Cari Artikel

Kisah Kakek Penjual Amplop



Kisah nyata ini ditulis oleh seorang dosen ITB bernama Rinaldi Munir mengenai seorang kakek yang tidak gentar berjuang untuk hidup dengan mencari nafkah dari hasil berjualan amplop di Masjid Salman ITB.
Jaman sekarang amplop bukanlah sesuatu yang sangat dibutuhkan, tidak jarang kakek ini tidak laku jualannya dan pulang dengan tangan hampa. Mari kita simak kisah “Kakek Penjual Amplop di ITB”.

Setiap menuju ke Masjid Salman ITB untuk shalat Jumat saya selalu melihat seorang Kakek tua yang duduk terpekur di depan dagangannya. Dia menjual kertas amplop yang sudah dibungkus di dalam plastik. Sepintas barang jualannya itu terasa aneh di antara pedagang lain yang memenuhi pasar kaget di seputaran Jalan Ganesha setiap hari Jumat.
Pedagang di pasar kaget umumnya berjualan makanan, pakaian, DVD bajakan, barang mainan anak, sepatu dan barang-barang asesori lainnya. Tentu agak aneh dia nyempil sendiri menjual amplop, barang yang tidak terlalu dibutuhkan pada zaman yang serba elektronis seperti saat ini. Masa kejayaan pengiriman surat secara konvensional sudah berlalu, namun Kakek itu tetap menjual amplop. Mungkin Kakek itu tidak mengikuti perkembangan zaman, apalagi perkembangan teknologi informasi yang serba cepat dan instan, sehingga dia pikir masih ada orang yang membutuhkan amplop untuk berkirim surat.

Kehadiran Kakek tua dengan dagangannya yang tidak laku-laku itu menimbulkan rasa iba. Siapa sih yang mau membeli amplopnya itu? Tidak satupun orang yang lewat menuju masjid tertarik untuk membelinya. Lalu lalang orang yang bergegas menuju masjid Salman seolah tidak mempedulikan kehadiran Kakek tua itu.

Kemarin ketika hendak shalat Jumat di Salman saya melihat Kakek tua itu lagi sedang duduk terpekur. Saya sudah berjanji akan membeli amplopnya itu usai shalat, meskipun sebenarnya saya tidak terlalu membutuhkan benda tersebut. Yach, sekedar ingin membantu Kakek itu melariskan dagangannya.

Seusai shalat Jumat dan hendak kembali ke kantor, saya menghampiri Kakek tadi. Saya tanya berapa harga amplopnya dalam satu bungkus plastik itu.
“Seribu”, jawabnya dengan suara lirih. Oh Tuhan, harga sebungkus amplop yang isinnya sepuluh lembar itu hanya seribu rupiah? Uang sebesar itu hanya cukup untuk membeli dua gorengan bala-bala pada pedagang gorengan di dekatnya. Uang seribu rupiah yang tidak terlalu berarti bagi kita, tetapi bagi Kakek tua itu sangatlah berarti. Saya tercekat dan berusaha menahan air mata keharuan mendengar harga yang sangat murah itu.
“Saya beli ya pak, sepuluh bungkus”, kata saya.
Kakek itu terlihat gembira karena saya membeli amplopnya dalam jumlah banyak. Dia memasukkan sepuluh bungkus amplop yang isinya sepuluh lembar per bungkusnya ke dalam bekas kotak amplop. Tangannya terlihat bergetar ketika memasukkan bungkusan amplop ke dalam kotak.

Saya bertanya kembali kenapa dia menjual amplop semurah itu. Padahal kalau kita membeli amplop di warung tidak mungkin dapat seratus rupiah satu. Dengan uang seribu mungkin hanya dapat lima buah amplop. Kakek itu menunjukkan kepada saya lembar kwitansi pembelian amplop di toko grosir. Tertulis di kwitansi itu nota pembelian 10 bungkus amplop surat senilai Rp7500. “Kakek cuma ambil sedikit”, lirihnya. Jadi, dia hanya mengambil keuntungan Rp250 untuk satu bungkus amplop yang isinya 10 lembar itu. Saya jadi terharu mendengar jawaban jujur si Kakek tua. Jika pedagang nakal menipu harga dengan menaikkan harga jual sehingga keuntungan berlipat-lipat, Kakek tua itu hanya mengambil keuntungan yang tidak seberapa. Andaipun terjual sepuluh bungkus amplop saja keuntungannya tidak sampai untuk membeli nasi bungkus di pinggir jalan. Siapalah orang yang mau membeli amplop banyak-banyak pada zaman sekarang? Dalam sehari belum tentu laku sepuluh bungkus saja, apalagi untuk dua puluh bungkus amplop agar dapat membeli nasi.

