Cari Artikel

Dzikirnya Seekor Ulat



Nabi Dawud AS terkenal dengan suaranya yang merdu. Kalau beliau sedang berdzikr atau sedang melantunkan Zabur, terkadang burung-burung dan gunung-gunung ikut berdzikr pula bersama beliau.

Suatu ketika beliau sedang duduk dimushalla sambil menelaah Zabur, tiba-tiba terlihat seekor ulat merah melintas di tanah. Nabi Dawud berkata kepada dirinya sendiri,
“Apa yang dikehendaki Allah dengan ulat ini?”

Ternyata Allah memberikan ijin kepada ulat tersebut bisa berbicara dengan bahasa manusia, untuk menerangkan keadaannya kepada Nabi Dawud. Ulat tersebut berkata,
“Wahai Nabiyallah, apabila siang datang, Allah mengilhamkan kepadaku untuk membaca:
Subkhanallah wal hamdulillah wa laa ilaaha illallah wallaahu akbar, sebanyak seribu kali. Dan jika malam datang, Allah mengilhamkan kepadaku untuk membaca: Allahumma shalli ‘alaa Muhammad an nabiyyil ummiyyi wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam, sebanyak seribu kali…”

Nabi Dawud terkesima dengan ucapan ulat tersebut. Sang ulat berkata lagi,
“Lalu engkau, ya Nabiyallah, apa yang akan engkau katakan agar aku memperoleh faedah darimu!!”

Nabi Dawud menyesal telah meremehkan ulat tersebut, kemudian menangis penuh rasa takut kepada Allah, bertobat dan berserah diri kepada Allah.

Kata Mutiara Renungan Islami




1251. Orang yang beramal tanpa didasari ilmu, maka amalnya akan sia-sia belaka, karena tidak diterima oleh Allah. (Ibnu Ruslan).

1252. Fikiran merupakan sumber dari ilmu, sedang ilmu itu sendiri merupakan sumber amal. (Wahb).

1253. Orang yang mengerti ilmu fikih berarti ia bisa makrifat kepada Allah dengan ilmunya menyebabkan ia kenal kepadaNya. Bahkan dengan ilmunya ia bisa mengajar orang lain sampai pandai. (Syeikh Izzuddin bin Abdussalam).

1254. Jangan berteman yang hanya mau menemanimu ketika kamu sehat atau kaya, karena tipe teman seperti itu sungguh berbahaya sekali bagi kamu dibelakang hari. (Imam Ghozali).

1255. Jika ada musuh yang bisa mendekatkan kamu kepada Allah, maka hal itu lebih baik dari pada teman akrab yang menjauhkan kamu dari Allah. (Abul Hasan as-Sadzili).

1256. Wahai Sayyidina Ali! Ketahuilah olehmu bahwa ada dua golongan yang celaka di hadapanmu. Pertama yaitu yang terlalu cinta kepadamu. Dan kedua yang terlalu benci kepadamu. (Nabi Muhammad SAW).

1257. Orang yang bijak tidak akan terpeleset oleh harta, dan meski terpeleset, ia akan tetap mendapatkan pegangan. (Abdullah bin Abbas).

1258. Berfikir sesaat sungguh lebih mengesankan ketimbang mengerjakan shalat sepanjang malam. (Hasan Bashri).

1259. Hal-hal yang bisa menyebabkan badan lemah antara lain sebagai berikut; Banyak makan makanan yang rasanya masam, sering bersedih, banyak minum air tetapi tidak makan sesuatu, serta sering melakukan hubungan seksual. (Imam Ghazali).

1260. Barang siapa tidak mencintai untuk agama dan membenci untuk agama, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya ia tidak memiliki agama. (Abu Abdilah al- Shdiq).

1261. Berhati-hatilah dari berteman dengan; Ulama yang bersikap tak peduli, pecinta ajaran sufi yang bodoh serta pemimpin-pemimpin yang lalai. (Sahl bin Abdullah).

1262. Inginkan sesuatu dengan bakat yang kau miliki, dan jangan menginginkan sesuatu sesuai dengan nafsu atau seleramu. (Lukman Hakim).

