maka ia tak pernah tertinggal dalam pertempuran bersama beliau, seperti halnya para sahabat beliau lainnya. Begitu juga dengan masa khalifah pengganti beliau, sehingga pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib yang diwarnai dengan pertikaian dengan Muawiyah bin Abu Sufyan.
Qa'is akhirnya memilih berpihak kepada Ali karena ia melihatnya berada di jalan kebenaran.

Khalifah Ali sempat mengangkatnya sebagai gubernur di Mesir, tetapi kemudian ia dicopot dari jabatannya tersebut karena suatu fitnah. Tidaklah menjadi masalah ia kehilangan jabatan, hanya saja kemudian ia tahu bahwa fitnah yang mengenai dirinya itu merupakan siasat dan muslihat dari Muawiyah, sebagai pembalasan karena gagal menarik dirinya menjadi pendukungnya dan memilih berpihak kepada Ali. Bagi Muawiyah, letak geografis Mesir yang tidak jauh dari Syam, bisa membahayakan kedudukannya kalau yang menjadi gubernurnya adalah Qa'is bin Sa'd, seorang yang cerdik, ahli strategi dan sangat lihai dalam tipu muslihat.

Sebenarnya amat mudah bagi Qa'is jika ingin membalas muslihat Muawiyah dengan muslihat pula, tetapi ia tidak melakukannya.
Ketika akhirnya pecah beberapa pertempuran, ia berdiri tegak membela Ali, bahkan ia menjadi pembawa panji kaum Anshar yang berjuang dengan gagah berani tanpa takut mati. Perang Nahrawan, perang Jamal dan perang Shiffin semuanya diikutinya.

Pada perang Shiffin, ia melihat dengan sangat jelasnya strategi dan muslihat Muawiyah yang cenderung menghalalkan segala cara. Karena itu ia sempat merancang strategi dan muslihat balasan yang untuk bisa membinasakan Muawiyah dan pengikut-pengikutnya. Ia berfikir bahwa semua itu dilakukannya untuk membela Ali yang memang berada di jalan kebenaran. Tetapi tiba-tiba saja ia teringat akan Firman Allah Surah Fathir ayat 43, "Dan tipu daya yang jahat itu akan kembali menimpa orang yang merancangnya sendiri…."

Qa’is tersentak kaget dan seketika sadar, dibatalkannya semua rencana yang telah disusunnya, kemudian ia bertobat mohon ampunan Allah. Kemudian ia berkata,
"Demi Allah, seandainya Muawiyah bisa mengalahkan kita dalam peperangan ini, kemenangannya itu bukan karena kepintarannya, tetapi hanyalah karena kesalehan dan ketakwaan kita….!"

Kisah Tasbih Fathimah RA



Suatu ketika, Ali bin Abi Thalib ra bertanya kepada murid-muridnya,
”Maukah kalian saya ceritakan tentang Fatimah ra, orang yang paling dicintai diantara puteri-puteri Rasulullah saw?”
Serentak murid-muridnya menjawab,
”Tentu, kami ingin sekali.”
Kemudian Ali bin Abi Thalib ra bercerita,
”Fatimah selalu menggiling gandum dengan tangannya sendiri, sehingga menimbulkan bintik-bintik hitam yang menebal pada kedua telapak tangannya. Dia sendiri yang mengangkut air ke rumahnya dalam sebuah kantung kulit yang menyebabkan luka-luka di atas dadanya. Kemudian dia membersihkan rumahnya seorang diri, menyebabkan pakaiannya menjadi kotor.”

Pada suatu hari, datanglah beberapa orang hamba sahaya kepada Rasulullah saw, maka saya pun berkata,
“Pergilah engkau menghadap Rasulullah saw. Dan mintalah seorang pembantu untuk meringankan pekerjaan rumahmu”
kemudian dia pergi menemui Rasulullah saw. tetapi pada saat itu banyak orang yang menghadiri majlis Rasulullah saw. karena malu untuk menyampaikan maksudnya, dia pun kembali ke rumah.

Pada hari berikutnya, Rasullullah saw. datang ke rumah kami dan bertanya,
“Wahai Fatimah, ada maksud apa engkau datang ke rumahku kemarin?”
Fatimah ra. tidak menjawab karena malu. Saya berkata kepada Rasulullah saw,
“Wahai Rasulullah, dia menggiling gandum setiap hari, yang menimbulkan bintik-bintik hitam pada tangannya. Dia mengangkat air setiap hari sehingga menyebabkan luka-luka di atas dadanya, dan setiap hari dia membersihkan rumahnya sehingga pakaiannya menjadi kotor. Kemudian saya menceritakan tentang beberapa orang hamba sahaya yang engkau dapatkan kemarin dan menyuruh Fatimah datang kepada engkau untuk meminta seseorang pembantu.”

Mendengar hal itu Rasulullah saw. bersabda.
”Wahai Fatimah, bertakwalah kepada Allah, tetaplah menyempurnakan kewajibanmu kepada Allah dan kerjakanlah pekerjaan rumah tanggamu. Kemudian, apabila engkau akan tidur, ucapkanlah subhaanallah 33 kali, Alhamdulillah 33 kali, Allaahu Akbar 33 kali, ini lebih baik bagimu daripada seorang pembantu.”
Setelah mendengar nasihat itu Fatimah ra. Berkata,
”Saya ridha dengan keputusan Allah dan Rasul-Nya.”


Hikmah Dari Kisah di Atas
Inilah kisah putri Rasulullah saw nabi yang paling mulia diantara para nabi, Sedangkan kita pada zaman sekarang, jangankan pekerjaan rumah tangga, pekerjaan pribadipun harus dibantu oleh orang lain, misalnya menyapu, mengepel, membersihkan WC dan lain-lain.
Menurut hadist ini, sebelum tidur hendaklah membaca dzikir-dzikir tersebut diatas. Dalam hadist lain disebutkan bahwa Rasulullah saw menasehati Fatimah agar setiap selesai shalat membaca subhaanallah 33 kali, Alhamdulillah 33 kali, AllaahuAkbar 33 kali.