Setelah selesai saya bayar Rp10.000 untuk sepuluh bungkus amplop,

Karena Taat Kepada Ibunya



Di masa Nabi Musa AS, ada seorang lelaki yang shaleh dari kalangan Bani Israil. Ia mempunyai seorang istri dan anak yang masih kecil.
Ketika ia sakit dan merasa waktu ajalnya telah dekat, ia membawa satu-satunya ternak yang dimilikinya, yakni seekor anak lembu (sapi) ke hutan, dan berdoa,
“Ya Allah, aku titipkan anak lembu ini kepada-Mu untuk keperluan anakku jika ia telah dewasa!!”
Setelah itu ia melepaskan anak lembu tersebut, yang segera saja lari ke dalam hutan.

Lelaki itu menceritakan kepada istrinya tentang lembu tersebut, dan tidak lama berselang ia meninggal dunia. Anak lembu itu sendiri hidup secara liar di dalam hutan tanpa penggembala. Jika ada orang yang melihat dan menemukannya, lembu itu segera lari ke dalam hutan dan tidak pernah bisa ditemukan.

Setelah menginjak remaja, anak itu menjadi seorang yang shaleh seperti ayahnya dan sangat taat kepada ibunya.
Waktu siang harinya digunakan untuk bekerja mencari kayu di hutan dan menjualnya di pasar. Uang hasil penjualannya itu dibagi tiga, sepertiga untuk kebutuhan hidupnya sehari-hari, sepertiga diberikan kepada ibunya, dan sepertiga sisanya disedekahkan di jalan Allah.
Waktu malam juga dibaginya menjadi tiga, sepertiga malam pertama untuk menjaga ibunya, sepertiga pertengahan untuk tidur (istirahat), dan sepertiga terakhir untuk beribadah kepada Allah hingga pagi menjelang.

Suatu ketika Sang Ibu memanggil putranya tersebut dan berkata,
“Wahai anakku, ayahmu meninggalkan warisan seekor anak lembu yang dititipkan kepada Allah di hutan. Pergilah engkau ke dalam hutan, dan berdoalah kepada Allah, Tuhannya Nabi Ibrahim, Ismail, Ishaq dan Ya’kub, agar Dia mengembalikan titipan ayahmu tersebut kepadamu. Tandanya, anak lembu itu berwarna kuning, jika tertimpa cahaya matahari akan berkilau laksana emas.”

Anak itu segera pergi ke hutan memenuhi perintah ibunya. Ketika ia melihat seekor lembu berwarna kuning, yang tentunya telah menjadi lembu dewasa yang besar sedang makan rumput, ia segera berdoa kepada Allah seperti diajarkan ibunya. Usai berdoa, ia berkata kepada lembu itu,
“Wahai lembu, aku panggil engkau demi Tuhannya Nabi Ibrahim, Ismail, Ishaq dan Ya’kub, segeralah engkau datang kemari!!”
Lembu itu segera berlari mendekatinya dan berdiri tegak di hadapannya. Pemuda itu memegang lehernya dan menuntunnya pulang. Tanpa disangka-sangka, dengan ijin Allah, sang lembu berbicara kepadanya,
“Wahai anak muda yang taat kepada ibumu, naiklah engkau ke atas punggungku agar meringankan beban perjalananmu!!”
Walau sempat terkejut dengan berbicaranya lembu itu, ia berkata,
"Ibuku tidak menyuruhku untuk mengendaraimu, tetapi beliau menyuruhku untuk memegang lehermu menuntun pulang ke rumah ibuku!!”
Sang lembu berkata lagi, “Demi Tuhannya Bani Israil, jika engkau bermaksud mengendaraiku, tentu engkau takkan bisa melakukannya (karena ibumu tidak memerintahkan seperti itu). Wahai anak muda, seandainya engkau memerintahkan bukit itu untuk berpindah, tentulah bukit itu akan pindah, semua itu karena taat dan baktimu kepada ibumu!!”