1263. Merenungkan tentang nikmat Allah sungguh merupakan salah satu ibadah yang utama. (Umar bin Abdul Azis).

1264. Bila keyakinan Tauhid kepada Allah sudah benar, maka menghadapi hidup ini akan sangat tenang dan mantap sekali.

1265. Sibuknya menceritakan jasa-jasa dan kebaikan diri untuk pamer, bisa menghilangkan pahala dan meruntuhkan kemuliaan dirinya.

1266. Sebagai umat muslim, kita harus tahu dan ingat bahwa orang kafir tidak akan tidur nyenyak ketika islam merdeka. Seperti yang telah diterangkan dalam QS. Al Baqarah: "Bahwa orang yahudi tidak akan rela, sehingga kamu mengikuti agama mereka"

1267.
Bismillahirahmanirrahim…. Jangan sampai iman pudar lalu hawa nafsu yang menang. Ketika itu terjadi, maka cinta Allah yang agung tidak akan pernah bisa diindera dan dirasa. Cinta akan antar manusia pun hanya akan berubah menjadi malapetaka dan keinginan kita menuju surga (Jannatullah) akan sirna.

1268. Perkataan yang indah adalah Allah, Lagu yang merdu adalah Adzan, Media yang terbaik adalah Al-Qur'an, Senam yang sehat adalah Shalat, Diet yang sempurna adalah Puasa, Kebersihan yang menyegarkan adalah Wudhu, Perjalanan yang indah adalah Haji ,Khayalan yang baik adalah ingat akan Dosa dan bertobat untuk lisan yang tak terjaga untuk janji yang terabaikan untuk hati yang berprasangka untuk sikap yang menyakitkan.

1269. Tiga manusia tidak akan dilawan kecuali oleh orang yang hina: orang yang berilmu yang mengamalkan ilmunya, orang cerdas cendikia dan imam yang adil.

1270. Tiga tanda kesempurnaan iman: Kalau marah, marahnya tidak keluar dari kebenaran. Kalau senang, senangnya tidak membawanya pada kebathilan. Ketika mampu membalas, ia memaafkan.

1271. Jika semua harta adalah racun, maka zakatlah penawarnya. jika seluruh umur adalah dosa, maka tobatlah obatnya. jika seluruh bulan adalah noda, maka Ramadhanlah pemutihnya.

1272. Bagi orang berilmu yang ingin meraih kebahagiaan di dunia maupun di akhirat, maka kuncinya hendaklah ia mengamalkan ilmunya kepada orang-orang. (Syaikh Abdul Qodir Jailani).

1273. Apabila kita hidup hanya untuk hidup kita, niscaya hidup akan terasa singkat. Berawal dari lahirnya kita dan berakhirnya hidup kita yang terbatas. Tetapi jika kita hidup karena hal lain, yaitu hidup karena perjuangan maka sesungguhnya hidup ini akan terasa panjang dan mendalam. Berawal dari munculnya manusia dan berakhirnya dengan hilangnya manusia dibumi ini.

1274. Dunia adalah setitik air di tengah lautan. Dunia adalah penjara mukmin dan surga bagi kaum kafir. Hiduplah didunia laksana musafir, menatap orang yang berada di bawah dan siapkan bekal untuk kematian.

1275. Bahagianya hidup dengan manisnya iman dan menjadikan Allah sebagai tujuan hidup. Hidup di atas keyakinan dan ketergantungan. Merendahkan diri serta bertawakal, sungguh segala sesuatu pasti kembali kepadaNya.

1276. Nikmat sehat akan terasa jika kita pernah sakit. Nikmat harta akan terasa jika kita pernah susah, dan nikmat hidup akan terasa jika kita pernah mendapatkan musibah. Musibah adalah awal dari kenikmatan hidup.

1278. Ilmu adalah cahaya yang Allah tempatkan di dalam hati seseorang. Dalam meraih atau mencapai cahaya itu diperlukan Ittiba (mengikuti Nabi Muhammad SAW) dan menjauhkan diri dari hawa nafsu serta perbuatan bid’ah (Imam Adz-Dzahabi).