Pemuda itu tidak menanggapi pujian sang lembu tersebut, dan terus menuntunnya pulang dan menyerahkan kepada ibunya. Sang ibu berkata,
“Hai anakku, engkau miskin, dan tidak memiliki harta apapun. Berat bagimu untuk mencari kayu di hutan setiap harinya, dan tetap menjalankan shalat di malam harinya. Karena itu juallah lembu ini di pasar…!!”
“Berapa harus saya jual lembu ini, wahai ibu?” Tanya sang pemuda.
“Tiga dinar, dan jika tidak sejumlah itu, janganlah dijual sebelum bermusyawarah denganku!!” Kata ibunya.

Tiga dinar adalah harga yang wajar untuk seekor lembu pada saat itu. Pemuda itu menuntun lembunya ke pasar, tetapi sebelum sampai di sana, ada seeorang yang mencegat langkahnya dan berkata,
“Berapakah engkau akan menjual lembu ini!”
“Tiga dinar!!”
Lelaki itu berkata,
“Lembu ini sangat bagus, biarlah aku membelinya seharga enam dinar!!”
“Ibuku memerintahkan menjualnya seharga tiga dinar, jika engkau ingin membayarnya enam dinar, aku harus meminta ridha ibuku dahulu!!” Kata pemuda itu.
“Tidak usahlah meminta ridha ibumu, bukankah itu sudah melebihi harga yang diinginkannya?”
“Andaikata engkau membeli dengan uang emas seberat lembu ini, aku tidak bisa menerimanya jika ibuku belum meridhainya. Biarlah aku pulang dahulu untuk meminta ridha beliau!!” Kata sang pemuda. 

Ia pulang lagi dan menceritakan kepada ibunya apa yang dialaminya dengan orang yang ingin membeli lembu tersebut. Sang ibu berkata,
“Baiklah kalau begitu, juallah lembu ini seharga enam dinar.”

Sang pemuda kembali menuntun lembunya ke pasar. Sebelum ia sampai di sana, lelaki yang tadi itu telah menunggunya, dan berkata, “Lembu milikmu itu semakin menarik saja, biarlah aku membayarnya seharga dua belas dinar, dan engkau tidak perlu pulang-balik lagi kepada ibumu!!”
Pemuda itu berkata,
“Ibuku telah ridha dengan harga enam dinar, jadi bayarlah dengan seharga itu!!”
“Tidak bisa,” Kata lelaki itu, “Tidak sepantasnya jika kubayar seharga enam dinar, aku berbuat dholim jika tidak membayar seharga dua belas dinar…!!”
Pemuda itu berkata,
“Kalau begitu, biarlah aku pulang dahulu untuk meminta ridha ibuku!!”

Pemuda itu kembali lagi kepada ibunya dan menceritakan apa yang dialaminya dengan lelaki tersebut. Mendengar penjelasan anaknya itu, sang ibu berkata,
“Yang datang kepadamu itu adalah malaikat yang ingin mengujimu. Jika engkau bertemu lagi dengannya, tanyakan kepadanya, apakah lembu ini boleh dijual?”

Ketika sang pemuda kembali ke pasar dan bertemu dengan lelaki itu, yang tak lain adalah malaikat, sang pemuda menyampaikan pertanyaan ibunya. Sang malaikat berkata,
“Sungguh aku diperintahkan Allah untuk memberitahukan, agar kalian mempertahankan lembu itu. Suatu saat nanti akan terjadi pembunuhan di kalangan Bani Israil, dan Nabi Musa bin Imran akan membutuhkan lembu ini. Jika mereka datang untuk membelinya, janganlah dilepaskan (dijual) kecuali dengan harga emas seberat timbangan lembu itu…!!”

Begitulah, ketika terjadi peristiwa pembunuhan misterius di kalangan Bani Israil, dan Nabi Musa AS, atas perintah dari Allah SWT, mensyaratkan menyembelih seekor lembu dengan spesifikasi tertentu, sebagaimana diabadikan dalam QS Al Baqarah 67-73, lembu tersebut dibeli Bani Israil dengan harga yang dipesankan malaikat tersebut.

Kata Mutiara Bijak Dan Cinta




1351. Sesungguhnya, karena kemampuanmu lebih besar dari pada semua kesulitanmu, kehidupan ini yang sebetulnya sama sulitnya bagi semua orang, akan tampil sangat mudah bagimu, dan akan berlaku sangat ramah kepadamu.

1352. Tegas akan diri sendiri, buang pikiran negatif dan lakukan yang baik.

1353. Anda belum disebut menemukan tujuan hidup Anda yang sebenarnya, jika orang lain tidak bisa merasakannya dalam ketetapan pandangan mata Anda, dalam kejelasan bicara, dalam ketegasan langkah, dan dalam kekuatan dari alasan-alasan Anda.

1354. Kegelisahan hanya milik mereka yang putus asa.

1355. Percayalah akan kemampuan dirimu sendiri, itu akan menghindarkanmu dari orang-orang yang ingin mematahkan semangatmu.

1356. Ketika kamu berharap yang terbaik tapi kamu hanya mendapat yang biasa, bersyukurlah kamu bukan yang terburuk.

1357. Kadang hal-hal buruk Tuhan hadirkan ke dalam hidupmu untuk mengingatkanmu pada hal-hal baik yang lupa kamu syukuri.

1358. Hal yang paling sulit adalah mengalahkan diri sendiri, Tapi itu bisa kamu mulai dengan memaafkan diri sendiri.

1359. Tidak ada kebahagiaan dalam kelemahan, jangan lagi berlama-lama dalam kelemahan hidup.

1360. Sahabat adalah seseorang yang selalu membuat hatimu bahagia. Sahabat selalu membuat hidup jauh lebih menyenangkan.

1361. Motivasi menentukan apa yang anda lakukan. Sikap menentukan seberapa baik Anda melakukannya.

1362. Terkadang, yang diinginkan sebenarnya tidak dibutuhkan, sedangkan yang dibutuhkan tidak bisa dimiliki. Tapi Tuhan, tahu apa yang terbaik.

1363. Luangkan waktumu untuk keluarga, karena saat dapat berkumpul bersama, itu adalah kebahagiaan yang sempurna.

1364. Maafkan diri sendiri, jangan menyesali kesalahan. Maaf itu mengobati hati dan mendamaikan diri.

1365. Keikhlasan adalah bukti kesabaran yang sejati.

1366. Jangan pernah iri dengan apa yg orang lain miliki, setiap orang punya masalahnya sendiri, bersyukurlah untuk hidup ini.

1367. Ketika apa yang kamu inginkan belum tercapai, Tuhan sedang memberitahumu untuk berusaha lebih lagi!

1368. Setiap perbuatan yang membahagiakan sesama adalah suatu sikap yang mencerminkan pribadi yang mulia.

1369. Terluka dan memaafkan adalah bagian dari cinta. Karena cinta yang tulus pasti akan ada kata maaf untuknya.

1370. Jangan pernah merasa dirimu tak cukup baik, karena bagi seseorang, kamu adalah yang terbaik.

1371. Jangan janjikan seorang untuk tetap tinggal jika sifatmu saja membuatnya ingin pergi.

1372. Mungkin kamu tidak menyadarinya, tapi hal paling kecil yang kamu lakukan dapat membawa dampak sangat besar bagi orang lain.

1373. Cinta bukan sekedar menunggu tuk dicintai, melainkan juga keberanian untuk mencintai.

1374. Masalah tidak akan menjadi rumit jika kamu bisa menyikapinya dengan sabar dan dengan kelapangan hati.

1375. Cinta akan sempurna ketika saling melengkapi, dan akan indah ketika kita bisa mengasihi.

1376. Bangkitlah dari kesedihan, karena kesedihan adalah proses yang harus dilalui untuk menuju kebahagiaan.

1377. Sahabat yang baik adalah saat mereka dibelakangmu, mereka memotivasimu. Tapi saat dia didepanmu, mereka tak akn melupakanmu.

1378. Dari hal-hal baik, belajarlah untuk mengucap syukur. Dari hal-hal buruk, belajarlah untuk menjadi kuat.

1379. Cinta yang tulus selalu mempunyai alasan untuk mempertahankan meski sedang diuji dalam cobaan yang mungkin bisa memisahkan.

1380. Tak ada yang abadi, cinta bisa menyakiti. Orang berubah, dan sahabat bisa melukai. Tapi ingat, hidup ini tetap harus dijalani.

1381. Perjalanan hidup yang indah adalah ketika kita mampu berbagi, bukan menikmatinya sendiri atau bahkan menyombongkan diri.

1382. Hanya karena kamu belum dapatkan apa yang kamu inginkan, tak berarti kamu tak pernah bisa mendapatkannya. Terus berusaha dan berdoa.