1279. Sebuah ujian dan cobaan adalah suatu kesulitan. Di mana kesulitan harus kita hadapi dengan senyuman yang layak untuk di sanjung dunia, senyuman optimis menembus telaga air mata.

1280. Waspadalah terhadap tiga orang: pengkhianat, pelaku zalim, dan pengadu domba. Sebab, seorang yang berkhianat demi dirimu, ia akan berkhianat terhadapmu dan seorang yang berbuat zalim demi dirimu, ia akan berbuat zalim terhadapmu. Juga seorang yang mengadu domba demi dirimu, ia pun akan melakukan hal yang sama terhadapmu.

1281. Jangan sampai ayam jantan lebih pandai darimu. Ia berkokok di waktu subuh, sedang kamu tetap lelap dalam tidur. (Lukman Hakim).

1282. Apabila secara kebetulan kamu menjadi orang yang dekat dengan penguasa, maka berhati-hatilah kamu seolah-olah kamu sedang berdiri di atas pedang yang tajam sekali. (Imam Ghozali)

1283. Aku tak suka memakai baju baru, hal itu kulakukan karena aku takut timbul iri hati tetangga-tetanggaku. (Abu Ayub as-Sakhtayani).

1284. Allah telah memberikan petunjuk kepadaku sehinga aku bisa mengenali diriku sendiri dengan segala kelemahan dan kehinaanku. (Ali bin Abu Thalib).

1285. Pahlawan bukanlah orang yang berani meletakkan pedangnya ke pundak lawan, tetapi pahlawan sebenarnya ialah orang yang sanggup menguasai dirinya dikala ia marah.

1286. Cinta sejati punya dua sisi, kebahagiaan dan kepedihan. Selama bisa bertahan, dua hal ini akan memperkuat cinta itu sendiri.

1287. Berucaplah dengan kata yang manis. Tapi tiada guna berucap manis, jika setiap kata yang diucapkan adalah ketidakjujuran.

1288. Diam bukan berarti lemah, terkadang kita diam karena kita cukup dewasa untuk menyikapi masalah.

1289. Andaikata seseorang mau memikirkan kebesaran Allah, maka ia takkan sampai hati untuk melakukan perbuatan perbuatan dosa. (Bisyir)

1290. Sifat rendah hati, yaitu taat dalam mengerjakan kebenaran dan menerima kebenaran itu yang datangnya dari siapapun. (Fudlail bin Iyadl).

1291. Jalan yang diajarkan syariƔt islam adalah jalan yang paling tepat dalam pengerjaan ibadah kepada Allah. Karena itu bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah istiqomah dalam mengerjakan perintah-perintahnya dan menjauhi larangannya. (Abdu Khodir jailani).

1292. Hendaklah kamu tetap berbuat baik kepada orang yang berbuat jelek kepadamu. (Lukman Hakim).

1293. Tiga sifat manusia yang merusak adalah; kikir yang dituruti, hawa nafsu yang diikuti, serta sifat mengagumi diri sendiri yang berlebihan.

1294. Jauhilah dengki, karena dengki memakan amal kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.

1295. Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar.

1296. Setiap orang di dunia ini adalah seorang tamu, dan uangnya adalah pinjaman. Tamu itu pastilah akan pergi, cepat atau lambat, dan pinjaman itu haruslah dikembalikan.

1297. Orang yang banyak ketawa itu kurang wibawanya.

1298. Orang yang suka menghina orang lain, dia juga akan dihina.

1299. Orang yang mencintai akhirat, dunia pasti menyertainya.

1300. Barangsiapa menjaga kehormatan orang lain, pasti kehormatan dirinya akan terjaga.

Yang Pertama Kali Dibakar Api Neraka



Pada hari kiamat nanti, Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi akan mengadili mahluk-mahluknya pada yaumul hisab (Hari Perhitungan). Tidak ada perkara, yang sangat kecil atau remeh sekalipun, apalagi yang besar, pasti akan didatangkan ke sidang pengadilan yang benar-benar adil tersebut. Tentunya ada pengecualian bagi orang-orang yang Allah memberikan Rahmat dan Kasih-Nya, yang Allah menutupi keburukan-keburukannya dan memaafkannya, sehingga Allah memasukkannya ke surga tanpa hisab.