1383. Bukan mereka yang mempunyai segalanya, tapi mereka yang mempunyai hati yang sempurna yang bisa membuatmu benar-benar bahagia.

1384. Kamu tak akan pernah bisa meraih apa yang ada di depanmu, jika kamu tak pernah mau melepaskan apa yang ada di masa lalumu.

1385. Melepaskan orang yang kamu cintai jauh lebih sulit dibanding menerima cinta yang baru yang asing bagi hatimu.

1386. Dalam hidup, kamu tak perlu jadi sempurna, tapi kamu harus berikan yang terbaik yang kamu bisa, untuk masa depan yang cerah.

1387. Cinta selalu setia pada hati, tak peduli betapa hebat logika. Tapi kamu harus tahu kapan tuk gunakan logika agar hatimu tak terus terluka.

1388. Jangan mudah menyerah, Tuhan tak pernah terlambat menolong hambaNya. Bersabar dan milikilah iman yang kuat!

1389. Mengulang-ulang memori masa lalu, kemudian mengingatnya dengan sangat teliti, tidaklah mengapa. Dan sangat baik seandainya anda segera menghentikan hal itu, untuk menatap masa depan penuh harapan.

1390. Hidup ini terlalu berharga tuk hanya memikirkan mereka yang membenci.

1391. Cinta sejati tak datang begitu saja, tapi melalui proses sedih dan tawa bersama. Juga nestapa dan mungkin derita.

1392. Jangan pernah melakukan sesuatu hanya karena kamu ingin dapatkan pujian. Lakukanlah karena itu hal yang benar tuk dilakukan.

1393. Salah satu bentuk kebahagiaan tertinggi adalah tatkala kita suskes mencapai puncak kejayaan dalam usaha. Dan menyadari bahwa kesuksesan sesungguhnya adalah membuat bangga keluarga tercinta.

1394. Ketika kamu berkata jujur, tak ada yang harus kamu ingat. Ketika kamu berkata dusta, kamu harus mengingat setiap dusta yang terucap.

1395. Kamu tak selalu dapat apa yang kamu inginkan, tapi jika kamu berusaha sebaik mungkin, kamu pasti dapat apa yang kamu butuhkan.

1396. Ketika seseorang mengecewakanmu, Maafkanlah namun jangan lupakan. Mengingatnya tapi jangan pernah mengungkitnya.

1397. Jangan pernah kehilangan dirimu sendiri hanya tuk bertahan pada seseorang yang bahkan tak peduli jika dia kehilanganmu.

1398. Cinta sejati adalah yang membuatmu menjadi orang yang lebih baik, tanpa mengubahmu menjadi seseorg selain dirimu sendiri.

1399. Jika ada Orang menegur anda dan berkata, “Jangan berangan-angan, jangan kebanyakan mimpi, jangan menghayal”. Tersenyumlah! Karena mereka sejatinya sedang menyuruh anda mewujudkan angan, mimpi dan khayalan itu.

1400. Dalam cinta, ketika kamu tak ada alasan lagi tuk bertahan, itu adalah alasan yang baik tuk melepaskan.

Usaid Bin Hudhair RA



Usaid bin Hudhair bin Sammak adalah seorang sahabat Anshar dari suku Aus. Ia salah seorang bangsawan dan pemimpin kaum yang mempunyai keahlian memanah. Ia juga dikenal dengan nama al Kamil (sempurna) karena kecemerlangan otaknya dan keluhuran akhlaknya. Sifat ini diwarisinya dari ayahnya Hudhalir Kata'ib yang merupakan bangsawan dan pemimpin yang disegani di masa jahiliah. Ia memeluk Islam ketika Nabi SAW belum lagi berhijrah ke Madinah. Dalam cahaya dan didikan Islam, makin memuncaklah kemuliaan akhlaknya dan makin meningkat martabatnya karena bimbingan wahyu dari langit.

Ketika Mush'ab bin Umair, sahabat muhajirin yang menjadi duta sekaligus muballigh pertama di Kota Madinah, sedang mendakwahkan Islam kepada penduduk Madinah didampingi oleh As'ad bin Zurarah, beberapa orang pemuka kabilah di Madinah menjadi gerah termasuk Sa'd bin Mu'adz. Sa’d tidak senang dengan aktivitas mereka berdua mempengaruhi kaumnya meninggalkan agama nenek moyangnya, tetapi ia merasa tidak enak dengan As’ad yang masih saudara dekatnya itu. As’ad bin Zurarah adalah salah satu dari enam pemuda Yatsrib yang pertama memeluk Islam, dan menjadi pioner penyebaran Islam di kotanya itu.

Suatu ketika Sa’d bertemu dengan Usaid bin Hudhair dan menyampaikan unek-uneknya. Ia meminta tolong Usaid untuk memperingatkan dan menghalangi dua orang itu memurtadkan kaumnya. Tampaknya Usaid sependapat, maka ia menyanggupinya. Ia mengambil tombaknya dan mendatangi mereka berdua yang sedang berada di kebun bani Zhafar di dekat telaga yang disebut Maraq. Ketika telah berada di depannya, Usaid berkata setengah mengancam,
"Apa yang membawa kalian kemari? Kalian memperbodoh orang-orang yang lemah di antara kami, jauhilah kami jika kalian masih ingin hidup lebih lama lagi!!"

Mush'ab memang dipilih Rasulullah SAW sendiri ketika diberangkatkan ke Madinah, tentunya dengan pertimbangan dan pengamatan yang sangat matang, walau usianya masih cukup muda. Dengan lembut Mush’ab berkata diplomatis,
"Maukah kamu duduk mendengarkan? Jika kamu senang akan sesuatu hal, engkau bisa menerima atau mengabaikannya. Dan jika kau tidak menyukai sesuatu hal, tolaklah hal itu, dan aku akan meninggalkan kalian!!”
"Baiklah, kesepakatan yang adil," Kata Usaid.

Ia menancapkan tombaknya ke tanah dan duduk bersama mereka. Mush'ab-pun mulai menceritakan tentang Islam dan membacakan beberapa ayat Al Qur'an. Tampak sekali sekali Usaid tertarik, matanya bercahaya dan perkataannya menjadi lembut. Ia memang seorang yang cerdas, dan sebelumnya mendapat pendidikan akhlak yang sangat baik sehingga dengan mudah ia menerima kebenaran yang disampaikan Mush’ab. Ia berkata,
"Alangkah indah dan baiknya ajaran ini, apakah yang harus aku lakukan jika aku ingin memasuki agama ini?"

Mush’ab bin Umair "Hendaknya engkau mandi dan bersuci, bersihkanlah kedua pakaianmu, kemudian bersyahadatlah dengan syahadat yang sebenarnya, lalu berdirilah melakukan shalat dua rakaat."

Usaid beranjak pergi melakukan perintah tersebut dengan dibimbing Mush'ab bin Umair dan As'ad bin Zurarah, sehingga jadilah ia seorang muslim. Kehendak Allah ketika melimpahkan hidayah-Nya memang tidak bisa diperkirakan. Niat Usaid semula adalah untuk menghentikan aktivitas Mush'ab dan As'ad dalam mendakwahkan Islam di Madinah, sehingga mungkin sepantasnya jika dia ditimpa musibah atas niat buruknya tersebut. Tetapi yang terjadi adalah kebalikannya, justru Allah menjadikan niatnya tersebut sebagai jalan terbukanya hidayah dan jalan kebaikan bagi dirinya.

Setelah merasakan sejuknya menjadi seorang muslim, Usaid berkeinginan menarik Sa'd bin Mu'adz kepada Islam. Bagaimanapun juga Sa'd memiliki andil atas hidayah yang diterimanya ini. Ia sangat mengenal kepribadian Sa’d, kalau saja ada kesempatan ia mendengar tentang Islam, pastilah ia akan memeluknya tanpa ragu-ragu lagi. Tetapi sikap penolakan dan permusuhan yang telah tertanam di hati, membuatnya tidak mudah menyuruh atau merayu Sa'd menemui Mush'ab dan As'ad untuk bisa mendengarkan penjelasan tentang Islam.

Setelah beberapa saat berfikir, ia memperoleh jalan keluarnya. Ia akan bersiasat, yang dengan siasatnya itu pastilah Sa’d akan menemui As’ad. Ia berkata kepada Mush'ab dan As'ad,
"Sesungguhnya di belakangku ada seorang lelaki (yaitu Sa'd bin Mu'adz), jika ia mengikuti kalian berdua, maka kaumnya tidak akan ada yang ketinggalan memeluk Islam. Aku akan bersiasat agar ia mau menemui kalian."