Yang pertama kali didatangkan untuk diadili adalah tiga kelompok manusia, yang waktu di dunia mempunyai kemuliaan dan keutamaan dalam pandangan manusia. Mereka adalah orang-orang yang membaca dan memahami Al Qur’an, orang-orang yang kaya (berharta), dan orang-orang yang berjuang di jalan Allah

Allah mendatangkan salah seorang yang ahli membaca dan mengajarkan Al Qur’an dan berfirman,
“Bukankah Aku telah mengajarkan kepadamu apa yang Aku turunkan melalui utusan-Ku?”
“Benar, wahai Tuhanku!!” Kata orang tersebut.
“Kemudian, apa yang telah kamu lakukan dengan nikmat-Ku itu?”
“Saya mempelajari ilmu, mengajarkannya dan membaca Al Qur’an karena Engkau, ya Allah!!”
Allah berfirman,
“Kamu bohong!!”

Para malaikat ikut berkata, “Kamu bohong!!”

Dan Allah berfirman lagi,
“Kamu mengerjakan semua itu hanya karena ingin dikatakan bahwa engkau adalah orang pandai membaca Al Qur’an, seorang Qari’ yang hebat, dan semua itu telah dikatakan orang-orang kepadamu seperti yang kau inginkan!!”

Setelah itu Allah memerintahkan malaikat untuk menariknya dan melemparkannya ke neraka.

Kemudian Allah menghadirkan orang yang kaya (hartawan) yang banyak bersedekah di jalan Allah, dan berfirman,
“Bukankah Aku telah memberi kelapangan kepadamu (yakni, berlimpah kekayaan) sehingga Aku tidak membiarkan dirimu membutuhkan seseorang?”
“Benar, wahai Tuhanku!!” Kata orang tersebut.
“Kemudian, apa yang telah kamu lakukan dengan nikmat-nikmat harta yang Aku berikan kepadamu itu?”
“Saya menyambung silaturahmi dan bersedekah. Tidak ada jalan atau tempat dimana Engkau senang jika diinfakkan harta, kecuali saya menginfakkannya semata-mata karena Engkau!!”
Allah berfirman,
“Kamu bohong!!”

Para malaikat ikut berkata, “Kamu bohong!!”

Dan Allah berfirman lagi kepadanya,
“Kamu melakukan semua itu agar engkau dikatakan sebagai dermawan, dan itu telah dikatakan orang-orang kepadamu seperti yang engkau inginkan!!”

Setelah itu Allah memerintahkan malaikat untuk menariknya dan melemparkannya ke neraka.

Selanjutnya Allah menghadirkan seseorang yang terbunuh ketika berjuang di jalan Allah. Setelah Allah mengingatkan berbagai nikmat yang dianugerahkan kepadanya dan ia mengakui, Allah berfirman kepadanya,
“Apakah yang kamu amalkan di dunia?”
Orang tersebut berkata,
“Saya diperintahkan untuk berjuang dan berperang di jalan-Mu, dan saya memenuhinya dengan terjun di medan jihad hingga saya terbunuh di jalan-Mu!!”
Allah berfirman,
“Kamu bohong!!”

Para malaikat ikut berkata, “Kamu bohong!!”

Dan Allah berfirman lagi kepadanya,
“Sesungguhnya kamu berjuang di medan jihad agar dikatakan bahwa engkau seorang pemberani, dan itu telah dikatakan orang-orang kepadamu sebagaimana engkau inginkan!!”

Setelah itu Allah memerintahkan malaikat untuk menariknya dan melemparkannya ke neraka.

Nabi Muhammad SAW yang menceritakan kisah ini, menepuk dua lutut Abu Hurairah dan bersabda,
“Wahai Abu Hurairah, tiga orang (semacam) itulah mahluk Allah yang pertama kali dibakar oleh api neraka pada hari kianat nanti!!”