Usaid berlalu pergi menemui menemui Sa'd yang berada di antara kaumnya. Melihat kehadiran Usaid, Sa’d berkata,
“Sungguh Usaid datang dengan air muka yang sangat berlainan dengan saat dia meninggalkan kita!!”

Setelah tiba, Usaid langsung berkata,
"Wahai Sa'd, aku telah berbicara pada mereka berdua, dan aku tidak melihat ancaman apapun dari mereka. Dan telah kusampaikan apa yang kau inginkan, tetapi mereka berkata 'Lalukan saja apa yang kamu suka!!' Tetapi aku mendengar berita selentingan kalau bani Haritsah bermaksud membunuh As'ad karena tahu dia adalah anak bibimu. Saat ini mereka sedang menuju tempatnya, sepertinya mereka meremehkan dirimu!!"

Mendengar kabar ini, Sa'd menjadi marah dan sekaligus khawatir atas keselamatan As'ad. Terlepas bahwa ia tidak suka aktivitasnya, tetapi ikatan kekeluargaan di antara mereka begitu kuat. Ia mengambil tombaknya dan beranjak menemui Mush'ab dan As'ad. Melihat siasatnya berhasil, Usaid menjadi gembira, ia yakin Sa'd akan berubah pikiran setelah mendengar penjelasan Mush'ab tentang Islam seperti dirinya, dan dugaannya memang benar. Sa'd memeluk Islam di saat itu juga, dan ketika ia mendakwahi kaumnya, sebelum petang di hari itu, seluruh bani Abdul Asyhal telah mengikuti Sa'd memeluk Islam.

Peristiwa tersebut terjadi setelah Bai'atul Aqabah pertama. Ketika datang musim haji berikutnya, dibentuklah rombongan untuk menghadap Nabi SAW di Makkah. Usaid ikut serta di dalamnya, ia ingin mengokohkan bai'atnya di hadapan Nabi SAW. Dalam pertemuan yang dikenal dengan nama Bai'atul Aqabah kedua tersebut, Nabi SAW memilihnya sebagai salah satu dari dua belas pemimpin yang bertanggung jawab atas dakwah dan pelaksanaan ajaran Islam di kaumnya.

Seperti kebanyakan sahabat Anshar lainnya, baik dari kalangan pemuka atau anggota biasa, Usaid selalu membaktikan hidupnya untuk membela Nabi SAW dan panji-panji Islam. Setiap pertempuran bersama Rasulullah SAW diterjuninya. Sifat kamilnya tak pernah terlepas dari kepribadiannya walau dalam situasi yang mengancam jiwa dalam peperangan. Bahkan terkadang bisa menentramkan suasana, seperti yang terjadi pada perang Bani Musthaliq.

Pada pertempuran tersebut, kaum munafik yang dipimpin Abdullah bin Ubay ikut serta, dan dalam perjalanan pulang, ia mengatakan sesuatu perkataan yang menyakiti Nabi SAW. Zaid bin Arqam mendengar perkataannya tersebut, melaporkannya kepada Nabi SAW lewat pamannya. Nabi SAW yang sebenarnya sedang beristirahat segera memberangkatkan pasukannya untuk terus kembali ke Madinah. Melihat keputusan Nabi SAW ini, Usaid menemui beliau dan berkata,
"Wahai Rasulullah, tidak biasanya engkau berangkat pada saat seperti ini…!!"
Nabi SAW bersabda,
"Apa engkau belum mendengar apa yang dikatakan rekanmu (yakni, Abdullah bin Ubay) ?"
"Apa yang dikatakannya, Ya Rasulullah?"
"Ia mengatakan: Jika kita kembali ke Madinah, penduduknya yang mulia (yakni penduduk Madinah), benar-benar akan mengusir penduduknya yang hina (maksudnya Nabi SAW dan kaum muhajirin)…!!"

Jiwa pembelaannya atas Nabi SAW dan Islam muncul, tetapi tanpa makin memanaskan suasana. Usaid berkata, "Wahai Rasulullah, engkau bisa mengusirnya dari Madinah menurut kehendak engkau. Demi Allah, memang dia adalah orang yang hina dan engkau adalah orang yang mulia…!!"