Tsa'labah Bin Abdurrahman RA



Tsa'labah bin Abdurrahman adalah salah sahabat yang juga seorang pelayan Nabi SAW. Suatu ketika ia melewati rumah seorang wanita Anshar yang kebetulan pintunya terbuka. Spontan Tsa’labah memandang ke dalamnya, dan ternyata wanita Anshar tersebut tengah mandi. Sesaat ia terpesona melihat pemandangan tersebut, dan ketika sadar, ketakutan yang amat sangat menyelimutinya, takut dan malu jika Nabi SAW mengetahui perbuatannya, apalagi bila turun wahyu yang menjelaskan perbuatan maksiatnya. Karena itu ia lari dari kota Madinah dan bersembunyidi pegunungan antara Madinah dan Makkah.

Nabi SAW yang merasa kehilangan sahabat dan pelayannya tersebut. Beliau terus mencari-carinya dan menanyakan kepada para sahabat lainnya, tetapi tidak ada yang mengetahuinya. Setelah empat puluh hari berlalu tidak ditemukan, Malaikat Jibril datang kepada beliau dan memberitahukan kalau Tsa'labah berada di pegunungan antara Madinah dan Makkah. Maka Nabi SAW menyuruh Umar bin Khaththab dan Salman al Farisi untuk mencari dan membawa Tsa'labah pulang ke Madinah.

Dua orang sahabat tersebut pergi ke tempat yang ditunjukkan Rasulullah SAW, tetapi ternyata tidak mudah untuk menemukan Tsa’labah. Pada suatu malam, mereka bertemu seorang penggembala bernama Dzufafah, dan menanyakan keberadaan sahabat yang menghilang tersebut. Dzufafah berkata,
"Mungkin yang kalian maksudkan, adalah pemuda yang ingin lari dari Neraka Jahanam??"
"Bagaimana engkau tahu ia ingin lari dari Jahanam?" Tanya Umar.
"Jika tengah malam menjelang, ia keluar dari kumpulan kami menuju ke atas bukit. Sambil meletakkan tangannya di kepala, ia menangis dan berkata: Duhai, seandainya Engkau mencabut ruhku di antara berbagai ruh, jasadku di antara berbagai jasad, janganlah Engkau menelanjangiku di hari pengadilan Kiamat kelak...!!"
"Itulah orang yang kami cari…!!" Kata Umar dan Ammar serentak.

Dzufafah mengantar kedua sahabat tersebut ke tempat di mana Tsa'labah berada. Ketika telah bertemu, dan Umar menyampaikan salam Nabi SAW serta tugas yang diberikan kepada mereka, Tsa'labah berkata,
"Apakah Rasulullah SAW mengetahui dosaku?"
"Aku tidak tahu," Kata Umar, "Tetapi beliau menyebut namamu dengan lirih dan sembunyi-sembunyi kemudian mengutusku dan Salman untuk menjemputmu…!!"
"Wahai Umar," Kata Tsa'labah, "Janganlah engkau pertemukan aku dengan Rasulullah SAW, kecuali saat beliau sedang shalat, atau Bilal sedang mengucapkan: Qad iqamatish shalah!!"
“Baiklah!!” Kata Umar.

Mereka bertiga kembali ke Madinah. Setibanya di sana mereka langsung masuk masjid, saat itu Nabi SAW sedang shalat. Begitu mendengar bacaan Nabi SAW dalam shalat tersebut, Tsa'labah langsung pingsan.

Berhari-hari lamanya Tsa’labah menahan kerinduan untuk mendengar dan menatap wajah yang penuh mulia tersebut, tetapi ia juga dilanda ketakutan dan kekhawatiran akan kemarahan Nabi SAW karena perbuatan dosanya. Konflik perasaan yang begitu hebat mencapai puncaknya ketika ia melihat dan mendengar suara Nabi SAW secara langsung, sehingga ia jatuh pingsan.

Setelah mengucap salam menutup shalatnya, Nabi SAW melihat keberadaan Umar dan Salman, dan keduanya membawa beliau kepada Tsa'labah yang sedang pingsan. Nabi SAW meletakkan kepalanya di pangkuan beliau dan beusaha menyadarkannya. Begitu sadar, beliau bersabda,
"Apa yang membuatmu lari dariku, wahai Tsa'labah!!"
"Dosaku, ya Rasulullah," Kata Tsa'labah.
"Maukah engkau kuajarkan suatu ayat yang bisa menghapuskan dosa dan kesalahan?" Kata Nabi SAW.
Tsa'labah mengiyakan, dan beliau bersabda,
"Ucapkanlah : Allahumma rabbanaa aatinaa fid dunya hasanah, wa fil aakhirati hasanah, waqinaa adzaabannar."
"Ya Rasulullah, dosaku lebih besar daripada itu…!!"
"Tetapi Kalamullah pastilah lebih besar..." Kata Nabi SAW meyakinkannya.

Tsa'labah tidak menjawab lagi, walau mungkin ia belum yakin benar. Bukan karena ia tidak percaya dengan ucapan Rasulullah SAW, tetapi lebih karena ia merasa dosanya begitu besarnya, sehingga Allah tidak akan dengan mudah begitu saja mengampuni dosanya.

Dalam beberapa riwayat lainnya disebutkan, Tsa’labah tidak hanya melihat, tetapi terjatuh dalam perzinahan dengan wanita tersebut. Melihat keadaannya itu, Nabi SAW menyuruhnya pulang ke rumahnya, tetapi sampai di rumahnya ia jatuh sakit.

Setelah tiga hari menderita sakit dan tidak bangkit dari tempat tidurnya, Salman melaporkan keadaan Tsa'labah kepada Nabi SAW. Beliau mengajaknya mengunjungi rumahnya, dan setibanya di sana, beliau meletakkan kepala Tsa'labah di pangkuan beliau, tetapi Tsa'labah menarik kepalanya. Nabi SAW berkata,
"Mengapa engkau menarik kepalamu dari pangkuanku, ya Tsa'labah!!"
"Karena penuh dosa, ya Rasulullah…!" Kata Tsa’labah.
"Apa yang engkau rasakan?"
"Ya Nabiyallah, aku merasa seperti ada semut-semut yang merayap di sekujur kulit dan tulangku!" Kata Tsa'labah.
"Apa yang engkau inginkan?" Tanya Nabi SAW.
"Ampunan Allah…!!"

Maka Nabi SAW memberikan pengajaran kepadanya tentang hakikat dosa dan taubat, tentang keluasan Rahmat Allah dan Maghfirah-Nya, tentang larangan berputus asa dari rahmat Allah, dan beberapa hal yang berkaitan dengan hal tersebut. Tampak jelas penyesalan di wajahnya, dan air matanya tak henti mengalir. Tetapi tiba-tiba terbayang lagi satu dosa yang telah dilakukannya itu, Tsa’labah berteriak keras penuh ketakutan dan seketika meninggal dunia.

Nabi SAW mengajak beberapa sahabat mengurus jenazahnya, bahkan beliau sendiri yang memandikan dan mengkafaninya. Usai dishalatkan, beliau ikut memikul jenazahnya ke kuburnya, tetapi beliau berjalan sambil berjingkat. Beberapa sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, kami melihat engkau berjalan berjingkat, ada apakah kiranya?"

Nabi SAW bersabda,
"Aku hampir tidak dapat meletakkan kakiku di tanah karena banyaknya malaikat yang ikut ta'ziah dan mengiring jenazahnya…!"

Ilmu Lebih Utama Daripada Harta



Ali bin Abi Thalib, sepupu sekaligus menantu Nabi SAW, merupakan salah seorang sahabat yang diutamakan karena ilmunya. Pengakuan itu muncul langsung dari Nabi SAW dengan sabda beliau,
“Ana madinatul ‘ilmi, wa ‘aliyyun baabuhaa”
Maksudnya adalah:
"Saya (Nabi SAW) adalah kotanya ilmu, dan Ali adalah pintunya, yaitu pintu dari kota ilmu tersebuta. Tentu yang dimaksud ‘ilmu’ tersebut khususnya ilmu agama dan tentang alam akhirat, karena dalam suatu kesempatan lainnya, Nabi SAW pernah bersabda,
“Kalian lebih tahu (daripa
da aku) tentang urusan duniamu!!” 