Dengan perkataannya ini seolah Usaid ingin menegaskan bahwa ia dan kaumnya dari Suku Aus berdiri di belakang Nabi SAW, kemudian ia berkata lagi, "Tetapi, wahai Rasulullah, bersikaplah yang lembut terhadap dirinya. Demi Allah, Allah telah mendatangkan engkau kepada kami, padahal penduduk Madinah telah menyiapkan mahkota untuk disematkan di kepalanya. Karena itu ia merasa engkau telah merampas kerajaan dari tangannya….!!"

Nabi SAW memahami apa yang disampaikan oleh Usaid. Beliau menggerakkan pasukan untuk terus berjalan ke Madinah. Bahkan ketika malam tiba-pun beliau tidak menghentikannya, sehingga ketika tiba waktu istirahat, para anggota pasukan tersebut langsung tertidur, tidak ada kesempatan membicarakan perkataan Abdullah bin Ubay.

Salah satu keistimewaan Usaid bin Hudhair adalah suaranya ketika melantunkan Al Qur'an, para sahabat sangat senang mendengarkannya. Menurut mereka, mendengar alunan suaranya membaca Al Qur'an tersebut lebih disenanginya daripada memperoleh ghanimah (harta rampasan perang). Suaranya lembut dan khusyu', mempesona dan dapat menentramkan jiwa.

Suatu malam Usaid bin Hudhair membaca surah Al Baqarah, tiba-tiba kudanya yang diikat tak jauh darinya bergejolak. Ketika ia berhenti membaca, kuda itu menjadi tenang. Ia mencoba membacanya lagi dan kuda itu kembali bergejolak, dan ketika ia berhenti membaca, kuda itu menjadi tenang. Beberapa kali mengulang membaca, peristiwa itu berulang terjadi, sampai ia menyadari bahwa gejolak kudanya itu bisa membahayakan Yahya, anaknya yang tidur tidak jauh darinya. Ia menarik anaknya menjauh dan kepalanya tengadah ke langit, ia melihat ada sekelompok awan yang di dalamnya ada seperti lampu-lampu yang bercahaya bergerak menjauh ke atas sampai hilang dari pandangan.

Pagi harinya ia menceritakan peristiwa yang dialaminya kepada Nabi SAW, dan beliau bersabda,
"Bacalah hai Ibnu Hudhair, bacalah hai Ibnu Hudhair!!"

Usaid bin Hudhair menjelaskan bahwa ia mengkhawatirkan keselamatan anaknya karena gejolak kuda yang tidak terkendali ketika ia membaca surah Al Baqarah. Sambil tersenyum, Nabi SAW bersabda,
"Tahukah kamu, yang tampak seperti awan tersebut adalah malaikat yang mendekat karena ingin mendengarkan suaramu melantunkan Al Qur'an. Seandainya kamu terus membacanya, niscaya manusia akan bisa melihat malaikat tersebut, tidak tertutup dari mereka."

Usaid bin Hudhair wafat pada Bulan Sya’ban tahun 20 hijriah, yakni pada masa khalifah Umar bin Khaththab. Jenazahnya di makamkan di Baqi, dan Umar sendiri yang turun ke kuburnya untuk memakamkannya.

Berbakti Kepada Kedua Orang Tua



Salah satu ibadah teragung di dalam Islam setelah mentauhidkan Allah adalah berbakti kepada orang tua. Allah SWT berfirman;
"Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-ku dan kepada dua orang ibu-bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu” (QS Luqman, 31:14)

‪‎Ingatlah bahwa, ridhallahi fii ridhal walidaini, wa sakhatullahi fii sakhatil waalidaini. Keridhaan Allah ada pada keridhaan kedua orang tua, dan kemurkaan Allah ada pada kemurkaan orang tua. (HR. Tirmidzi)

‪‎Allah SWT yang Maha Bijaksana telah mewajibkan setiap anak untuk berbakti kepada orang tuanya. Bahkan perintah untuk berbuat baik kepada orang tua dalam Al-Qur’an digandengkan dengan perintah untuk bertauhid sebagaimana firman-Nya,
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.’”
(Qs.A-Isra’: 23)

‪‎Dalam hadits Abi Bakrah, Rosullah SAW bersabda:
“Maukah kalian aku beritahukan dosa yang paling besar ?”
para sahabat menjawab,
“Tentu.”
Nabi bersabda,
“(Yaitu) berbuat syirik, duraka kepada kedua orang tua.” (HR. Al Bukhori)

‪‎ Wallahu'alam...