Para sahabat yang selalu “sami’na wa atho’na” (kami dengar dan kami mentaatinya) dengan semua perkataan dan sabda-sabda beliau itu tidak pernah mempermasalahkan, bahkan tidak jarang mereka meminta nasehat dan pendapat Ali dalam suatu permasalahan, walau usia Ali mungkin lebih muda. Dan jika Ali telah memberikan suatu pendapat dan pandangan, mereka akan mengikutinya, termasuk Umar bin Khaththab ketika menjadi khalifah. 

Ketika Nabi SAW telah wafat beberapa tahun lamanya, ada sekelompok orang yang meragukan keilmuan Ali. Sebagian riwayat menyebutkan, mereka itu dari kaum Khawarij, satu kelompok yang mendukung Ali bin Abi Thalib ketika terjadi pertentangan dengan Muawiyah. Tetapi ketika Ali mengikhlaskan melepas jabatan khalifah, karena sebenarnya memang tidak berambisi, demi untuk persatuan umat Islam saat itu, kaum Khawarij itu berbalik melawan dan menentang Ali. Kaum Khawarij ini banyak penyimpangannya sehingga sebagian besar ulama menganggap sebagai kelompok yang sesat.

Mereka ini bermusyawarah dan memutuskan akan mengirim sepuluh orang dengan masalah (pertanyaan) yang sama. Jika Ali memberikan jawaban yang sama walau dengan pertanyaan yang sama, maka sebenarnya Ali tidak pantas menyandang gelar sebagai pintunya ilmu sebagaimana disabdakan Nabi SAW.

Orang pertama datang menghadap Ali dan berkata,
“Wahai Imam Ali, manakah yang lebih utama, ilmu atau harta??”
“Ilmu” Kata Ali.
“Mengapa ilmu lebih utama??” Katanya.
Maka Ali berkata,
“Sesungguhnya ilmu itu warisan para Nabi, sedangkan harta itu warisan dari Qarun, Fir’aun, Hammam, Syaddad dan lain-lainnya!!”

Orang pertama itu membenarkan dan berlalu pulang. Tentu saja jawaban Ali tersebut bersifat umum, karena ada juga orang yang diberikan kelimpahan harta, dan bisa memanfaatkan dengan baik untuk kemanfaatan hidupnya sesudah mati, baik di alam kubur, terlebih lagi di alam akhirat. Misalnya saja Ummul Mukminin Khadijah RA, Abu Bakar ash-Shiddiq, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Aus, Qais bin Sa’d bin Ubadah, dan beberapa sahabat lainnya. Intinya, jika harta itu berada di tangan orang yang dermawan dan sangat perduli pada kaum fakir miskin, maka kedudukan harta tidak kalah utamanya dibandingkan ilmu.

Orang ke dua datang menghadap Ali dengan pertanyaan yang sama, dan Ali menyatakan ilmu lebih utama daripada harta. Tetapi ia menyampaikan alasan yang berbeda,
“Ilmu akan menjagamu, sedangkan harta, engkau yang harus menjaganya!!”

Orang itu membenarkan Ali dan berlalu pulang, menyampaikan jawaban Ali kepada mereka yang menyuruhnya.

Ketika orang ke tiga datang dengan pertanyaan yang sama, Ali memberikan jawaban yang sama pula, kemudian ia menyampaikan alasannya,
“Pemilik ilmu banyak sekali sahabatnya (dan murid-muridnya), sedang pemilik harta akan banyak sekali musuhnya (dan orang yang bermanis muka hanya untuk memperoleh pemberiannya, walau mungkin di dalam hati membencinya)!!”

Orang itu membenarkan Ali dan berlalu pulang, menyampaikan jawaban Ali kepada mereka yang menyuruhnya.

Ketika orang ke empat datang dengan pertanyaan yang sama, Ali memberikan jawaban yang sama pula, kemudian ia menyampaikan alasannya,
“Ilmu akan bertambah jika engkau gunakan, sedangkan harta akan berkurang jika engkau menggunakannya!!”

Orang itu membenarkan Ali dan berlalu pulang, menyampaikan jawaban Ali kepada mereka yang menyuruhnya.




Ketika orang ke lima datang dengan pertanyaan yang sama, Ali memberikan jawaban yang sama pula, kemudian ia menyampaikan alasannya,
“Pemilik ilmu akan selalu dihormati dan dimuliakan karena ilmunya, tetapi pemilik harta, akan ada saja yang memanggilnya sebagai si pelit, karena ia tidak memperoleh bagian dan manfaat dari harta tersebut!!”

Orang itu membenarkan Ali dan berlalu pulang, menyampaikan jawaban Ali kepada mereka yang menyuruhnya.

Ketika orang ke enam datang dengan pertanyaan yang sama, Ali memberikan jawaban yang sama pula, kemudian ia menyampaikan alasannya,
“Pemilik harta harus selalu hati-hati dan menjaga agar tidak diambil oleh pencuri, sedang pemilik ilmu tidak perlu menjaganya!!”

Orang itu membenarkan Ali dan berlalu pulang, menyampaikan jawaban Ali kepada mereka yang menyuruhnya.

Ketika orang ke tujuh datang dengan pertanyaan yang sama, Ali memberikan jawaban yang sama pula, kemudian ia menyampaikan alasannya,
“Pada hari kiamat, pemilik harta harus susah payah mempertanggung-jawabkan hartanya, sedangkan pemilik ilmu akan memperoleh syafaat dari ilmu yang dimilikinya (dan diamalkannya)!!”

Orang itu membenarkan Ali dan berlalu pulang, menyampaikan jawaban Ali kepada mereka yang menyuruhnya.

Ketika orang ke delapan datang dengan pertanyaan yang sama, Ali memberikan jawaban yang sama pula, kemudian ia menyampaikan alasannya,
“Jika dibiarkan dalam waktu yang lama, harta akan menjadi aus dan rusak, sedangkan ilmu tidak akan menjadi aus dan lenyap!!”

Orang itu membenarkan Ali dan berlalu pulang, menyampaikan jawaban Ali kepada mereka yang menyuruhnya.

Ketika orang ke sembilan datang dengan pertanyaan yang sama, Ali memberikan jawaban yang sama pula, kemudian ia menyampaikan alasannya,
“Harta bisa membuat hati menjadi keras dan akhirnya bersifat bakhil (karena terlalu cintanya kepada harta), sedangkan ilmu akan selalu menjadi penerang dan penyejuk hati!!”

Orang itu membenarkan Ali dan berlalu pulang, menyampaikan jawaban Ali kepada mereka yang menyuruhnya.

Dan akhirnya orang ke sepuluh datang dengan pertanyaan yang sama, Ali memberikan jawaban yang sama pula, kemudian ia menyampaikan alasannya,
“Pemilik ilmu akan diberi gelar sebagai ilmuwan, sedangkan pemilik harta akan dipanggil atau digelari Tuan Besar!!”

Tampaknya Ali mengetahui (dengan ilham dari Allah, atau dari analisa pikirannya) niat dari orang-orang yang datang dengan pertanyaan yang sama tersebut, dan kepada yang terakhir datang itu, Ali berkata,
“Andaikata kalian mengirim lebih banyak lagi orang dengan pertanyaan yang sama, pastilah aku akan memberikan alasan yang berbeda selagi aku masih hidup!!”

Memang, keutamaan ilmu atas harta tidak sepuluh itu saja, masih banyak lagi. Misalnya, pertanyaan akhirat (yaumul hisab) atas ilmu hanya satu, yakni apa dan bagaimana ilmu itu diamalkan? Sedangkan atas harta ada dua, pertama darimana dan bagaimana diperoleh harta tersebut diperoleh? Dan kedua, kemana dan bagaimana harta tersebut diamalkan (dibelanjakan)? Misalnya lagi, ketika seseorang meninggal, ilmu akan menemani pemiliknya hingga masuk kubur, bahkan bisa menjadi teman dan penolongnya menghadapi malaikat, tetapi harta hanya akan mengantarnya hingga ke pintu pemakaman, atau sampai ia diurug dengan tanah, setelah ia akan menjadi milik ahli warisnya. Dan masih banyak lagi yang bisa dikupas dari berbagai hadits-hadist Nabi SAW.

Setelah kembali dan menyampaikan pesan tersebut, mereka (kaum Khawarij itu) berkhidmad kembali kepada Ali bin Abi Thalib dan memperbaiki keislamannya dengan bimbingan beliau.